Quarter Life Crisis (QLC) Dapat Menjadi Hal Baik untuk Kita



Tentu saja setiap masa punya tantangannya sendiri. Kita kerap mendengarkan istilah Quarter Life Crisis (QLC), terkhusus bagi teman-teman yang akan beranjak menuju usia 20 tahun ke atas. Memasuki usia yang lebih matang, kita akan dihadapkan dengan berbagai pilihan hidup. Kekeliruan atau kesalahan dalam memilih hal tersebut dapat memunculkan tekanan psikologis yang berat. Mungkin ada yang membayangkan dirinya akan hidup sesuai dengan harapan dan impiannya, tapi kenyataan kerap membawa kita pada hal yang tak diduga atau mungkin tak kita inginkan sama sekali.  

Lihat juga: 


Oliver Robinson yang telah menghasilkan berbagai macam penelitian tentang psikologi perkembangan juga sempat mengkaji masalah ini. Temuan pengajar psikologi dari University of Greenwich itu menjelaskan bila terdapat empat fase yang mesti dilewati dalam QLC. Fase pertama, ketika seseorang merasa telah terjebak dalam sebuah situasi, terlepas itu pekerjaan, relasi, atau masalah lainnya. Fase kedua, pikiran akan perubahan. Di mana pada fase ini pula, seseorang berusaha melihat kondisinya dan mencari langkah yang tepat. Fase ketiga, membangun kembali kondisi yang lebih baik. Dan fase terakhir, memperkuat komitmen terkait hal-hal yang ingin dicapai serta nilai-nilai yang telah dimiliki. Dia mewawancarai 50 orang berusia antara 25 dan 35 tahun tentang pengalaman mereka tentang krisis yang terjadi pada awal masa dewasa. Hasil dari wawancara diidentifikasi dan dikembangkan menjadi model of quarterlife crisis  yang terdiri dari empat fase di atas. 

Temuan ini menurut Oliver Robinson, membuktikan bahwa Quarter Life Crisis dapat menjadi hal baik untuk seseorang. Hal itu disampaikan melalui Konferensi British Psychological Society Annual pada tahun 2011. Baginya, pada fase pertama itu, ketika orang-orang mulai merasa dirinya terjebak, kondisi itu sebenarnya tampak seperti ilusi. Saat berhasil lepas pada fase tersebut, orang-orang dapat menikmati berbagai kemungkinan yang ada di sekitarnya. Bahkan dapat berkembang dan menemukan hal-hal yang semestinya dilakukan.   

Lihat juga: Bagaimana kita menghadapi berbagai pilihan dalam hidup kita?

Sekiranya, Quarter Life Crisis dapat menjadi penanda untuk mempersiapkan diri lebih baik menghadapi proses selanjutnya. Dalam sebuah buku psikologi populer berjudul Quarterlife Crisis: The Unique Challenges of Life in Your Twenties yang ditulis oleh Abby Wilner dan Alexandra Robbins, istilah ini kemudian dikenal lebih luas ke masyarakat. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa tantangan yang dihadapi pada usia 20-an dapat menjadi pemicu kecemasan. Pada titik itu, kita akan dihadapkan pada pilihan mengenai karir, keuangan, pengaturan hidup, dan hubungan. Berdasarkan pengalaman penulis buku tersebut dan 100 rekan sejawatnya, dijelaskan bahwa periode setelah lulus perguruan tinggi sebagai kondisi yang penuh ketidakpastian, keresahan, stres, dan memicu kecemasan, yang akibatnya menimbulkan perasaan ragu-ragu, tidak berdaya, dan panik. Perasaan sendiri juga kerap membuat seseorang depresi dan tak mampu melakukan apa-apa. 

Lihat juga: Salah satu rahasia melawan prokastinasi yang kita miliki

Namun sekali lagi, tahapan ini akan membutuhkan ketegasan kita dalam memilih. Bila sebagian besar orang resah dan terjebak pada tahap ini, Oliver Robinson menawarkan pilihan lain yang mungkin dapat kita coba atau sampaikan ke orang terdekat kita. 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel