Orangtua Baru di Masa Pandemi, Bisakah Tetap Waras dan Adaptif?

Oleh: Gitta Annisa Vania, penulis merupakan mahasiswa Magister Universitas Padjajaran.


 

Key Points:

     Terjadi masa transisi pada saat menjadi orang tua baru

     Hal-hal yang perlu diketahui oleh orang tua ketika memiliki bayi

     Memahami apa yang terjadi pada diri, bayi, dan lingkungan ketika berada            dalam masa transisi dapat membantu orang tua untuk beradaptasi

Pembahasan kali ini:

     Transisi sebagai first-tine parents

     Tips untuk parents

     Tips khusus untuk moms


Transisi sebagai first-tine parents

Hai parents! Seperti yang kita tahu, semenjak pandemi Covid-19, terdapat peningkatan jumlah pernikahan serta kelahiran di Indonesia. Dilansir dari kompas.com menurut Ketua BKKBN, Hasto Wardoyo, ia membenarkan bahwa terdapat kemungkinan munculnya baby boom yang merupakan dampak dari Corona (Iswara, 2021). 

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memperkirakan akan ada tambahan hingga 500.000 kelahiran baru pada awal 2021  (William, 2021). Sejalan dengan banyaknya kelahiran baru, hal tersebut tidak luput dengan dimulainya masa transisi pada pasangan suami istri yang baru menjadi orang tua. 

Pada masa transisi ini terjadi perubahan besar dalam peran, tanggung jawab, dan identitas pada pria dan wanita. Well-being pasangan sebagai orang tua baru menjadi sangat rapuh di periode transisi ini sekalipun pasangan yang baru menjadi orang tua bukanlah mereka yang dianggap berisiko (contoh: pasangan yang menikah di bawah umur, pasangan yang menikah karena kehamilan di luar nkah, dsb) namun mereka menghayati periode ini sebagai masa yang penuh tekanan (Solmeyer & Feinberg, 2011).  

Menjadi first-time parents atau orang tua baru membutuhkan adaptasi pada berbagai aspek seperti fisiologis, psikologis, dan sosial (Parfitt & Ayers, 2014) terlebih di masa pandemi Covid-19. 

Adanya regulasi isolasi selama masa Covid-19 menjadi salah satu penyumbang stressor khususnya untuk orang tua baru. Orang tua baru termasuk pada populasi yang rentan karena selama masa transisi menjadi orang tua, mereka mengalami peningkatan stress dalam mengasuh bayinya (Taubman-Ben-Ari et al., 2021). Menurut Abidin (1995 dalam Taubman-Ben-Ari et al., 2021) hal yang dapat membuat orang tua stress antara lain berkaitan dengan diri sendiri, bayi, atau hubungan mereka dengan bayinya. 

Menurut salah satu profesor di Universitas Ulster, Prof. Siobhán O'Neill, akibat isolasi Covid-19 kurangnya kesempatan untuk kontak sosial dengan orang tua lain dapat menyebabkan rasa terisolasi dan putus asa (Trueman, 2021). Adanya periode stress berat dan berkepanjangan dapat mengakibatkan dampak kesehatan mental yang substansial termasuk depresi yang lebih besar, kecemasan, dan penurunan kualitas hidup (Schneiderman et al., 2005). 

"Bagaimanapun juga, kesehatan mental orang tua itu sangat krusial. Sangat penting untuk orang tua agar meminta pertolongan dan bantuan kepada orang tua lain agar tidak merasa berjuang sendirian.  Depresi itu sangat sering terjadi pada orang tua baru, terutama ibu, dan selama pandemi ini, angka kejadian depresi telah meningkat.” – Prof. Siobhán O'Neill


Depresi pasca kelahiran juga dapat terjadi pada ayah. Tingkat depresi tertinggi pada ayah terjadi selama 3-6 bulan pasca kelahiran. Menurut Parfitt & Ayers (2014) ayah yang depresi dikorelasikan dengan tingkat depresi ibu yang tinggi juga.  

Selain depresi, gangguan kecemasan seperti gangguan kecemasan umum, fobia, gangguan obsesif kompulsif (OCD), panik, dan gangguan stres pasca trauma (PTSD) juga terjadi pada pria dan wanita selama masa transisi menjadi orang tua (Matthey et al., 2003). 

Sebelum orang tua terlanjur mengalami hal-hal negatif seperti di atas, orang tua perlu tahu hal-hal apa saja yang dapat dilakukan agar kesehatan mental tetap terjaga. Pertama-tama sebagai orang tua baru, kita perlu untuk menghayati dan memahami setiap perubahan yang ada pada diri dan lingkungan kita.

Tips untuk parents

Teruntuk kalian sebagai parents

    1. Pahami bahwa kehadiran anak akan mengubah kehidupan seseorang. Sadari bahwa kalian dapat mengalami perasaan yang berubah-ubah seperti marah, senang, cemas, bingung, dan tidak yakin. Setiap perasaan ini bahkan bisa terjadi dalam waktu yang bersamaan! Perasaan ini akan menjadi lebih intens ketika kita merasa sedang lelah.

    2. Pengetahuan kalian berubah. Merasa tidak yakin itu adalah hal yang kerap dirasakan oleh para orang tua baru. Begitu banyak opini yang datang dari berbagai pihak mungkin dapat membuat kamu merasa kewalahan. Pahami bahwa kebutuhan setiap anak itu berbeda-beda. Pelan-pelan saja ya parents, kita sedang belajar untuk mencoba hal-hal yang paling tepat diberikan pada anak sesuai kebutuhannya. Kita sedang berproses kok ya.

   3. Rutinitas sehari-hari berubah. Sekarang, mungkin kita tidak bisa sekaligus melakukan semua hal yang kita ingin lakukan dalam satu hari. Hanya ada beberapa jeda waktu untuk istirahat ketika merawat bayi. Kalian terkadang merasa kewalahan, tidak apa-apa, you are allowed to feel this way, it’s okay. Apresiasi diri bahwa kalian sudah berusaha sejauh ini, tidak apa-apa untuk meminta pertolongan dari orang-orang terdekatmu jika memang membutuhkan pertolongan. Sampaikan perasaan dengan orang-orang terdekat, mintalah dukungan mereka, karena kita semua membutuhkan itu! Dengan adanya peraturan isolasi sosial, kalian tetap bisa berhubungan dengan mereka secara online, melalui media sosial, atau melalui telepon atau e-mail kok.

   4. Diri kalian akan berubah. Tantangan dalam mengasuh anak berarti kalian akan belajar hal-hal baru setiap hari untuk menjadi orang tua yang diinginkan. Mengasuh anak itu tidak mudah, namun dari proses ini kalian akan belajar hal-hal baru lagi untuk membangun dan menemukan kekuatan pada diri masing-masing. Hayati bahwa kalian masing-masing juga sedang bertumbuh bersama anakmu.

   5. Terimalah bahwa bayi akan bangun di malam hari dan kalian akan melewati fase-fase kurang tidur. Istirahatlah selagi kalian bisa di sela jeda waktu. Latihan pernafasan dan meditasi beberapa menit dapat membantu kalian untuk memulihkan energi.

   6. Kalian mungkin merasa marah pada diri sendiri, orang lain, atau bayimu. Kalian mungkin marah tentang bagaimana hidup kalian telah berubah dan merindukan hal-hal yang dulu. Dengan jujur dan mengakui perasaan kita dapat membantu kita menangani perasaan ini dengan cara yang aman untuk diri kita sendiri dan orang lain. Tidak ada perasaan yang menetap, perasaan kita akan selalu berubah, sama seperti yang kalian rasakan sekarang bahwa suatu saat perasaan ini akan berlalu. Kalian bisa mengakui perasaan itu dengan menuangkannya pada tulisan, gambar, gerakan fisik, atau bercerita dengan orang terdekat. Luangkan waktu di malam hari setidaknya 10-15 menit untuk melakukan ini.

   7. Ketika baru menjadi orang tua, banyak orang tua yang merasa bahwa realita saat memiliki anak tidak seindah ekspektasi awal (Darvill et al., 2010). Bayangan tentang kelahiran sering berbeda dengan keadaan yang sebenarnya, jika hal ini terjadi, cobalah untuk melakukan sharing dan berbagi dengan orang tua lain, ikutilah komunitas-komunitas parenting. Kalian juga bisa saling mengandalkan pasangan untuk saling terbuka dan berbicara mengenai hal-hal apa yang berhasil dan tidak berhasil untuk dilakukan.

Tips khusus untuk moms

Teruntuk moms

    1. Untuk para ibu, hayati bahwa diri kamu berubah baik di dalam dan di luar. Hormon sangat berpengaruh terhadap perubahan ini. Beberapa orang ada yang merasa bahagia setelah melahirkan, namun hal itu tidak selalu. Ada orang yang butuh waktu untuk pulih secara fisik dan emosional setelah melahirkan. Tidak apa-apa, setiap orang berbeda.

    2. Ketika menjadi lelah dengan tuntutan memberi makan bayi, perubahan-perubahan tubuh, dan ketakutan akan rasa sakit terutama bagi para ibu. Pada beberapa orang mereka menjadi tidak mau untuk disentuh, pada saat ini pahamilah kebutuhan personalmu. Bicarakan tentang bagaimana perasaanmu dan jenis kedekatan fisik yang kamu butuhkan saat ini dengan pasangan. Tubuhmu membutuhkan waktu untuk pulih dan menyesuaikan diri dengan peran barumu. 

    3. Kamu bisa jadi merasa khawatir akan banyak hal yang ditandai dengan jantung berdetak kencang, perut tidak nyaman, berkeringat. Ketika hal ini terjadi pelan-pelan untuk berlatih pernafasan. Sederhanakan rutinitas harianmu dan bicarakan perasaanmu serta kebutuhan dengan orang-orang terdekat. Selain itu dengan adanya wabah Covid-19, banyaknya informasi yang tersedia mengenai perkembangan penyakit, penting bagi keluarga untuk tetap mendapat informasi, namun juga tetap batasi jumlah dan sumber informasi yang dapat menyebabkan kecemasan. Organisasi seperti CDC dan WHO merekomendasikan untuk beristirahat sejenak dari mendengarkan berita dan membaca tentang COVID-19, termasuk membaca postingan di media sosial (Adams et al., 2021)

    4. Ibu terkadang menjadi kesal ketika bayi tidak mau berhenti menangis. Pahami bahwa cara bayi berkomunikasi untuk saat ini salah satunya dengan menangis. Mereka ingin menyampaikan kebutuhan yang mereka rasakan seperti lapar, basah, lelah, tidak nyaman, takut, sedih, atau terlalu banyak mendapat stimulasi. Jika hal ini terjadi, coba tenangkan bayi dengan gerakan, sentuhan, dan suara yang lembut. Akan tetapi jika ia masih menangis walaupun kamu sudah mencoba segala hal, tidak apa-apa untuk meminta tolong pasangan atau orang lain memegang bayi sementara. Biarkan bayi untuk menangis sejenak dan coba ambil momen jeda untuk menenangkan diri dengan meninggalkan ruangan dan mengatur pernafasan dalam-dalam sebelum kamu kembali lagi menanganinya.

    5. Beberapa orang tua baru memiliki pemikiran atau gambaran sekilas untuk menyakiti bayi, atau hal-hal buruk lainnya. Munculnya pikiran ini memang menakutkan dan membuat kita cemas sendiri, namun hal ini umum terjadi pada orang tua baru dan umumnya orang-orang yang memiliki pemikiran ini sangat jarang melakukan hal-hal yang seperti ada dalam pikirannya. 

Jika hal ini terjadi padamu, coba tempatkan bayi pada tempat yang aman, beri momen jeda, ambil posisi duduk yang nyaman, pejamkan mata, atur nafas pelan-pelan dan sedalam mungkin, rasakan perasaan intens yang datang pada tubuh, rasakan setiap hembusan napas, dengarkan setiap suara hembusan nafas, dengarkan suara-suara yang ada di ruangan sekitar, rasakan perubahan pada dirimu yang menjadi jauh lebih tenang, jika sudah siap untuk kembali ke kesadaran, silakan membuka mata. 

Jika kamu sudah melakukan hal-hal tersebut namun belum berhasil, usahakan untuk segera mencari bantuan profesional.

Nah, dari apa yang sudah kita bahas, semoga cukup membantu parents ya dalam menghadapi masa transisi di kala Pandemi Covid-19 ini!


Referensi

Adams, E. L., Smith, D., Caccavale, L. J., & Bean, M. K. (2021). Parents Are Stressed! Patterns of Parent Stress Across COVID-19. Frontiers in Psychiatry, 12. https://doi.org/10.3389/fpsyt.2021.626456

Centers for Disease Control and Prevention. (2021). Coping with Stress. Retrieved 2 November 2021, from https://www.cdc.gov/mentalhealth/stress-coping/cope-with-stress/index.html?CDC_AA_refVal=https%3A%2F%2Fwww.cdc.gov%2Fcoronavirus%2F2019-ncov%2Fdaily-life-coping%2Fmanaging-stress-anxiety.html

Darvill, R., Skirton, H., & Farrand, P. (2010). Psychological factors that impact on women’s experiences of first-time motherhood: A qualitative study of the transition. Midwifery, 26(3), 357–366. https://doi.org/10.1016/j.midw.2008.07.006

Iswara, A. (2021). Prediksi 450.000 Bayi Indonesia Lahir Usai Pandemi, Begini Kata Media Asing Halaman all - Kompas.com. Retrieved 1 November 2021, from https://www.kompas.com/global/read/2020/05/22/191329570/prediksi-450000-bayi-indonesia-lahir-usai-pandemi-begini-kata-media-asing?page=all

Matthey, S., Barnett, B., Howie, P., & Kavanagh, D. J. (2003). Diagnosing postpartum depression in mothers and fathers : whatever happened to anxiety ? 74, 139–147. https://doi.org/10.1016/S0165-0327(02)00012-5

Parfitt, Y., & Ayers, S. (2014). Transition to parenthood and mental health in first-time parents. Infant Mental Health Journal, 35(3), 263–273. https://doi.org/10.1002/imhj.21443

Schneiderman, N., Ironson, G., & Siegel, S. D. (2005). Stress and Health: Psychological, Behavioral, and Biological Determinants. Annual Review of Clinical Psychology, 1(1), 607–628. https://doi.org/10.1146/annurev.clinpsy.1.102803.144141

Solmeyer, A. R., & Feinberg, M. E. (2011). Mother and father adjustment during early parenthood: The roles of infant temperament and coparenting relationship quality. Infant Behavior and Development, 34(4), 504–514. https://doi.org/10.1016/j.infbeh.2011.07.006

Taubman-Ben-Ari, O., Ben-Yaakov, O., & Chasson, M. (2021). Parenting stress among new parents before and during the COVID-19 pandemic. Child Abuse & Neglect, 117(October 2020), 105080. https://doi.org/10.1016/j.chiabu.2021.105080

 Trueman, L. (2021). Covid-19: Becoming a parent during a pandemic. Retrieved 1 November 2021, from https://www.bbc.com/news/uk-northern-ireland-55705082

United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF). (2021). Coronavirus (COVID-19) parenting tips. Retrieved 2 November 2021, from https://www.unicef.org/coronavirus/covid-19-parenting-tips#15

(2021). Retrieved 2 November 2021, from https://womenshealthclinic.org/wp-content/uploads/2019/04/copingwithchange-English-Updated-March-19-2019.pdf

William, W. (2021). Angka kelahiran di Indonesia masih tinggi, mengapa mayoritas laki-laki ogah ikut KB. Retrieved 1 November 2021, from https://theconversation.com/angka-kelahiran-di-indonesia-masih-tinggi-mengapa-mayoritas-laki-laki-ogah-ikut-kb-146577


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel