2 Langkah Sederhana Mengatasi Burnout Saat Work From Home

Oleh:
Rinella Febry Autrilia, penulis merupakan mahasiswa Magister Profesi Psikologi Klinis Anak, Universitas Padjadjaran.


Rara merupakan seorang karyawan dari perusahaan e-commerce, sejak pandemi ia bekerja dari rumah. Atasan Rara memberi tugas pada pukul 10 malam, ia merasa cemas ketika menerima tugas tersebut dan berpikir harus langsung menyelesaikannya. Akhirnya, ia mengerjakan malam itu juga dan tidur terlambat. Keesokan paginya Rara merasa agak kelelahan, meskipun begitu, Rara merasa sangat lega setelah tugas tersebut selesai di malam itu juga. Hal ini terjadi berulang kali, setiap kali atasannya memberikan tugas di luar jam kerja, ia merasa harus segera menyelesaikannya.  Semakin lama, Rara merasa sangat kelelahan. Ia juga mulai merasa takut ketika ada notifikasi dari messengernya bahkan hingga akhirnya ia tidak ingin membuka pesan dari rekan-rekan kerjanya hingga tugas-tugasnya yang lain tidak terselesaikan.

Adanya pandemi Covid-19 membuat banyak perubahan dalam hidup kita. Sejak adanya pembatasan mobilitas, bekerja dari rumah atau work from home mulai banyak dilakukan. Sejak itu jumlah jam kerja daring dan beban pekerjaan cenderung meningkat (Prasetyaningtyas et al., 2021), bahkan tidak jarang rapat dilakukan pada waktu yang bersamaan. Hal ini terutama dirasakan pada jenis atau sektor pekerjaan tertentu, seperti dosen, pekerja di bidang teknologi dan komunikasi, e-commerce. 

Fenomena ini mengacaukan keseimbangan antara pekerjaan dan aspek kehidupan individu lainnya (Prasetyaningtyas et al., 2021). Para pekerja perlu mengorbankan aktivitas seperti tidur yang cukup, makan secara teratur, serta kebutuhan untuk bergerak, dan lain-lain yang berpotensi meningkatkan burnout pada pekerja, terutama bila dilakukan selama berkelanjutan. 

Apa itu Burnout?

Burnout adalah kondisi ketika stresor (pemicu stres) terus-menerus ada dan individu mengalami stres berkepanjangan dan sudah merasa tidak memiliki sumberdaya dari dalam diri untuk mengelolanya. Kondisi ini membuat para pekerja dapat merasa kelelahan baik secara fisik mau pun mental (Zou et al., 2016). Hasil penelitian menunjukkan bahwa burnout meningkat sejak pandemi (Mion et al., 2021).

Apa Saja sih Gejala Burnout? 

Ketika seseorang mengalami burnout, hal ini dapat menyebabkan performa kerjanya menurun, mereka mungkin mengerjakan sesuatu lebih lambat dan atau tidak akurat dibandingkan biasanya, sering tidak hadir di kantor, bahkan depresi dan kecemasan (Taylor, 2018; Zou et al., 2016), hingga penyakit-penyakit fisik.  

Tips Mengatasi Burnout

Merasa mulai burnout? Sebelum masalah tersebut bertambah parah, mari kita simak tips dan trik berikut ini!

1. Mencari tahu penyebab stres

Kita perlu mengetahui penyebab stres kita terlebih dahulu, agar kita dapat mengatasi stres kita dengan cara yang lebih tepat. Untuk mengetahui penyebab stres, kita perlu menanyakan pada diri kita beberapa hal berikut ini.

     Perilaku atau perasaan apa saja yang muncul dan mengganggu diri Anda?

     Situasi atau kejadian apa yang terjadi sebelum Anda merasakan hal tersebut?

     Apa dampak dari perilaku dan atau perasaan tersebut terhadap Anda? (dapat berupa dampak positif dan negatif) (Sharf, 2012; Taylor, 2018).  

Pada contoh kasus di awal, kita bisa melihat bahwa penyebab atau situasi sebelum tokoh Rara burnout adalah ketika atasannya memberi tugas pukul 10 malam. Kemudian, respon Rara terhadap pemicu stresnya adalah ia merasa cemas dan berpikir bahwa dirinya harus langsung menyelesaikan tugas tersebut. Akibat dari pemikiran tersebut, dampaknya adalah ia tidur terlambat, merasa sangat kelelahan, namun di satu sisi merasa sangat lega. Perasaan lega tersebut membuat Rara mengulangi pikiran dan perbuatan yang sama setiap kali atasannya memberikan tugas di luar jam kerja dan semakin lama membuat stres Rara menumpuk.

2. Cara Mengatasi Stres

Ketika kita dihadapkan pada situasi yang membuat stres, setidaknya ada dua cara utama yang dapat kita lakukan, yaitu yaitu problem-focused coping dan emotional coping (Lazarus & Folkman, 1984 dalam Stanisławski, 2019). Problem-focused coping merupakan cara menghadapi stresor dengan menyelesaikan masalah penyebab stres itu secara langsung. Di sisi lain, emotion-focused coping merupakan cara menghadapi stresor dengan menangani emosi kita terlebih dahulu. Berikut beberapa bentuk dalam mengatasi stres menurut Carver et al., (1989) dan Stanisławski (2019).


Untuk mengatasi stres agar tidak berkepanjangan dan menjadi burnout, kita perlu mengelola energi kita dengan baik. Pengelolaan energi melibatkan pengetahuan kita terhadap kapan kita dapat bekerja dengan optimal. Misalnya, Anda merasa bahwa waktu di pagi hari merupakan waktu yang terbaik untuk mengerjakan hal-hal yang membutuhkan brainstorming. Kemudian setelah bekerja 3 jam dengan fokus dan beristirahat 30 menit, Anda kemudian dapat bekerja lebih optimal dibandingkan tanpa istirahat.
 
Selain mengetahui seberapa besar energi yang kita miliki dan kapan waktu terbaik untuk menggunakannya, hal-hal tersebut juga perlu disertai dengan kemampuan untuk lebih asertif, yaitu mampu mengutarakan opini/kondisi diri dengan efektif. Misalnya, dengan memberitahu rekan kerja bahwa pekerjaan yang diberikan olehnya di luar jam kerja, jika bersifat tidak mendesak, akan dikerjakan oleh Anda di keesokan harinya. 

Dalam menghadapi stresor, tidak ada coping yang lebih baik dibandingkan yang lainnya. Kita membutuhkan kedua metode tersebut secara bergantian dan hal ini bergantung pada situasi yang dimiliki (Taylor, 2018). Misalnya, ketika seseorang merasa sangat lelah secara mental, cara yang lebih tepat untuk menghadapi penyebab stresnya mungkin berbasis emosi. Sementara ketika seseorang memiliki stresor karena mobilnya rusak saat hendak bekerja maka cara yang terbaik mungkin adalah problem-focused coping. Setelah mempelajari situasi stres dan mengetahui cara menghadapi penyebab stres, kita perlu berlatih menghadapi situasi stres dengan coping yang telah dipelajari. 

Kita juga perlu membangun lingkungan yang sehat, menghargai perilaku kesehatan seperti beristirahat dan menjaga keseimbangan hidup. Misalnya pada level individu membatasi waktu bekerja, menggunakan hak cuti dan pada level yang lebih tinggi, perusahaan dapat mengatur jam kerja ketika bekerja dari rumah, mempermudah pengajuan hak cuti.

Referensi

Carver, C. S., Scheier, M. F., & Weintraub, K. J. (1989). Assessing Coping Strategies: A Theoretically Based Approach. Journal of Personality and Social Psychology, 56(2), 267–283. https://doi.org/10.1037/0022-3514.56.2.267

Mion, G., Hamann, P., Saleten, M., Plaud, B., & Baillard, C. (2021). Psychological impact of the COVID-19 pandemic and burnout severity in French residents: A national study. European Journal of Psychiatry, 35(3), 173–180. https://doi.org/10.1016/j.ejpsy.2021.03.005

Prasetyaningtyas, S. W., Heryanto, C., Nurfauzi, N. F., & Tanjung, S. B. (2021). THE EFFECT OF WORK FROM HOME ON EMPLOYEE PRODUCTIVITY IN BANKING INDUSTRY. Jurnal Aplikasi Manajemen, 19(3), 507–521. https://doi.org/10.21776/ub.jam.2021.019.03.05

Sharf, R. S. (2012). Theories of Psychotherapy and Counseling (5th ed.). Cengage Learning.

Stanisławski, K. (2019). The coping circumplex model: An integrative model of the structure of coping with stress. Frontiers in Psychology, 10(MAR), 1–23. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2019.00694
Taylor, S. E. (2018). Health Psychology. In The Palgrave Handbook of the Psychology of Sexuality and Gender (10th ed.). McGraw-Hill Education.

Zou, G., Shen, X., Tian, X., Liu, C., Li, G., Kong, L., & Li, P. (2016). Correlates of psychological distress, burnout, and resilience among Chinese female nurses. Industrial Health, 54(5), 389–395. https://doi.org/10.2486/indhealth.2015-0103


*Bagi teman-teman yang ingin turut serta dalam Positive Writing, kami  dengan senang hati menanti tulisan teman-teman. Kirimkan via email indonesia.positivemovement@gmail.com

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel