Efektifkah Konseling Online di Masa Pandemi?

Oleh: 
Hana Berliani Adiningsih, penulis merupakan mahasiswa Magister Profesi Psikologi Klinis Dewasa, Universitas Padjadjaran.


Tidak seorang pun luput dari dampak pandemi covid-19. Adanya pembatasan aktivitas di luar rumah mengubah keseharian kita secara drastis. Mulai dari pendidikan jarak jauh, pelarangan aktivitas yang berpotensi menimbulkan kerumunan, hingga penerapan teknologi dalam penyediaan jasa. Salah satu bidang yang turut beradaptasi terhadap perubahan tersebut adalah penyedia layanan kesehatan mental. Kini, penggunaan konseling online menjadi semakin marak (Baker & Ray, 2011). Layanan tersebut besar potensinya untuk bertahan, bahkan setelah pandemi usai.

 

Apa itu Konseling Online?  

          Konseling online adalah pemberian bantuan secara profesional oleh terapis atau konselor kepada klien yang berada di lokasi yang berbeda sehingga memerlukan bantuan teknologi dalam prosesnya (Purwaningrum et al., 2021). Permasalahan yang dibahas cukup beragam, menyangkut masalah emosi, stres, relasi, pekerjaan, dsb. Konseling online dapat dilaksanakan melalui berbagai bentuk media, seperti video call, telepon, hingga berbasis teks seperti chat dan email. Kini, telah banyak lembaga menyediakan pilihan konseling online.

          Meskipun telah berlangsung selama setidaknya satu tahun, konseling online tidak luput dari beberapa tantangan. Pertama, terdapat kemungkinan adanya kendala teknologi & internet, terutama pada klien atau konselor yang berada di daerah dengan jangkauan sinyal yang kurang baik. Kedua, tidak semua masalah psikologis dapat diatasi secara online. Beberapa masalah mungkin sulit ditangani tanpa bertemu secara langsung. Ketiga, tidak semua bentuk asesmen dan intervensi memungkinkan untuk dilakukan secara online kepada klien (Kraus et al., 2004).

 

Keuntungan Konseling Online

          Terlepas dari tantangan-tantangan tersebut, konseling online tetap memberikan banyak manfaat. Berikut empat alasan mengapa konseling online adalah pilihan yang menguntungkan.

1.      Lebih sedikit stigma sosial

         Beberapa orang masih menganggap mencari bantuan kepada tenaga profesional sebagai sesuatu yang tabu. Adanya stigma sosial tersebut seringkali membuat klien enggan mencari bantuan. Proses konseling online yang dapat dilakukan dari rumah dapat mengatasi hal tersebut karena privasi klien lebih terjaga (Thriveworks Counseling, 2021).

2.      Praktis, hemat, dan fleksibel

         Karena konseling dapat dilakukan tanpa perlu beranjak dari rumah, tentu pelaksanannya menjadi lebih praktis. Baik klien dan konselor tidak perlu meluangkan waktu dan biaya perjalanan. Hal tersebut membuat proses konseling lebih fleksibel untuk dilakukan (Thriveworks Counseling, 2021).

3.      Mudah diakses tanpa batas wilayah

         Secara statistik, akses masyarakat Indonesia terhadap layanan kesehatan mental sebenarnya belum merata (Kementerian Kesehatan RI, 2019). Masyarakat di beberapa daerah masih kesulitan karena lembaga tersebut belum tersedia. Jika pun ada, jaraknya bisa jadi sulit dijangkau. Adanya konseling online dapat membantu menyelesaikan hal tersebut karena konselor dan klien tidak harus bertemu tatap muka untuk bisa terhubung (Thriveworks Counseling, 2021).

4.      Terbukti efektif

         Sebuah penelitian di Swiss mencoba membandingkan dampak terapi psikologis kognitif secara online dan tatap muka. Dalam penelitian tersebut, gejala dari masalah psikologis diukur sebelum dan sesudah menjalani terapi. Hasilnya, ternyata tidak terdapat perbedaan signifikan terkait level pemulihan dan tingkat gejala pada klien yang menjalani terapi secara online maupun tatap muka (Wagner et al., 2014). Artinya, pelaksanaan konseling online bukan menjadi penghalang selama konseling dilakukan sesuai prosedur.

 

Tips Memaksimalkan Konseling Online

Tertarik untuk menjalani konseling online? Berikut beberapa tips untuk klien agar mendapatkan manfaat sebesar-besarnya dari konseling online

1.      Mencari informasi terkait lembaga yang sekiranya cocok

Umumnya, lembaga layanan kesehatan mental terbuka menangani masalah psikologis apa pun. Akan tetapi, beberapa lembaga mungkin punya lebih banyak pengalaman menangani isu tertentu. Oleh karena itu, tidak ada salahnya mencari informasi untuk mengenal lembaga tersebut terlebih dahulu sebelum memilih.

2.      Mempersiapkan ruangan yang kondusif

        Kenyamananmu adalah hal terpenting. Agar sesi konseling dapat berjalan lancar, pastikan tidak ada hal yang mendistraksi dan mengganggumu berproses dalam sesi konseling (Finch, 2020).

3.      Mempersiapkan hal yang ingin disampaikan

         Membuka diri terkait masalah yang sedang dihadapi pada orang yang belum dikenal bisa jadi tantangan tersendiri. Oleh karena itu, kamu boleh mencoba memikirkan apa saja hal yang ingin disampaikan atau ditanyakan. Jika perlu, kamu bisa mencatatnya agar tidak ada poin yang terlewat saat sesi berlangsung. Jangan khawatir karena konselor sudah terlatih untuk mendengarkan dengan empatik.

4.      Terbuka dengan metode-metode baru

        Dalam konseling online, tidak jarang konselor menggunakan tools atau software tertentu untuk menunjang sesi konseling. Selama tidak memberatkanmu, penggunaan teknologi bisa jadi aktivitas yang menarik dan membantumu lebih memahami kondisi yang sedang kamu hadapi (Finch, 2020).

5.      Jangan ragu memberi kritik atau penilaian kepada konselor

        Pada dasarnya, konseling online telah dilakukan jauh sebelum masa pandemi. Namun, penggunaannya belum sepopuler saat ini. Transisi ini merupakan hal baru bagi konselor maupun klien. Oleh sebab itu, jangan sungkan menyampaikan kritik dan saran jika ada hal yang dirasa kurang nyaman. Masukan tersebut bisa jadi membuat sesi konseling berikutnya kian lancar dan efektif (Finch, 2020).

          Menjaga kesehatan mental adalah tanggung jawab kita untuk mencapai kehidupan yang lebih bahagia. Jangan ragu untuk mencari bantuan ketika kamu membutuhkannya. Semoga kita senantiasa aktif menjaga kesehatan mental kita di tengah berbagai keterbatasan sekalipun.

 

REFERENSI


Baker, K. D., & Ray, M. (2011). Online counseling: The good, the bad, and the possibilities. Counselling Psychology Quarterly, 24(4), 341–346. https://doi.org/10.1080/09515070.2011.632875

Finch, S. D. (2020). 7 Tips for Making the Most of Online Therapy During the COVID-19 Outbreak. Healthline. https://www.healthline.com/health/mental-health/7-essential-tips-for-making-the-most-of-online-therapy-during-covid-19

Kementerian Kesehatan RI. (2019). Situasi Kesehatan Jiwa Di Indonesia. In InfoDATIN (p. 12). InfoDATIN.

Kraus, R., Zack, J. S., & Stricker, G. (2004). Online Counseling : A Handbook for Mental Health Professionals. Elsevier Academic Press.

Purwaningrum, R., Susilo, A. T., & Suryawati, C. T. (2021). Aplikasi konseling online pada masa pandemi Covid-19 : systematic literature review. Jurnal Bimbingan Dan Konseling, 5(2), 185–198. https://doi.org/10.26539/teraputik.52705

Thriveworks Counseling. (2021). Online Counseling: Pros and Cons. https://thriveworks.com/online-counseling/why-online-counseling-is-useful-for-90-of-clients/

Wagner, B., Horn, A. B., & Maercker, A. (2014). Internet-based versus face-to-face cognitive-behavioral intervention for depression: A randomized controlled non-inferiority trial. Journal of Affective Disorders, 152154(1), 113–121. https://doi.org/10.1016/j.jad.2013.06.032



 *Bagi teman-teman yang ingin turut serta dalam Positive Writing, kami  dengan senang hati menanti tulisan teman-teman. Kirimkan via email indonesia.positivemovement@gmail.com

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel