6 Teori yang Menjelaskan Proses Atribusi



Teori atribusi dikembangkan oleh Fritz Heider, pada tahun 1958 yang menjelaskan bahwa perilaku seseorang akan ditentukan oleh kombinasi antara kekuatan internal, yaitu faktor-faktor yang berasal dari diri seseorang, dan kekuatan eksternal, yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar diri seseorang. Temuan dan teorinya kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Harold Kelley dan Bernard Weiner.

Dalam menjelaskan proses teori atribusi lebih lanjut, kita dapat melihat enam teori yang menjelaskan tentang atribusi diantaranya Heider’s theory of commonsense psychology, Jones and Davis’s correspondent inference theory, Kelley’s attribution contributions, Schachter’s theory of emotional lability, Bem’s Self-Perception Theory, Weiner’s Attributional Model of Motivated Behavior. 

Adapun penjelasan dari teori tersebut adalah sebagai berikut:

1. Heider’s theory of commonsense psychology 

Heider mencoba mengeksplorasi hakikat hubungan interpersonal, dan menganut konsep yang disebutnya "common sense" atau "naïve psychology". Dalam teorinya, dia percaya bahwa orang mengamati, menganalisis, dan menjelaskan perilaku dengan penjelasan. Meskipun orang memiliki jenis penjelasan yang berbeda untuk kejadian perilaku manusia, Heider merasa sangat berguna untuk mengelompokkan penjelasan menjadi dua kategori; Atribusi internal (pribadi) dan eksternal (situasional). 

Ketika atribusi internal dibuat, penyebab perilaku yang diberikan ditetapkan ke karakteristik individu seperti kemampuan, kepribadian, suasana hati, upaya, sikap, atau disposisi. Ketika atribusi eksternal dibuat, penyebab perilaku yang diberikan ditetapkan ke situasi di mana perilaku itu dilihat seperti tugas, orang lain, atau keberuntungan (bahwa individu yang menghasilkan perilaku melakukannya karena lingkungan sekitar atau situasi sosial). Kedua jenis ini menyebabkan persepsi yang sangat berbeda tentang individu yang terlibat dalam suatu perilaku.

2. Jones and Davis’s correspondent inference theor

Teori ini menjelaskan bahwa seseorang membuat kesimpulan koresponden dengan meninjau konteks perilaku. Ini menggambarkan bagaimana orang mencoba untuk mengetahui karakteristik pribadi individu dari bukti perilaku. Orang membuat kesimpulan berdasarkan tiga faktor; derajat pilihan, perilaku yang diharapkan, dan efek dari perilaku seseorang.

3. Kelley’s attribution contributions

Melihat pada tiga jenis informasi utama yang digunakan untuk membuat keputusan pengaitan tentang perilaku individu. Yang pertama adalah informasi konsensus, atau informasi tentang bagaimana orang lain dalam situasi yang sama dan dengan stimulus yang sama berperilaku. Yang kedua adalah informasi yang berbeda, atau bagaimana individu menanggapi rangsangan yang berbeda. Ketiga adalah informasi konsistensi, atau seberapa sering perilaku individu dapat diamati dengan stimulus yang sama tetapi situasi yang bervariasi. Dari ketiga sumber penegasan ini, pengamat membuat keputusan atribusi atas perilaku individu baik internal maupun eksternal.

4. Schachter’s theory of emotional lability 

Menjelaskan bahwa individu memiliki tanggapan afektif awal terhadap konsekuensi potensial dari motif intrinsik atau ekstrinsik aktor, yang pada gilirannya mempengaruhi perilaku masa depan. Artinya, persepsi atau atribusi seseorang tentang mengapa mereka berhasil atau gagal dalam suatu aktivitas menentukan jumlah upaya yang akan dilakukan orang tersebut dalam aktivitas di masa depan. 

Weiner menyarankan agar individu melakukan pencarian atribusi mereka dan secara kognitif mengevaluasi properti kasual pada perilaku yang mereka alami. Ketika atribusi mengarah pada pengaruh positif dan harapan tinggi untuk sukses di masa depan, atribusi tersebut harus menghasilkan kemauan yang lebih besar untuk mendekati tugas pencapaian serupa di masa depan daripada atribusi yang menghasilkan pengaruh negatif dan harapan rendah untuk sukses di masa depan.

5. Bem’s Self-Perception Theory 

Teori ini menjelaskan bahwa seseorang menyimpulkan sikap mereka sendiri seperti mereka menyimpulkan sikap orang lain – yaitu, dengan mengamati perilaku mereka sendiri.

6. Weiner’s Attributional Model of Motivated Behavior

Model atribusi Weiner (1988) yang awalnya berasal dari teori Heider, tetapi berbeda dari model atribusi lainnya. Padahal mereka berusaha menetapkan aturan umum atau bebas konten, model Weiner dikembangkan di konteks perilaku motivasi yang khusus, yaitu, prestasi dan menolong.

Referensi:

Fiske, S. T., & Taylor, S. E. (2013). Social cognition. Mcgraw-Hill Book Company.

Heider, F. (1958). The naive analysis of action. New York: Wiley

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel