Virus Corona: Cara Menyikapi Psikosomatis Akibat Kecemasan Berlebih
Setelah wabah Corona semakin marak diberitakan, orang-orang
dengan mudah mengakses atau bahkan ikut menyebarkan berbagai informasi
tersebut. Hanya saja, mereka tidak menyadari jika hal tersebut di satu sisi
dapat menimbulkan kecemasan yang berlebih. Cara kita menanggapi Covid-19 tentu
berbeda-beda. Namun bagi mereka yang mudah cemas atau merasa terganggu, deretan
informasi tentang Covid-19 ini bisa saja jadi sesuatu yang berbahaya.
Beberapa orang bisa saja akan mengalami psikosomatis. Nah,
apa sebenarnya psikosomatis di tengah wabah corona itu?
Pernahkah baru-baru ini anda batuk atau suhu tubuh tinggi
lalu kemudian anda berpikir jika diri anda mungkin terkena virus Corona?
Dengan banyaknya informasi yang bertebaran, tentu kita dengan
mudah mengetahui ciri-ciri atau indikasi bagi mereka yang terserang wabah ini.
Tapi kita tidak menyadari jika cara kita tersebut sebenarnya kerap keliru. Nah,
pada titik inilah psikosomatis kerap berlaku bagi beberapa orang.
Secara umum kita telah membahas psikosomatis pada postingan sebelumnya. Untuk dapat
membacanya lebih lengkap, dapat membacanya melalui link ini.
Konsep sederhana psikosomatis adalah perasaan psikis yang
membuat seseorang mampu memengaruhi
kondisi tubuhnya. Psikosomatis muncul dari tekanan-tekanan emosional dan
psikologis atau gangguan fisik yang terjadi sebagai akibat dari kegiatan psikologis
yang berlebihan dalam mereaksi gejala emosi.
Pada masa penyebaran virus Corona ini, kita bisa belajar
dari kondisi sebelumnya. Dalam penelitian yang berjudul Psychological
Predictors of Anxiety in Response to the H1N1 (Swine Flu) Pandemic. Para peneliti
menemukan hasil bahwa respon masyarakat terhadap pandemi tersebut menimbulkan
kecemasan yang berlebih dan menimbulkan perubahan perilaku.
Menurut peneliti,
masa-masa pandemi seperti ini dapat menimbulkan perubahan perilaku seperti
meningkatnya kesadaran hidup bersih, tapi di sisi yang berbeda juga menimbulkan
efek kecemasan yang berlebih. Tak jarang bila seseorang terserang psikosomatis
melihat berbagai informasi atau berita yang ada.
Peneliti pun beranggapan bila kita kerap merespon kondisi tubuh
secara keliru. Akibat dari akses informasi yang berlebih, stimulus kecil sekali
pun dapat kita respon secara berlebihan. Pusing atau sesak napas kadang menjadi
sesuatu yang normal terjadi, namun maraknya situasi akibat corona yang diberitakan,
gejala itu kemudian dianggap sebagai corona.
Beberapa perilaku hidup sehat yang berlebihan, seperti
mencuci tangan, konsultasi ke dokter, juga dapat menjadi sesuatu yang buruk.
Sekiranya hal tersebut dapat diseimbangkan dengan bijak. Cara kita merespon
virus corona ini sekiranya dapat lebih tenang dan berpikir secara jernih.
Beberapa peneliti mengemukakan kemungkinan hadirnya psychogenic
coughs, atau batuk psikosomatis. Kecemasan berlebih juga dapat menimbulkan
gejala ini. Terlebih jika berada di tengah keramaian. Informasi tentang gejala
Covid-19 yang dapat diketahui dari batuk membuat kita cenderung berpikir
mengalami hal serupa. Sementara itu hanya gejala psikologis akibat kerja
pikiran yang merespon situasi di luar sana.
Dalam kasus corona, gejalanya sangat jelas dan dapat kita
ketahui seperti demam tinggi, nyeri otot, batuk kering. Batuk psikosomatis
biasanya hanya terjadi dalam kondisi-kondisi tertentu. Seperti saat sebelum
tidur atau bahkan saat berada di kerumunan orang banyak.
Menyikapi kondisi ini, kita cukup memahami konsep
psikosomatis yang bekerja akibat kelelahan psikologis. Dengan menjaga serta
mengendalikan kondisi psikis kita, sekiranya gangguan psikosomatis dapat
dicegah dan membuat kita lebih aman dan tenang.
Referensi:
Wheaton, Michael G., Jonathan S. Abramowitz, Noah C. Berman,
Laura E. Fabricant, and Bunmi O. Olatunji. 2012. “Psychological Predictors of
Anxiety in Response to the H1N1 (Swine Flu) Pandemic.” Cognitive Therapy and
Research 36 (3): 210–18. doi:10.1007/s10608-011-9353-3.