4 Penelitian Eksperimen Psikologi Sosial yang Menarik Dikembangkan



Para ilmuwan dalam bidang psikologi sosial berusaha menjawab beberapa kejadian yang berkaitan dengan cara manusia dalam memahami berbagai situasi yang terjadi di sekitarnya. Melalui itu, dirancanglah sejumlah penelitian yang dengan langsung dapat memperlihatkan reaksi manusia pada situasi tertentu. 


Berikut 4 penelitian eksperimen psikologi sosial yang menarik dikembangkan:


1. Marshmallow Test Experiment

Selama akhir 1960-an dan awal 1970-an, seorang psikolog bernama Walter Mischel memimpin serangkaian percobaan tentang delayed gratification. 

Mischel tertarik untuk mempelajari apakah kemampuan delayed gratification mungkin menjadi prediktor kesuksesan kehidupan di masa depan. Dalam eksperimen yang dilakukan Mischel, anak-anak berusia antara 4 dan 6 tahun ditempatkan dalam sebuah ruangan dengan camilan marshmallow. Sebelum meninggalkan ruangan, eksperimen itu memberi tahu setiap anak bahwa mereka akan menerima hadiah kedua jika hadiah pertama masih ada di meja setelah 15 menit.

Studi lanjutan yang dilakukan bertahun-tahun kemudian menemukan bahwa anak-anak yang dapat menunda kepuasan tidak lebih baik di berbagai bidang, termasuk secara akademis. Mereka yang mampu menunggu 15 menit untuk perawatan kedua cenderung memiliki skor SAT yang lebih tinggi dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

2. Halo Effect Experiment

Dalam sebuah eksperimen yang dijelaskan dalam sebuah paper yang diterbitkan pada tahun 1920, psikolog Edward Thorndike meminta komandan militer untuk memberikan peringkat berbagai karakteristik bawahan mereka. Thorndike tertarik untuk mempelajari bagaimana kesan sebuah kualitas, seperti kecerdasan, bercampur dengan persepsi karakteristik pribadi lainnya, seperti kepemimpinan, kesetiaan, dan kejujuran.

Thorndike menemukan bahwa ketika orang memiliki kesan baik tentang satu karakteristik, perasaan baik itu cenderung memengaruhi persepsi terhadap kualitas lain. Misalnya, ketika kita berpikir bila seseorang itu menarik, hal itu dapat menciptakan efek halo yang membuat orang juga percaya bahwa orang itu baik, cerdas, dan lucu. Efek sebaliknya juga benar. 

Ketika orang memiliki kesan yang baik tentang satu karakteristik, perasaan baik itu cenderung memengaruhi persepsi tentang sifat-sifat lain.


3. False Consensus Experiment

Selama akhir tahun 1970-an, peneliti Lee Ross dan rekan-rekannya melakukan beberapa percobaan yang mencengangkan. Dalam sebuah percobaan, para peneliti meminta peserta memilih cara untuk menanggapi konflik yang dibayangkan dan kemudian memperkirakan berapa banyak orang yang juga akan memilih resolusi yang sama. Mereka menemukan bahwa apa pun pilihan yang dipilih responden, mereka cenderung percaya bahwa sebagian besar orang lain juga akan memilih opsi yang sama.

Dalam penelitian lain, para peneliti meminta siswa di kampus untuk berjalan-jalan membawa iklan besar bertuliskan "Eat at Joe's". Para peneliti kemudian meminta para siswa untuk memperkirakan berapa banyak orang yang akan setuju untuk membawa iklan. Peneliti melihat bahwamereka yang setuju untuk membawa iklan tersebut, percaya bahwa mayoritas orang juga akan setuju untuk membawa tanda itu. Mereka yang menolak merasa bahwa mayoritas orang akan menolak juga.

Hasil percobaan ini menunjukkan apa yang dikenal dalam psikologi sebagai False Consensus Experiment.


4. Robbers Cave Experiment

Mengapa konflik kerap terjadi dalam dua kelompok yang berbeda? Sebuah eksperimen kelompok melibatkan 22 anak laki-laki berusia 11-12 tahun di lokasi perkemahan Robbers Cave Park, Oklahoma. Anak-anak tersebut dipisah menjadi dua kelompok, dan menghabiskan sepekan pertama mereka berbaur antar kelompok. Belum juga memasuki tahap kedua eksperimen, anak-anak ini telah menyadari bahwa mereka memiliki kelompok dan bahwa ada kelompok lain, tepat disaat peneliti memberikan permainan kompetisi secara langsung, satu sama lain. Hal ini lekas menimbulkan perselisihan saat anak-anak lebih memperhatikan sesama anggotanya dan mengabaikan anggota kelompok lain. Di akhir eksperimen, peneliti memberikan tugas yang melibatkan kerjasama antar kedua kelompok. Tugas ini bahkan memberikan peluang anak-anak untuk lebih saling mengenal anggota dari kelompok lain dan bahkan meredakan nuansa persaingan diantara mereka.

Psikolog, Muzafer Sherif mengemukakan bahwa konflik antar kelompok cenderung muncul karena adanya persaingan sumber daya, stereotipe, dan prasangka.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel