Sekilas Skizofrenia: Diagnosa, Penyebab, dan Pengobatan




Pada tahun 2013, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia melalui Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) merilis temuan bahwa, kemungkinan 1 hingga 2 orang dari tiap 1000 penduduk Indonesia, mengalami gangguan jiwa berat, termasuk skizofrenia.

Sebelum versi DSM V dirilis pada tahun 2013, skizofrenia sebelumnya digolongkan dalam beberapa jenis seperti paranoid, catatonic, undifferentiated, dan residual. Tapi setelah DSM V diterbitkan, jenis itu kemudian dihilangkan. Hal itu di satu sisi membuat diagnosa skizofrenia sulit untuk dipahami. Tapi secara umum, skizofrenia mengacu pada ketidakteraturan proses pikir, perilaku dan emosi.

Cara mendiagnosa skizofrenia
Demi menghasilkan diagnosa yang tepat, dibutuhkan serangkain pemeriksaan yang menyeluruh. Mulai dari pemeriksaan fisik, darah, tiroid, tes narkoba dan alcohol, juga tes MRI dan CT scan untuk melihat proses kerja otak.

Selain itu, evaluasi psikologis perlu dilakukan untuk melihat proses berpikir, perasaan, pila perilaku, riwayat keluarga, serta riwayat medis pasien.

Diagnosis dibuat sesuai dengan kriteria DSM-5, yaitu sebagai berikut:

Seseorang mesti mengalami dua atau lebih hal di bawah ini (paling tidak salah satu yang muncul ada di tiga list pertama yang ada di daftar) paling tidak selama sebulan:

Delusi
Halusinasi
Cara bicara yang tak teratur
Perilaku katatonik atau sesuatu yang begitu aneh
Negative symptoms

Selain itu, tampak terjadi penurunan fungsi hidup, dan tanda-tanda gangguan terus menerus selama setidaknya 6 bulan.

Perilaku aneh atau tak menentu
Apa yang dimaksud dengan perilaku demikian? Secara sederhana, masalah ini ada pada list ketiga dan keempat dari yang tercantum pada DSM-5. Seseorang mengalami masalah ini jika memperlihatkan gejala seperti di bawah ini:

Bermasalah dengan tugas rutin seperti cara berpakaian, mandi, sikat gigi
Memperlihatkan emosi yang tak sesuai dengan situasi sebenarnya
Perasaan menjadi datar atau tumpul
Gangguan komunikasi, termasuk bicara
Bermasalah dalam menggunakan atau menerima kata-kata
Tak mampu berpikir jernih
Kata-kata yang tak masuk akal
Berpindah pikiran dengan cepat tanpa koneksi logis
Menulis banyak hal tanpa makna
Lupa atau kehilangan barang
Berjalan mondar-mandir atau melingkar
Memiliki masalah dalam hal memahami situasi sehari-hari
Merespon pertanyaan dengan jawaban yang tak berhubungan
Mengulang hal yang sama berulang-ulang
Masalah dengan menyelesaikan tugas
Kurangnya dorongan dalam diri
Tak melakukan kontak mata
Perilaku seperti anak kecil
Melakukan penarikan sosial

Kemunculan skizofrenia
Usia puncak timbulnya skizofrenia ada pada awal hingga pertengahan usia 20-an pada pria dan akhir 20-an untuk wanita. Skizofrenia paling sering didiagnosis sejak remaja hingga dewasa awal.

Penyebab  skizofrenia
Sulit memastikan hal tersebut, namun diyakini berasal dari gabungan faktor biologis dan lingkungan, juga terkait dengan kondisi sel otak dan sistem neurotransmitter yang keliru. 
Selain itu, beberapa kemungkinan yang dapat memunculkan skizofrenia adalah:

Sejarah keluarga yang juga pernah mengalami
Infeksi virus saat di janin selama kehamilan (seperti, influenza, herpes, toksoplasmosis, rubella)
Malnutrisi saat hamil
Mengalami  stress berat saat kanak-kanak
Terlahir dari orang tua yang usianya senja
Menggunakan obat-obatan berlebih selama masa remaja
Memiliki satu atau lebih dari hal di atas bukan berarti kita terserang. Tapi bisa menjadi langkah waspada untuk dipelajari dan dipahami sejak dini.

Pengobatan
Beberapa cara dapat dilakukan untuk melakukan pengobatan, seperti obat antipsikotik, terapi, Electro-Convulsive Therapy (ECT), Skills Training, dan dukungan keluarga.

Sekiranya, kita bisa belajar memahami kondisi yang menyerang penderita skizofrenia dan berjuang bersama. Gejala atau masalah yang dihadapi butuh dukungan atau bantuan orang lain, dengan cara itu kita dapat meringankan beban yang dialami.


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel