Hidup Itu Susah Yahh Hahaha
INDOPOSITIVE.org—Ada
perang dalam diri setiap orang. Tidak semua dari perang itu bisa dituntaskan
sendiri. Tidak semua dampak kekalahan bisa dipikul sendiri: kita butuh orang
lain.
Mungkin
karena itu, seseorang mengirim
pesan ke akun Instagram saya pada satu malam. Ia menulis, “hidup itu susah yahh
hahaha,” persis seperti judul catatan ini. Saya tahu, ia lelah menghadapi
banyak tuntutan baru dalam hidup.
Pada malam yang sama, di kedai kopi, seorang
lelaki mendorong pintu dan berkata pada temannya, “rajin-rajin ko cari masalah supaya cepat ko dewasa.” Ia mengatakan itu, mungkin, dengan
maksud bercanda. Ia tertawa setelah mengatakannya. Tapi sesuatu dalam kepala
saya menimpali dengan serius.
Masalah adalah keniscayaan. Ia pasti tiba
tanpa dicari. Tekanan atau ketegangan bisa lahir dari harapan yang terluka: harapan
kita dan kenyataan saling memunggungi, atau harapan kita membentur harapan
orang yang kita sayangi.
Kita membenci masalah, sekaligus
membutuhkannya. Viktor Frankl, seorang neurolog dan psikiater, menyatakan bahwa
ketegangan batin yang muncul karena pencarian makna hidup, adalah syarat yang
dibutuhkan demi tercapainya kesehatan mental. Ia menyatakan itu dalam bukunya, Man’s Search for Meaning, yang diterbitkan
Noura Books pada tahun 2017.
Setahun
setelah buku itu terbit, adalah tahun yang berat bagi saya. Mendekati ujung
tahun 2018, saya mesti menanggalkan banyak harapan. Keadaan itu memunculkan
rasa bersalah, penyesalan, dan perasaan tidak berguna. Semua menumpuk dan
menimpuk saya dari dalam. Saya seperti ada dalam palung gelap—dan tidak bisa
keluar dari sana. Pada waktu tertentu, saat semuanya memuncak, saya seperti
ingin meledak meninju apa saja di sekitar saya.
Orang-orang
yang tidak mengenal saya dengan baik, mungkin, akan bertanya-tanya membaca
paragraf di atas, atau mungkin bersikap biasa saja. Mereka mungkin akan
menyangkal paragraf itu sebab, menurut mereka, saya selalu terlihat baik-baik
saja.
Sayang
sekali. Yang tampak di permukaan, tidak selalu sama dengan yang bergolak di
dasar. Mata sering kali menipu.
Yang
tertawa paling keras, kadang, adalah yang paling deras badai dalam dirinya. Saya
mengenal beberapa orang seperti itu. Celakanya, semakin banyak mengenal orang
seperti itu, semakin banyak pula saya mengenal orang yang gemar menyimpulkan
hidup orang lain.
Pemahaman
terhadap orang lain hanya bisa didapat dengan empati. Harper Lee, seorang novelis
Amerika, bahkan bilang, “kau
tidak akan dapat memahami seseorang hingga kau melihat segala sesuatu dari
sudut pandangnya… hingga kau menyusup ke balik kulitnya dan menjalani hidup
dengan caranya.” Ia menyitir itu dalam novel pertamanya, To Kill A Mockingbird.
Novel
lain yang selalu saya ingat saat saya sedang tidak baik-baik saja adalah The Sun Also Rises, Ernest Hemingway. Di
novel itu, Hemingway bilang, “kamu tidak bisa lari dari
dirimu sendiri dengan cara berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Tidak ada
gunanya.”
Setelah
beberapa hari merasa malas bertemu orang lain, mungkin juga takut, saya
memutuskan keluar rumah. Apa yang saya dapatkan di luar rumahlah, yang mungkin,
akhirnya menarik saya, pelan-pelan, keluar dari palung gelap hidup saya.
Orang-orang
bertanya, saya sedang sibuk apa sekarang, atau, darimana saja saya selama ini. Beberapa
orang datang mengeluhkan sesuatu, yang sudah lama ingin mereka bagi, tapi mereka
tidak tahu ingin dibagi pada siapa. Hal-hal kecil seperti itu—dan hal kecil
lain yang mungkin saya tidak sadari—rasanya, mengembalikan energi saya.
Begitulah.
Saya tidak ingat kapan tepatnya saya memutuskan memaafkan banyak hal—termasuk
memaafkan diri sendiri—lalu kembali menyusun alasan yang bisa menyulut semangat
saya lagi.
Pengalaman
demikian membuat saya, pada satu hari, bertanya melalui Instagram. Menutup catatan
ini, saya ingin membagi semua tanggapan atas pertanyaan itu. Menggunakan fitur
Instastory, saya bertanya, “tindakan kecil apa dari orang lain yang bikin kamu
merasa bernilai?” Dan inilah jawaban-jawaban yang masuk ke akun saya:
1. Seseorang mencari saya karena ingin berbagi
cerita
2. Pamit setiap beranjak
3. Senyum
4. Sabar menanti, asike hahahh
5. Memperhatikan dan mendengarkan saya saat
berbicara
6. Dikasih oleh-oleh padahal tidak minta
7. Dijadikan tempat curhat
8. Dijadikan tempat curhat
9. Dijadikan tempat curhat
10. Senyum
11. Dimintai
pendapat
12. Dimintai
pendapat
13. Dimintai
pendapat
14. Dimintai
pendapat
15. Tanggapan
serius apa pun pertanyaanku
16. Jujur
17. Dihargai
18. Diajak
19. Didengarkan
ketika sedang curhat atau punya masalah
20. Dipeluk
uwu
21. Disapa,
dipuji, dihargai
22. Seperti
membalas, aku juga mau jadi pacarmu
23. Ucapan
terima kasih usai saya membantu orang lain cukup membuat saya senang
24. Meminta
bantuan
25. Disenyumi
dengan ramah
26. Menceritakan
hal penting tentangnya kepada saya
27. Kalau
ditanya, “baik-baik jko?” Hehehe
28. Tetap
berada di sisi walaupun sedang tidak punya apa-apa
29. Ucapan
terima kasih
30. Menyapa
dan senyum
31. Menghargai
keberadaan
32. Dimintai
pendapat ketika ingin membeli suatu barang
33. Kalau
selesai curhat, orang lain senyum dan say
thanks sudah mau curhat ke dia
34. Sederhana,
cukup disenyumi aja
35. Senyum
36. Saat
orang lain percaya pada keputusan saya. Di situ gue benar-benar merasa punya nilai yang unlimited.
37. Fast
response kalau chat/messages
38. “Terima
kasih”
39. Jadi
tempat curhat
40. Ucapan
terima kasih
41. Mengucapkan
terima kasih
42. Ditunggui
sampai pulang, dan buka pintu untuk orang lain
43. Kalau
bilang “terima kasih”
44. Ketika
barang yang kita kasih dipakai sama orangnya
45. Tertawa
bersama ketika kita melucu
46. Tonda
motor
47. Dengar
kita kalau lagi curhat tanpa lihat ponsel. Simpel
48. Ketika
diperhatikan saat dalam kesulitan
49. Berterimakasih
atas hal-hal sederhana yang kulakukan. Berterimakasih atas usahaku
50. Whenever they smile at me
after i helped them
51. Senyum
52. Ditelepon
langsung kalau lagi tidak ada kabar. Bukan telepon Whatsapp
53. Ketika
mereka mengucapkan terima kasih kepada saya
54. Tersenyum