Oksitosin di Antara Kesetiaan dan Perselingkuhan



INDOPOSITIVE.orgDi kantin kampus, saya sedang duduk menunggu pesanan bersama tiga orang teman seangkatan yang semuanya laki-laki. Di antara mereka bertiga, salah satunya sebut saja A sedang berdiam menerima nasihat dari dua orang lainnya.

Nasihat itu berpusing soal relasi romantis antara si A dan pacarnya yang berakhir kemarin sore. Menurut A, dirinya tak sedih sedikit pun. Meski semalam saat menginap di kontrakannya saya mendengar isak tangis laki-laki hingga subuh.

Kami semua tahu A sedang menyangkal, itu tahapan yang wajar dalam kesedihan. Tapi bukan penyangkalan yang membuat A dinasihati. Ini justru tentang perempuan yang dia pacari.

Dua bulan lalu, ketika A baru mengencani perempuan itu dan berniat memacarinya, kedua teman saya telah memperingati. Rumor yang beredar dan ternyata benar,  perempuan yang sedang A kencani adalah penipu.

Ada sebaris  laki-laki sebelum A yang pernah berkencan dengannya dan mengaku jadi korban.

Konon perempuan itu sering meminjam uang ke setiap laki-laki yang dia pacari dengan berbagai alasan. Seperti pengobatan orang tua, membayar cicilan gawai, atau membayar hutang ke rentenir. Namun jika ingin meluangkan waktu untuk meyelidikinya, kita bisa tahu dengan mudah kalau alasan tersebut hanya leretan kebohongan.

Tentu saja beberapa laki-laki akan bermurah hati memberi uang tanpa menganggapnya sebagai pinjaman. Dan itulah tujuannya. Jika perempuan ini beruntung, lelaki bodoh yang sering memberi tanpa pamrih bisa dia tinggalkan secepat mungkin. Jika lelaki yang dia kencani lumayan pintar, maka hubungan itu harus bertahan lebih lama.
****
Saya sendiri tidak tertarik dan tak peduli dengan A atau pacarnya. Tapi ceritanya mengingatkan saya pada Lei Xu, seorang psikolog di Rumah Sakit Klinik Chengdu.

Di tahun 2018, Xu dan beberapa rekannya menerbitkan laporan penelitian berjudul Oxytocin amplifies sex differences in human mate choice. Itu adalah penelitian yang menyelidiki efek oksitosin terhadap kecenderungan memilih pasangan.

Xu menguji 160 partisipan. Setengah partisipan disuntik oksitoksin yang baunya menyengat, sementara setengah yang lain diberi plasebo.

Dalam penelitian ini, partisipan dan para asisten peneliti yang menakar dosis sama sekali tidak tahu jika mereka menyuntikkan plasebo. Hal ini membuat partisipan kesulitan menebak apakah yang disuntikkan ke mereka adalah oksitoksin atau plasebo.

Setelah menerima suntikan,  partisipan laki-laki diminta melihat gambar beberapa perempuan, sementara partisipan perempuan melihat gambar laki-laki.

Partisipan lalu diberitahu mengenai riwayat kecurangan dari orang yang mereka lihat dalam gambar. Mulai dari perselingkuhan seksual atau emosional, meski ada juga yang digambarkan tidak pernah selingkuh. Mereka kemudian ditanya apakah bersedia mengencani orang-orang dalam gambar setelah mengetahui kecurangannya.

Dan temuan kecil  Xu inilah yang saya kenang saat mendengar cerita tentang A. Dalam hasil penelitian itu dilaporkan bahwa 32% laki-laki dan 17% perempuan  tetap tertarik menjalin hubungan meskipun tahu seseorang adalah penipu.

Menurut Xu, hal tersebut mungkin terjadi karena memacari penipu umumnya tidak dianggap sebagai capaian. Laki-laki umumnya tidak benar-benar terganggu seperti perempuan untuk urusan kesetiaan pasangan. Hal itu mungkin terjadi karena laki-laki menganggap perempuan yang berselingkuh lebih mudah dirayu.

Xu dan rekannya juga menemukan bahwa partisipan laki-laki yang menerima oksitosin, menyatakan keinginan lebih kuat untuk berkencan dengan wanita tidak setia dibandingkan mereka yang menerima plasebo.

Sementara pada partisipan perempuan ditemukan bahwa oksitosin meningkatkan minat mereka dalam hubungan jangka panjang dengan laki-laki yang setia. Oksitosin dalam dosis yang besar juga cenderung  membuat perempuan mengingat wajah laki-laki yang dicap setia. Nah, seperti itulah yang terjadi. 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel