Akhir Pekan Bersama Seligman dan Dua Teori Kebahagiaannya
INDOPOSITIVE.org — Salah
satu pertanyaan penting dalam kehidupan kita adalah, “Bagaimana untuk bahagia
dan cara untuk bahagia?” Sejak lama pertanyaan ini didiskusikan, dari filsafat
hingga psikologi. Tema kebahagiaan menjadi sebuah harapan bagi para peneliti
untuk mengembangkan kehidupan yang lebih baik. Namun, menjawab pertanyaan di
atas bukanlah hal yang sederhana. Kadang kala, peneliti sendiri harus terbentur
pada pemaknaan bahagia itu sendiri. Sudah sejauh mana kemampuan kita untuk
memaknai kebahagiaan itu sendiri. Saya sendiri memikirkan kemungkinan jika para
peneliti kebahagiaan sekali pun, mungkin masih keliru dalam menemukan atau
mengungkap bahagia.
Beberapa
waktu lalu, saya melihat pengumuman buku-buku terbaik 2016 via goodreads.com
dan di bidang “Science and Technology” buku
yang terpilih adalah “Are we smart enough
to know how smart animals are?” Yang secara tidak langsung membuat saya
kembali memikirkan kemungkinan bahwa kebahagiaan kadang belum tersentuh atau berhasil
kita pahami lantaran kemampuan kita yang masih biasa-biasa saja. Tapi, proses
serta hasil penelitian itu adalah jalan untuk mencapai atau menjawab berbagai
keraguan yang ada dalam diri kita masing-masing. Jika harus membuat buku,
barangkali tak ada salahnya jika saya ikut dengan pemenang buku “Science and Technology” dengan pembuat
pertanyaan sederhana, “Apakah kita cukup bahagia untuk memaknai kebahagian itu?”
Sembari menunggu buku saya yang entah kapan terbitnya, mari melihat penelitia
kebahagian yang telah dipelajari sebelumnya.
Pada
penelitian tentang “Orientasi Kebahagiaan” melalui buku “Authentic Happiness”
yang ditulis oleh Martin Seligman di tahun 2002, terdapat tiga hal yaitu pleasure (menjalani hidup dengan
kesenangan dengan memaksimalkan emosi positif dan mengurangi emosi negatif), engagement (merasa terlibat dalam
suatu kondisi hingga mencapai titik flow),
dan meaning (menjalani hidup dengan
melayani sesuatu yang melebihi dirinya sendiri, seperti keluarga, agama,
masyarakat, negara atau ide). Namun
penelitian Seligman yang dipublikasi pada tahun 2005 tentang orientasi
kebahagiaan pun berubah dan menurutnya, sangat mudah dibedakan berbagai
orientasi bahagia yang ada. Dengan melibatkan sebanyak 845 orang dewasa, Seligman
menyebarkan kuisioner yang tetap menggunakan tiga hal penting dari bukunya “Authentic
Happiness” namun dengan pengembangan yang lebih baik dari sebelumnya.
Akhirnya, penelitian
tersebut merumuskan dua istilah yaitu “Empty life” yang ditujukan pada individu
yang memiliki skor rendah dari tiga orientasi bahagia dan “Full life” ditujukan
pada individu yang memiliki skor tinggi terhadap skala tersebut. Namun, sembilan tahun setelah buku Seligman
memberikan pemahaman akan kebahagiaan terdapat hal-hal yang kemudian ia revisi
dan diterbitkan dalam buku barunya yang berjudul “Flourish” Seligman merasa
teori lamanya sangat sempit dan berfokus pada suasana hati yang hanya bersifat
sementara. Semestinya perasaan itu mampu memberikan sesuatu yang bersifat lebih
lama dan bukan hanya sekilas. Hingga akhirnya, teori PERMA pun dilahirkan.
P(leasure)
E(ngagement)
R(elationships)
M(eaning)
A(ccomplishment)
Terdapat dua hal yang
ditambahkan, yaitu Accomplishment (pencapaian
yang melibatkan mengejar kesuksesan, kemenangan, prestasi, baik itu hasil
maupun proses yang dialami individu) dan Relationship
(Seligman percaya bahwa kebutuhan dan kecenderungan hubungan secara biologis
dan evolusioner tertanam dalam diri kita. Faktor ini akan menopang empat faktor
lainnya). Namun, dari dua teori teori Seligman, Perma dan Orientation Happiness
terdapat perbedaan mendasar, jika di teori Orientation Happiness berfokus pada
langkah bahagia, di Perma, Seligman tidak melihat bahagia sebagai sesuatu yang
tunggal melainkan sebuah multidimensi yang begitu luas dan istilah well being pun dipilih dibanding kata happiness.
Akan tetapi, Seligman
sendiri belum puas dengan penambahan dua faktor tersebut. Saya dan mungkin anda
pun juga tidak akan serta merta menyetujui hal tersebut. Apalagi jika anda
percaya bahwa bahagia adalah sesuatu yang amat luas. Pencarian kebahagiaan akan
masih berlangsung, barangkali anda akan menjadi bagian dari pencarian itu.
Filsuf masa Renaissance, seperti Erasmus (1466-1536) dan Thomas Moore
(1478-1535) bahwa Tuhan telah berkehendak jika setiap dari kita akan berbahagia
selama kita tidak sibuk dengan jalan yang sengaja “di buat-buat” untuk
berpura-pura bahagia. Selamat berakhir pekan!