Apakah Mengajarkan Bahagia di Sekolah Itu Penting?
NDOPOSITIVE.org — Pada
sebuah artikel yang ditulis tahun 2004, Richard Layard menjelaskan keyakinannya
bahwa masyarakat terbaik ada pada kelompok yang memiliki tingkat kebahagiaan
yang tinggi dan tingkat penderitaan yang rendah. Hari ini, negara seperti
Inggris, Amerika Serikat, dan Jepang menjadi negara yang cukup bermasalah dalam
gangguan emosi. Inggris misalnya, masalah emosional remaja di tahun 1986
berkisar pada 10 % kemudian meningkat menjadi 17 % di tahun 1999. Bahkan temuan
terbaru menjelaskan bahwa ada banyak negara yang kemudian mengalami masalah
yang serupa. Pada akhirnya, kebahagiaan kian berkurang.
Temuan
menarik dari John Helliwell yang telah meneliti 46 negara selama 20 tahun
terakhir menemukan empat hal penting terkait kebahagiaan. Bahwa negara yang
memiliki kebahagiaan yang baik dan buruk akan dipengaruhi oleh hal tersebut.
Pertama, kepercayaan pada individu. Kedua, kepercayaan pada pemerintah dan
penegak keadilan. Ketiga, keterlibatan masyarakat. Keempat, tingkat perceraian.
Mari
melihat sebuah sekolah dasar di daerah
Oxfordshire di West Kidlington, sekolah yang menanamkan nilai-nilai dasar untuk
dipelajari para siswa. Mereka menyebutnya dengan istilah “values schools”
Tujuan dasar sekolah itu adalah untuk memberikan kemampuan pada anak-anak dalam
mengendalikan emosi dan terbiasa dengan semangat member gagasan serta kemampuan
reflektif mendalam. Konsep ini telah di adaptasi beberapa tempat. Values
Schools mengadopsi 22 kata-kata yang berkaitan dengan nilai-nilai yang
hendak dipelajari. Kata-kata itu seperti, “Kejujuran, Harapan, Hormat dan lain-lain” Setiap kata memiliki
masa tertentu dan digunakan setiap bulan untuk dapat disebut sebagai “word of
the month” yang diajarkan secara berkelanjutan disertai dengan berbagai
diskusi. Lalu kemampuan reflektif yang mendalam diajarkan saat di awal dan di
akhir kelas dengan memberikan pertanyaan kunci, “Akan jadi seperti apa diriku
ketika aku begitu begitu mementingkan diriku sendiri?” lalu pertanyaan
tambahan “Apa yang membuat aku bahagia?”
dan “Bagaimana aku dapat membuat orang berbahagia?”
Kata kunci yang digunakan setiap bulan. |
Jika
kembali pada pertanyaan tentang kebahagiaan, nilai-nilai yang ditanamkan di West
Kidlington kiranya sangat mendukung terciptanya individu yang bahagia dan mampu
membahagiakan. Semisal nilai untuk tidak memikirkan diri sendiri dapat diserap
dengan baik, maka akan lebih banyak orang yang dapat berbahagia dengan saling
berbagi. Lyubomirsky beserta timnya pada tahun 2005 dalam tulisannya yang The Benefits
of Frequent Positive Affect menjelaskan bahwa kita akan dapat lebih berbahagia
jika kita mampu peduli pada orang lain melebihi peduli yang terfokus hanya pada
diri sendiri. Ini bukan sekadar program namun dapat disebut sebagai reformasi
moral yang dapat mendukung terciptanya masyrakat yang lebih baik. Lalu,
bagaimana dengan nasib bangsa Indonesia?
Dalam sebuah laporan yang dilansir World
Happiness Report 2015 oleh Sustainable Development Solutions Network,
menyebutkan bahwa Indonesia berada pada urutan 74 di antara 158 negara di
seluruh dunia. Terdapat enam hal yang menjadi penilaian, yaitu: GDP per kapita,
dukungan sosial, harapan hidup sehat, kebebasan dalam membuat pilihan hidup,
kemurahan hati, dan bebas dari korupsi. Kita masih tertinggal dengan beberapa
negara kawasan Asia Tenggara, seperti Singapura (urutan 24), Thailand (urutan
34), dan Malaysia (urutan 61). Apakah Mengajarkan Makna Bahagia di Sekolah Itu
Penting?