Sebab Patah Hati Adalah Persoalan Serius
INDOPOSITIVE.org — Anda pernah tidak merasakan
sakitnya patah hati? Patah hati dengan berbagai alasan dan sebab. Namun, pernahkah anda berpikir jikalau patah hati adalah persoalan yang amat serius. Hal itu lantaran efek dari patah hati yang dapat menjadikan korban menghadapi masalah besar. Mari kita lihat sejumlah penelitian yang telah dilakukan.
Di tahun
1990 seorang dokter di Jepang menemukan istilah penyakit yang disebut ‘Brokenheart Syndrome'. Hal tersebut
dimulai dari fenomena kematian setelah ditinggal oleh pasangan. Di Jepang, hal
tersebut terjadi pada wanita-wanita yang menderita dan sangat terguncang
emosinya karena ditinggal mati pasangannya. Beberapa penelitian selanjutnya pun
membuktikan temuan menarik tentang akibat dari patah hati.
Dalam suatu
riset para peneliti dari Harvard menemukan, ketika seorang suami ditinggal mati
oleh istri atau sebaliknya, maka risiko kematian orang yang ditinggalkan
pasangannya itu bakal meningkat. Risiko paling tinggi tercatat pada 3 bulan
pertama seusai ditinggalkan, yaitu bisa mencapai 66 persen. Penelitian ini
melibatkan lebih dari 26 ribu warga Amerika berusia lebih dari 50 tahun. Fokus
riset adalah 12.316 partisipan yang menikah pada 1998, dan perjalanan mereka
dipantau hingga 2008. Selama penelitian ini dilihat apakah responden menjadi
janda atau duda. Peneliti juga mencatat kapan pasangannya itu meninggal dunia.
Hasilnya, pada periode tersebut
sebanyak 2.912 responden meninggal. Dari jumlah tersebut sebanyak 2.373
responden meninggalkan pasangannya, sedangkan 539 lainnya berstatus sebagai
janda atau duda. Risiko meninggal janda atau duda lebih besar dibanding saat
pasangannya masih ada. Sebanyak 50 orang dari 539 responden meninggal 3 bulan
setelah ditinggal pasangannya. Sebanyak 26 lainnya menyusul dengan jangka waktu
kurang dari 6 bulan. Sedangkan 44 lainnya meninggal dengan kisaran waktu 6-12
bulan.
Ditambah lagi dengan penelitian
yang dilakukan oleh Nichloas A. Christakis of Harvard dan Felix Elwert dari
University of Winconsin, keduanya menganalisa 373.189 pasangan berusia tua di
Amerika Serikat selama sembilan tahun. Mereka berfokus untuk melihat apakah
benar saat pasangannya meninggal, seseorang juga menyusul dan mencari tahu
alasan dibaliknya.
Christakis dan Elwert menemukan
bahwa benar saja, jika pasangannya meninggal, maka kesempatan belahan jiwanya
menyusul kian meningkat selama tiga bulan. Dalam kasus suami yang ditinggal
oleh istrinya, peningkatan kematian naik 18 persen. Sedangkan untuk istri yang
ditinggal suami, peningkatannya naik 16 persen.
Yang lebih mengejutkan lagi
adalah hasil penelitian di Australia yang mengatakan bahwa orang yang berkabung
karena baru saja kehilangan orang yang dicintainya, diperkirakan memiliki
risiko terkena serangan jantung 6 kali lipat lebih besar. Bahkan jika perasaan
patah hati terlalu lama dan mendalam bisa berpotensial menyebabkan kematian.
Hasil penelitian ini membuktikan betapa seriusnya perasaan sakit hati. Demikian
yang disampaikan penulis studi Edward E Smith, Direktur ilmu saraf kognitif di Columbia
University.
Masih banyak penelitian tentang
dampak patah hati bagi kesehatan. Menjaga kesehatan fisik dan psikis dapat
mengantisipasi masalah seperti patah hati. Hal tersebut jelas patut untuk kita
siapkan sedini mungkin. Sejumlah perilaku positif dapat membantu untuk
menciptakan kondisi lebih baik. Belum ada penelitian yang rinci tentang cara
untuk mengatasi masalah patah hati, namun kesimpulan sementara yang dapat kita
pahami adalah kesiapan mental kita.
Kesiapan mental akan membantu dalam menghadapi
ketidakpastiaan, dan tentu menjadi hal positif yang kelak membantu kita
melewati masa-masa kritis dalam hidup, termasuk patah hati. Semoga saja, kita semua mampu terhindar dari masalah yang ditimbulkan patah hati.