Kado Terindah untuk Kedua Orangtua
Sebelum cerita tentang
kebahagiaan yang paling berkesan selama ini, saya ingin memaknai arti dari kata
bahagia itu terlebih dahulu menurut kaca mata saya.
“Bahagia itu sederhana”.
Saya sering mendengar potongan kalimat tersebut. iya, saya setuju dengan
pernyataan itu. Karena tanpa kita sadari sebenarnya kebahagiaan itu bisa saja
tercipta dari kejadian atau moment-moment kecil, misalnya berkumpul bersama
dengan keluarga yang utuh di rumah yang sederhana, menghabiskan makan malam
bersama dengan menu yang jauh dari kata istimewa seperti hidangan-hidangan yang
disuguhkan di restoran-restoran kelas bangsawan atau hartawan, namun dengan terciumnya
aroma kehangatan keluarga itu sudah cukup menggoreskan arti bahagia.
Di samping
itu, kebahagiaan atau rasa bahagia yang pernah mampir untuk mengisi di sela-sela
kehidupannya pasti memiliki porsi atau rating (kesan rasa bahagia terdalam) tersendiri
yang melekat pada setiap individu. Karena setiap manusia yang menjejakkan kakinya
di hamparan bumi yang indah ini saya yakin pasti pernah merasakan yang namanya
kebahagiaan. Jadi adanya kebahagiaan itu tercipta dengan bagaimana caranya kita
mensyukuri hidup dan berusaha untuk selalu berpikir positif pada setiap alur
kisah yang sudah Tuhan siapkan untuk kita semua dan tentunya kita harus siap
untuk menapakinya.
Begitu juga dengan saya, selama hidup 24 tahun ini saya
telah menemukan moment-moment yang penuh kesan, peristiwa yang sarat diiputi
oleh rasa bahagia yang teramat dalam, rasanya tidak bisa dilukiskan lewat
kata-kata. Moment tersebut benar-benar top
of mind.
Baiklah saya akan mulai
bercerita, waktu itu tak terasa 4 tahun sudah dilalui selama berjuang di dunia kampus
tercinta, dari sekian banyak mata kuliah yang harus di tempuh yang sampai pada
akhirnya berujung pada penyusunan tugas akhir yang super wow yaitu bergulat
dengan skripsi “yang menguras segalanya”. Hari yang dinanti-nantikan sekaligus
hari yang sangat mendebarkan telah tiba, jantung rasanya seperti terus berlompatan
sampai menyentuh ubun-ubun, bahkan kadang jantung rasanya seperti mau lepas
mendarat dengan sadis ke dasar perut saya. Iya, itu adalah hari di mana saya
harus mempertanggung jawabkan hasil karya mini saya di hadapan ke tiga dosen
penguji dan ke dua dosen pembimbing saya.
Puji syukur tak henti-hentinya saya sampaikan ke pangkuan Tuhan sang pemilik
kehidupan, karena sidang saya berjalan dengan lancar sesuai dengan harapan. Waktu
terus bergulir, ternyata degup jantung masih terasa cepat belum kembali normal,
karena hasil yudisum belum diumumkan. Sampai pada saatnya pengumuman yudisium
dikumandangakan oleh bapak dosen yang selaku Sekretaris Jurusan, kami seluruh
dari peserta sidang yang dijadwalkan pada hari itu yang bertepatan pada tanggal
16 Januari 2012 berbaris rapi, sudah siap menyambut pengumuman agung, apapun
hasilnya kita harus siap menerimanya. Ruangan itu terasa begitu dingin entah
karena volume pendingin ruangan yang disetting terlalu dingin apa karena
jantung saya yang sedang berdegup hebat atau bisa jadi karena perpaduan
dua-duanya, entahlah yang jelas waktu itu ruangan seolah-olah dipadati oleh
gumpalan-gumpalan es yang dikirim dari kutub selatan. Kala nama saya disebut
dan dinyatakan lulus, dunia seakan berhenti berputar, degup jantung seolah
berhenti sejenak, tubuh ini terasa ringan bak kapas-kapas putih yang mampu diterbangkan
angin ke udara secara bebas, benar-benar ringan seolah-olah beban ribuan ton
yang selama ini mengglayuti tubuh meluruh berjatuhan seketika tanpa sisa.
Lengkung
senyuman, jabat tangan dan uacapan selamat dari kawan-kawan terdekat menghujani
diri saya. Senja yang dibalut rona jingga yang menawan mengiringi derap langkah
kaki menyusuri jalan pulang dari kampus menuju tempat kost tercinta “Pondok
Tulip” yang tidak jauh dari kampus, bisa ditempuh cukup dengan jalan kaki. Hari
itu langit sudah nampak gelap, tepat adzan magrib berkumandang tubuh saya sudah
menelusup ke dalam kamar kost tercinta, seketika langsung mendaratkan dengan
cantik tubuh saya ke atas kasur, memandangi langit-langit kamar penuh rasa haru
dan bahagia yang tak mampu saya rangkai lewat aksara, kemudian sesekali
mengerjapakn kelopak mata, cukup lama. Bahagia yang tiada tara.
Setelah
melewati perjalanan yang cukup panjang, pengorbanan yang besar, tak lepas dari
adanya halangan dan rintangan yang sesekali menghampiri tapi itu semua bukan
semata-mata jadi penghalang atau alasan saya untuk berhenti berjuang tapi itu
semua harus dilawan tentunya dengan tekad dan keberanian yang besar demi menempuh
gelar yang saya ingin dapati secepatnya. Sebenarnya bukan masalah gelar semata,
tapi lebih kepada tanggung jawab kepada kedua orang tua dan keluarga, saya
ingin melakukan dan memberikan yang terbaik apa yang saya bisa untuk dihadiahkan
kepada mereka. Dan akhirnya saya sarjana.
-------------------
Hari
besar yang dinanti-nantikan oleh setiap mahasiswa telah tiba, dan kali ini
giliran saya dan teman-teman seperjuangan untuk merayakannya yang waktu itu
jatuh pada tanggal 08 Februari 2012. Iya, itu adalah hari pesta toga atau biasa
kita menyebutnya dengan istilah “wisuda”. Wisuda adalah moment yang
sangat istimewa, yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, semua rasa
menyatu jadi satu (pokoknya bahagia dan haru yang penuh dengan kesan mendalam
hingga mampu meluncur ke palung hati yang terdalam). Di moment inilah saya bisa
melihat air muka yang sungguh betapa bahagia dan bangganya orang tua melihat
anaknya yang mampu merengkuh selembar iajzah, mampu menempuh pendidikannya ke
jenjang yang lebih tinggi, senyuman terbaik jelas-jelas terkembang dari bibir
mereka “bagi saya itulah kado
terindah yang pernah saya berikan untuk kedua orang tua saya”.
Ucapan selamat
dan beberapa rangkaian buket bunga dari teman terdekat menambah kesempurnaan
rasa haru dan bahagia, mewarnai pesta toga saya. Tapi, dengan kita
melewati moment wisuda ini, bukan berarti perjuangan kita berakhir sampai
disini. Justru dari sinilah kita berangkat memulai menaklukan dunia yang
sebenarnya. Karena Wisuda merupakan salah satu waktu peralihan dari dunia
pendidikan kita menuju ke dunia yang sebenarnya (yaitu terjun langsung ke
masyarakat atau bisa juga disebut terjun ke dunia kerja dengan mengaplikasikan
ilmu2 yang telah kita dapat selama di dunia kampus yaitu berupa soft skill dan
hard skill yang kita miliki). banyak ilmu dan kebaikan yang telah diberikan
oleh para dosen, pengalaman berorganisasi, menemukan banyak sahabat yang bisa
memacu diri kita untuk bisa menjadi pribadi yang lebih baik bertukar cerita,
pengalaman dan ilmu, bersuka ria dan berduka cita bersama dan bersama mereka
telah menemukan yang namanya arti kebersamaan.
Cukup sekian sekelumit tentang
kisah bahagia saya. Semoga kita semua selalu di liputi kebahagaian sepanjang
hayat. Kita yang pantas menentukan dan menciptakan kebahagiaan itu sendiri.
Oleh karena itu tetaplah menumbuhkan pikiran yang selalu positif, tanamkan jiwa
optimis dan kobarkan terus api semangat kita dalam berjuang untuk meraih
kebahagiaan di setiap saat, kapanpun dan dimanapun.
*Dewi Sri, Penulis adalah alumni Universitas Padjajaran, Bandung.