Bahagia Titik-Titik
BAHAGIA
– Apa itu arti serta maksudnya ? Rasa-rasanya
itu adalah kata yang banyak dicari, diminati, diimpikan, dan dijadikan tujuan
sukses dalam setiap kehidupan manusia serta makhluk lainnya. Mereka (red:
manusia) lebih menyukai 99% kebahagiaan daripada adiknya yaitu SEDIH. Tidak banyak yang suka serta
menginginkan hidupnya dihuni atau bahkan barang sedetik dilewati yang namanya SEDIH ini. Apa yang mendasari itu ?
Sekali lagi, apa arti serta maksudnya ? Padahal dua kata itu adalah pemberian
dari Tuhan, artinya BAHAGIA dan SEDIH. Taukah kalian (red: saudara), dulu diri ini seperti penjabaran
diatas. Namun, dengan berjalannya waktu, sentuhan erat tangan siang, sorotan
teduh malam dan tuntunan alam. Aku menemukan yang namanya ladang kedamaian.
Apakah itu ? Itulah ladang antara “Bahagia dan Sedih” diantara keduanya saling
mengisi satu sama lain. Alhamdulillah aku menemukan ladang itu.
Kaki
yang digunakan untuk berjalan sekarang serasa semakin sunyi. Karena kaki itu
telah dilupakan, diduakan dengan kuda modern. Semakin haripun kaki hanya
digunakan untuk menopang raga, tanpa lagi memperdulikan fungsi yang memang
sudah difitrahkan sejak lahir. Itulah hakikat sebenarnya hidup. Yang kini mulai
terdegradasi dari rambu-rambu yang telah ditentukan. Padahal satu sama lain
saling menguatkan, mengisi serta menyeimbangkan.
Satu kejadian yang menjadikan diriku pernah
merasakan yang namanya SEDIH yang
kemudian BAHAGIA, yaitu : Dulu masih
awal masuk kuliah tahun 2010, aku termasuk anak yang kurang bersosialisasi,
kurang memiliki prestasi, tidak pernah ikut organisasi dan tipe anak yang
biasa-biasa saja. Sehingga saat itu aku berpikir, “Wah, saya harus aktif nih
ikut organisasi dan harus memiliki prestasi serta kemampuan. Karena hari ini
saya memiliki kesempatan untuk kuliah, maka saya harus bisa memanfaatkan
kesempatan ini, dengan sebaik-baiknya. Bismillah.” Maka pada saat itu saya
bertekad untuk aktif. Sehingga pada semester 1 saya masuk di tiga organisasi
dan belajar dengan berbagai hal. Semuanya saya terima dan saya anggap sebagai
pembelajaran. Diperintah, dimarahi, diejek dan diremehkan pernah saya dapatkan.
Saya waktu itu masih belum memahami apakah organisasi yang saya ikut bagus atau
tidak. Pokoknya saya ikuti dan saya niati untuk belajar, titik ! Alhamdulillah
sekarang, tahun 2013, saya masih aktif di organisasi kampus hanya 1 saja, yaitu
organisasi kepenulisan. Sedangkan lainnya, saya mencoba aktif dan berkontribusi
di organisasi ekstra kampus dari mulai organisasi penalaran sampai ke yang
sosial. Hal yang membuatku senang dan sampai sekarang masih aku ingat dan hafal
waktu, tempat serta kejadiannya. Yaitu, “Nak, Ibu seneng.”
Itu terjadi ketika sekitar tanggal
27 Maret 2013 di warung makan lalapan. “Ibu
jenengan cek ten Koran Surya kolom Citizen
Reporter enten kulo. Lo, ono opo Le ?
Mboten enten nopo-nopo Bu. Tulisan
kulo mlebet ten mriku. Temenan a ? Nggeh Bu. Oouw, iyo Le, Ibu tak tumbas
Koran Surya ndek embong. Nggeh Bu atos-atos.”[1] Beberapa menit kemudian,
HP kembali berdering, kulihat telpon dari Ibu. “Alhamdulillah iyo Le, onok
fotomu barang. Koyok ngeneki Ibu wes
seneng Le. Tak dungakno mugo-mugo awakmu dadi wong sukses lan manfaat kanggo
agama karo liyane. Aamiin, matur
nuwun Bu.”[2]
Kejadian itu, merupakan satu bagian
kecil dan sederhana yang membuat hidup semakin berarti. Ketika ibu, bilang
seperti itu dengan saya “Seperti ini saja Ibu sudah senang nak.” Rasanya seluruh
penat yang mengkarat dipikiran dan seluruh tekanan yang selalu mencumbu setiap
hari dengan diri. Langsung menghilang seketika itu juga. Tanpa perintah, tanpa
diminta langsung pikiran segar, aliran positif mengalir deras keseluruh tubuh.
Hem subhanallah. Haa, entah itu apa namanya. Namun yang jelas dan pasti, “Semua
anak akan sangat bahagia ketika orang tuanya ikut bahagia. Ketika apa yang
dilakukan ternyata berarti dan memiliki makna bagi orang tua. Ternyata apa yang
dilakukan dan diperjuangkan selama ini tidak sia-sia dan diapresiasi positif
oleh orang yang paling spesial, yaitu orang tua.” Sungguh hal yang tak mampu
dibeli.
Inilah salah satu hal yang
menjadikan saya terus melangkah kedepan. Hari ini, dan seterusnya saya akan
tetap berjuang dan melangkah. Tanpa perlu menghiraukan dan terpesona dengan
namanya “Sedih dan bangsanya”. Terus dan terus melangkah. Ternyata memang, dari
berbagai hari yang telah aku lewati aku semakin paham. “Pertama untuk menuju
kebahagiaan, pasti harus melewati yang namanya duri dan kerikil-kerikil (red:
sedih). Kedua kita ada karena adanya orang-orang terkasih, maka ketika kita
sudah di bumi. Kewajiban kita untuk berbakti pada mereka yang mengasihi dengan
tulus dan ikhlas.” Hem, Alhamdulillah. Ternyata indah memang, namanya bahagia
dan sedih. Dengan merasakan keduanya, kita akan semakin paham serta bersyukur,
akan hikmah titik kebahagiaan dan kesedihan. Seberapa mahal dan berharganya hal
itu. Karena tidak semua orang bisa mendapatkan kebahagiaan dengan mudah, walau
mereka bisa membeli dunia. Namun tidak pula, orang yang hanya bisa membeli
makan sehari tidak bisa merasakan kebahagiaan. Maka mari kita selalu bersyukur
dan selalu berbagi Bahagia kepada sesama. Tetap semangat dan positif thinking. Salam
senyum dan tawa dari kawan di kota Batu.
[1] Ibu tolong lihat di Koran Surya kolom Citizen Reporter ada saya. Ha, ada apa
nak ? Tidak ada apa-apa Bu. Tulisan saya masuk disana. Beneran a ? Ia Ibu. O,
iya nak, Ibu akan beli dulu Koran Surya di Jalan raya. Ia Bu hati-hati.
[2] Alhamdulillah ya nak, ada foto kamu
juga. Seperti ini saja, Ibu sudah senang nak. Saya doakan semoga kamu menjadi
orang sukses dan bermanfaat bagi agama serta lainnya. Aamiin, terima kasih Bu.
*Sandi Iswahyudi, Penulis adalah Mahasiswa S1 di Universitas Muhammadiyah Malang.