Pengertian Teori Disonansi Kognitif dan Penyebabnya
Teori disonansi kognitif diperkenalkan oleh Leon Festinger di tahun 1957. Teori ini menjadi salah satu teori yang paling memberi dampak dalam mempelajari tingkah laku dan berbagai perilaku sosial lainnya. Mengetahui teori ini atau memahaminya lebih baik akan membantu kita dalam melihat berbagai peristiwa atau kejadian yang ada di sekitar kita.
Pengertian Teori Disonansi Kognitif
Festinger (1957)
menjelaskan bahwa disonansi kognitif adalah kesenjangan yang terjadi antara dua
elemen kognitif yang tidak konsisten, menciptakan ketidaknyamanan psikologis. Seseorang
dapat mengalami pertentangan atas dua atau lebih kognisi yang tidak konsisten
atau berbeda satu sama lain.
Kognitif menunjukkan di
setiap bentuk pengetahuan, opini, keyakinan, atau perasaan mengenai diri
seseorang atau lingkungan seseorang. Elemen-elemen kognitif ini berhubungan
dengan hal-hal yang nyata atau berkutat pada pengalaman sehari-hari di
lingkungan dan hal-hal yang terdapat dalam dunia psikologis seseorang.
Perbedaan individu berperan
dalam disonansi kognitif. Perbedaan ini terjadi dalam kemampuan seseorang dalam
mentoleransi disonansi, cara yang dipilih seseorang untuk mengurangi kondisi
disonan dan cara seseorang memandang masalah tersebut.
Sumber Penyebab
Terdapat empat sumber penyebab terjadinya disonansi kognitif:
Pertama, Inkonsistensi logika (logical incosistency), yaitu logika berpikir yang menolak logika berpikir yang lain. Misalnya seseorang yang percaya bahwa manusia dapat mencapai bulan dan juga percaya bahwa manusia tidak dapat membuat alat yang dapat membantu keluar dari atmosfir bumi.
Kedua, Nilai budaya (cultural mores), yaitu bahwa kognisi yang dimiliki seseorang di suatu budaya kemungkinan akan berbeda di budaya lainnya. Misalnya seorang Jawa yang mengetahui bahwa makan dengan menggunakan tangan di daerahnya adalah suatu hal yang wajar, disonan dengan kenyatanaan bahwa hal tersebut tidak wajar pada etika makan di budaya Eropa.
Ketiga, Opini umum (opinion generality), yaitu disonansi mungkin muncul karena pendapat yang berbeda dari pendapat yang beredar secara umum. Misalnya seorang anggota partai X yang dianggap publik pasti akan mendukung kandidat dari partai yang sama, namun ternyata memilih kandidat dari partai Z yang menjadi rival partainya.
Keempat, Pengalaman masa lalu (past experience), yaitu disonansi akan muncul bila sebuah kognisi tidak konsisten dengan pengalaman masa lalunya. Misal seseorang yang mengetahui bila pergi ke desa A akan bertemu dengan si B, tapi ternyata saat pergi dia tidak bertemu lagi dengan si B.
Sekiranya dengan memahami
gambaran singkat dari teori disonansi kognitif, kita bisa mengamati lebih baik
situasi yang ada di sekitar atau pada pengalaman diri kita sebagai individu di
tengah kelompok yang ada. Berbagai temuan atau perkembangan tentang teori ini
cukup banyak dan akan menarik untuk dibaca. Semoga di kesempatan lain kita
dapat mengulas dan mempelajarinya dengan lebih baik lagi.