Jangan Sentuh Wajahmu! Mengapa Kita Sulit Melakukan Hal Sederhana Untuk Mencegah Virus Corona



Kita tentu sudah sering mendengar anjuran untuk tidak menyentuh wajah. Langkah ini menjadi cara sederhana untuk mencegah kita dari serangan virus corona. Tapi, meski  larangan menyentuh wajah itu terdengar sangat sederhana, proses pelaksanaannya terasa tidak mudah. Bagaimana mungkin hal-hal remeh seperti itu sulit kita hindari? Mengapa hanya perkara sentuh wajah, kita sulit mengendalikan diri kita? Kali ini, mari kita membahas masalah ini dengan melihat berbagai temuan riset yang ada.

Rasa-rasanya sulit untuk membayangkan bahwa perkara menyentuh wajah akan berat seperti ini. Hari-hari yang kita lalui sekarang menuntut kita untuk bisa menjaga lingkungan dan situasi agar dapat terkendali lebih baik. Penyebaran virus Corona mesti dihadapi dengan bijak dan serius, meski sekali lagi hal itu tidak akan mudah untuk dilalui. 

World Health Organization  (WHO) dan Centers for Disease Control and Prevention telah menyarankan kita untuk rutin mencuci tangan; jangan menyentuh wajah kita. Dua permintaan ini terdengar sederhana untuk dilakukan, tapi pada kenyataannya kita merasa sulit untuk menjalaninya. 

William Sawyer, seorang dokter di Sharonville, Ohio, dan juga Founder dari Henry the Hand (sebuah organisasi nirlaba yang mempromosikan kebersihan tangan) menjelaskan bahwa "Sangat sulit untuk berubah, karena Anda bahkan tidak tahu Anda melakukannya. Ini juga tentang kebiasaan, sesuatu yang begitu sulit diubah."

Sebuah studi tahun 2015 yang berjudul, Face touching: a frequent habit that has implications for hand hygiene menemukan bahwa kita menyentuh wajah kita rata-rata dua puluh empat kali dalam satu jam, dan 44 persen dari sentuhan itu melibatkan kontak dengan mata, hidung atau mulut. 

Seperti semua kebiasaan kita, menyentuh wajah kemudian menjadi kebiasaan yang diperkuat dari masa ke masa: dimulai dengan gatal atau iritasi, menyentuh wajah membuatnya terasa lebih baik. Meski tanpa kita sadari, ada banyak kumah yang hinggap dan hidup di tangan kita. Kuman yang berasal dari ponsel, keyboard, gagang pintu, atau berbagai benda dan tempat lainnya. 

Bila berbicara tentang kebiasaan, sesuatu yang berat untuk diubah dalam hitungan waktu yang singkat. Selain itu, menurut beberapa peneliti kebiasaan, kita membutuhkan strategi berbeda untuk mengelabui kebiasaan lama yang telah banyak memberi pengaruh pada cara kerja kita. Elliot Berkman, seorang profesor psikologi di University of Oregon yang mempelajari kebiasaan dan perilaku mengatakan, "Mengubah perilaku serupa dengan melawan sejarah evolusi diri kita sendiri" 

Bagi Berkman, usaha mengubah perilaku akan berhasil jika kita membuat strategi khusus. Misalnya, gunakan sesuatu lain yang menjadi isyarat atas perilaku yang hendak diubah. Misal menggunakan sesuatu di tangan atau di wajah yang dapat memberi peringatan saat kita menyentuhnya. Entah masker atau topeng, namun siasat itu akan bekerja sebagai isyarat untuk membuat perilaku atau kebiasaan baru. 

Tidak menyentuh wajah dan mencuci tangan sebenarnya dapat menjadi vaksin terbaik dari segala vaksin yang pernah dibuat. Pengetahuan ini telah lama kita ketahui namun virus Corona seakan membuat kita terlambat sadar, kecuali apa yang dilakukan William Sawyer dan organisasi nirlabanya, Henry the Hand Foundation. Semoga saja setelah Corona, kebiasaan baik ini akan terbentuk dan kita dapat memulai hidup yang lebih sehat. 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel