Pengertian dan Aspek-Aspek Syukur dalam Psikologi Positif

pengertian dan aspek syukur


Syukur menjadi salah satu variabel penting dalam Psikologi Positif. Perkembangan penelitian ini dari waktu ke waktu semakin mendapat perhatian dari banyak kalangan. Temuan-temuan menarik juga menawarkan banyak hal baru bagi ilmu pengetahuan. Namun sebelum meninjau berbagai temuan yang didapatkan, ada baiknya kita mulai membahas pengertian dan aspek-aspek syukur dalam psikologi positif. 

Pengertian Syukur


Syukur telah sejak lama menjadi bagian dari konsep teologi dan filosofi. Selama ini syukur dikenal sebagai kondisi emosional dan sifat yang menjadi sumber kekuatan manusia, meningkatkan well-being baik secara personal maupun relasional (Emmons & Crumpler, 2000). Dalam kajian psikologi positif, Peterson dan Seligman (2004) mendefinisikan syukur sebagai:

“a sense of thankfulness and joy in response to receiving a gift, whether the gift be a tangible benefit from a specific other or a moment of peaceful bliss evoked by natural beauty.”  

Pengertian tersebut dapat diterjemahkan bahwa syukur merupakan sebuah respon perasaan penuh terimakasih dan rasa senang ketika menerima sebuah pemberian, baik sesuatu yang jelas manfaatnya dari momen tertentu maupun keadaan berkah dan damai yang ditimbulkan oleh keindahan alam.

Syukur dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki dua pengertian yaitu, rasa terimakasih kepada Allah, dan untunglah (pernyataan untung, lega, dan sebagainya). Kata syukur dalam bahasa Indonesia tidak seutuhnya memiliki etimologi yang sama dengan asal katanya yaitu bahasa Arab maupun dalam Al-Qur’an (Shihab, 1996:213). 

Shihab (1996:214) mengemukakan bahwa berdasarkan dasar kata dan pemaknaan isyarat dalam Al-Qur’an bahwa syukur mencakup tiga sisi yakni, “syukur dengan hati, yaitu kepuasan batin atas anugerah, syukur dengan lidah, yaitu dengan mengakui anugerah dan memuji pemberinya, dan syukur dengan perbuatan, dengan memanfaatkan anugerah yang diperoleh sesuai dengan tujuan penganugerahannya.”

Dalam konsep psikologi yang berkembang di barat, syukur diterjemahkan dengan kata gratitude. Gratitude memiliki akar dari bahasa Latin gratia, “favor,” yang berarti bantuan dan gratus, “pleasing,” yang berarti menyukai. Akar kata tersebut terus berkembang mengarah pada pengertian kebaikan, kemurahan hati, pemberian, keindahan memberi dan menerima, atau mendapatkan sesuatu dari yang tidak ada apa-apa (Emmons, 2007).

Secara saintifik, syukur menjadi tema menarik bukan hanya karena syukur merupakan sebuah emosi positif, tapi karena syukur memang sangat berbeda dengan emosi positif lainnya (Roberts, 2004). Syukur menurut Roberts (2004) merupakan sebuah konsep three-term construal, dalam bersyukur “seseorang” mesti menerima “sesuatu” dan menyadari bahwa hal tersebut merupakan karena “pihak lain”. Berbeda dengan emosi positif seperti senang. Ketika seseorang menyeruput secangkir kopi kemudian menikmatinya, orang dalam kondisi senang karena kopi tersebut berada dalam emosi positif “senang”. 

Seseorang dalam kondisi emosi syukur tidak hanya menikmati dan merasa “senang” karena kopi itu, namun memikirkan siapa yang membuat kopi tersebut, sehingga menjadikan pengalaman tersebut bukan hanya “senang” namun “bersyukur”. Secara sederhana, syukur adalah kondisi ketika seseorang  mengakui telah menerima sebuah pemberian, menyadari nilai pemberian, dan menghargai niat dari pemberi (Emmons, 2007). 

Pemberian bisa saja bersifat materi maupun  non materi. Syukur juga seringkali digambarkan sebagai emosi, suasana hati, nilai moral, kebiasaan, dorongan, karakter kepribadian, respon coping bahkan sebuah gaya hidup, (Emmons, 2007). Syukur juga bertentangan dengan emosi negatif sehingga akan mencegah perasaan iri, benci, marah atau tamak (McCullough, Emmons, & Tsang, 2002).

Aspek-Aspek Syukur



McCullough, Emmons dan Tsang (2002) mngemukakan bahwa syukur merupakan sebuah sifat yang ditandai dengan kecenderungan umum pada seseorang untuk menyadari dan merespon dengan emosi syukur terhadap kebaikan pihak lain, melihatnya sebagai kejadian dan pengalaman positif yang menimpanya. Terdapat empat hal yang menjadi aspek sifat syukur, yakni :

1. Intensity

Seseorang dengan sifat syukur dalam mengalami kejadian positif akan merasakan intensitas yukur yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang kurang cenderung bersyukur.

2. Frequency

Seseorang yang memiliki sifat syukur akan merasakan peristiwa yang patut disyukuri lebih sering dalam sehari, menyadari bahkan dalam peristiwa sederhana seperti sebuah pemberian kecil atau perlakuan sopan.

3. Span

Seseorang yang memiliki sifat syukur akan memiliki jumlah jangkauan syukur yang luas dalam berbagai peristiwa di kehidupannya. Misalnya, merasa bersyukur terhadap keluarga, pekerjaan, kesehaan, bahkan terhadap kehidupan itu sendiri, bersamaan dengan berbagai jenis manfaat dari hal-hal lain.

4. Density

Seseorang yang memiliki sifat syukur akan memiliki pengetahuan mengenai jumlah orang-orang  yang berkontribuasi dalam suatu peristiwa baik. Misalnya, dalam perisiwa mendapatkan pekerjaan yang baik, seseorang yang memiliki sifat syukur akan menyebutkan sejumlah orang seperti orangtua, teman-teman, keluarga dan mentor. 

Sedangkan seseorang yang sifat syukurnya kurang hanya menyebutkan beberapa saja dari satu peristiwa yang sama. Watkins, Woodward, Stone dan Kolts (2003) mengungkapkan bahwa sifat syukur, merupakan sebuah predisposisi dalam pengalaman syukur. Hal tersbut berarti, bahwa seseorang dengan sifat syukur memiliki kecenderungan yang lebih mudah menemukan pengalaman syukur dalam beberapa situasi dalam kehidupan. 

Demikianlah pengertian dan aspek-aspek syukur dalam psikologi positif. Mengkaji topik ini akan sangat menarik dan memberikan kita pandangan baru tentang kekuatan atau manfaat dari bersyukur itu sendiri. 


Reference:

Emmons, R. A., & Crumpler, C. a. (2000). Gratitude as a Human Strength: Appraising the Evidence. Journal of Social and Clinical Psychology, 19(1), 56–69. http://doi.org/10.1521/jscp.2000.19.1.56

Emmons, R.A. (2007). Thanks! : How the New Science of Gratitude Can Make You Happier. Houghton Mifflin Company: New York.

McCullough, M. E., Emmons, R. A., & Tsang, J. A. (2002). The grateful disposition: A conceptual and empirical topography. Journal of personality and social psychology, 82(1), 112.

Peterson, C., & Seligman, M. E. (2004). Character strengths and virtues: A handbook and classification (Vol. 1). Oxford University Press.

Roberts, R. C. (2004). The blessings of gratitude: A conceptual analysis. The psychology of gratitude, 58-78.

Shihab, M. Q. (1996). Wawasan Al-Quran. Bandung: Mizan.

Wood, A. M., Maltby, J., Gillett, R., Linley, P. A., & Joseph, S. (2008). The role of gratitude in the development of social support, stress, and depression: Two longitudinal studies. Journal of Research in Personality, 42(4), 854-871.



Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel