Inilah Alasan Mengapa Kita Sulit Mengendalikan Pikiran



Pertanyaan ini penting. 

Bagaimana kita menjaga pikiran kita hari ini? 

Bukan hanya anda, ada banyak orang yang merasa sulit untuk mengendalikan pikirannya. Pun mereka yang cenderung atau mungkin telah berhasil, melewati sejumlah tahapan untuk menguasai pikirannya. Artikel kali ini tak berfokus pada cara menguasai pikiran, namun dengan membaca ini – mungkin ada ruang untuk menuju ke titik tersebut. 

Pikiran menjadi sesuatu yang rumit. Mereka kadang liar, bebas, dan begitu banyak jumlahnya. Dalam tradisi Budha sendiri, pikiran manusia kerap kali diibaratkan seperti seorang monyet. Kurang disiplin, tak mampu fokus, sulit menerima keheningan dan senang berayun berbolak-balik. Sebelum berhasil menjawab pertanyaan pembuka di atas, kita butuh untuk mengetahui bagaimana proses kerja pikiran itu sendiri. Benarkah sulit untuk mengendalikan pikiran yang kita miliki?

Dalam jurnal Psychological Science, sebuah penelitian baru memperlihatkan jumlah kendali yang dimiliki sebagian besar dari kita untuk mengengalikan pikiran kita adalah “tak jauh di atas nol.”

Seperti yang kita ketahui, sulit untuk tidak memikirkan sesuatu yang anda coba tidak pikirkan. Sebab itu, para peneliti di University of New South Wales merancang sebuah eksperimen di mana para partisipan diberi objek tertentu yang dilarang untuk mereka pikirkan. Masing-masing benda berwarna merah atau hijau, seperti apel merah atau mentimun hijau. 

Peserta diberitahu untuk menunjukkan kapan atau saat di mana barang yang tak terpikirkan ini masuk dalam pikiran mereka dengan menekan tombol. Para peserta kemudian diperlihatkan gambar merah di salah satu mata dan gambar hijau di mata lain, dan diminta untuk menyatakan mana dari dua warna itu yang dominan. 

Mereka yang telah diberi item merah hampir selalu melihat merah sebagai warna dominan, sementara mereka yang berusaha untuk tidak memikirkan sesuatu yang hijau lebih cenderung melihat hijau yang dominan. Menurut tim penelitian ini, kondisi tersebut telah menunjukkan bahwa korteks visual masing-masing peserta telah menyulap warna itu, memperlihatkan bahwa barang-barang terlarang itu secara visual diwakili di otak meski ada upaya untuk menguranginya. 

Efek ini juga diamati pada mereka yang percaya bahwa mereka telah berhasil menekan pikiran dan tidak menekan tombol. Oleh karena itu, para peneliti menyimpulkan bahwa pemikiran visual ini hadir pada tingkat bawah sadar, menjelaskan mengapa orang kadang-kadang mengalami keinginan mengidam yang tidak diinginkan atau dorongan tak terkendali lainnya.

Peneliti studi ini, Joel Pearson mengatakan menjelaskan bahwa “penemuan ini mengubah cara kita berpikir tentang keinginan dan menyarankan pikiran yang tidak sadar dapat muncul dan mendorong keputusan dan perilaku kita.” Dengan kata lain, “menggunakan cara paksa untuk tidak memikirkan sesuatu -  rokok atau minuman itu - tidak akan berhasil karena pikiran itu sebenarnya ada di otak kita.”

Padahal, sementara kita hanya berusaha untuk tidak memikirkan sesuatu, itu menjadi hal yang tidak mungkin, para peneliti menemukan bahwa menginstruksikan peserta untuk memikirkan objek putih yang terpisah, menghilangkan kecenderungan untuk melihat baik merah atau hijau sebagai dominan. Mereka menyimpulkan bahwa pendekatan “penggantian pikiran” ini mungkin efektif dalam membantu orang menghilangkan pikiran-pikiran tertentu yang tidak diinginkan.

Hasil juga menunjukkan bahwa orang-orang yang mencapai skor lebih tinggi pada tes yang dirancang untuk mengukur tingkat perhatian lebih berhasil menekan pikiran, meminjamkan lebih banyak keyakinan pada gagasan Buddha bahwa meditasi adalah cara terbaik untuk menjinakkan pikiran yang serupa dengan monyet.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel