Bagaimana Psikologi dalam Penghargaan Nobel?
INDOPOSITIVE.org—Penghargaan
nobel menjadi sebuah pencapaian penting bagi seorang ilmuwan, penulis serta tokoh
perdamaian. Hadiah nobel telah diberikan sejak 1901 di bidang Fisika, Kimia,
Fisiologi atau Kedokteran, Sastra, dan Perdamaian. Baru pada tahun 1969, bidang
Ekonomi pun mendapat ruang di penghargaan nobel. Sayangnya, belum ada bidang
psikologi pada penghargaan nobel sampai saat ini. Tapi ada beberapa tokoh psikologi
dan psikolog yang berhasil menerima penghargaan tersebut.
Rubén
Ardila, dalam sebuah makalah yang berjudul “Psychology and the Nobel Prize” pun
membagi tiga kategori pemenang nobel dan psikologi. Pertama, seseorang yang
memiliki gelar sarjana dalam psikologi. Kedua, seseorang yang menerima gelar doctor
dalam psikologi. Ketiga, seseorang yang bekerja pada bidang psikologi dan
memberikan kontribusi signifikan pada perkembangan psikologi.
Kategori
pertama ada beberapa penerima nobel seperti Roger W. Sperry (Amerika Serikat,
Hadiah Nobel Fisiologi atau Kedokteran 1981), Daniel Kahneman (Israel-Amerika
Serikat, Hadiah Nobel dalam Ilmu Ekonomi, 2002), dan Tomas Tranströmer (Swedia,
Hadiah Nobel Sastra, 2011).
Pada
kategori kedua, Kahneman pun termasuk di dalam kelompok ini, John O´Keefe
(USA), Hadiah Nobel dalam Fisiologi atau Kedokteran, 2014, dan rekan-rekannya
May BrittMoser (Swedia) dan Edvard I. Moser (Norwegia).
Pada
kategori ketiga, yang bukan lulusan psikologi tapi memberi kontribusi besar diantaranya
adalah, Ivan P. Pavlov (Nobel di bidang Fisiologi atau Kedokteran, 1904), Santiago
Ramón y Cajal (Nobel di bidang Fisiologi atau Kedokteran, 1906), Bertrand
Russell (Sastra, 1950), Konrad Lorenz (Fisiologi atau Kedokteran, 1973),
Herbert Simon (Ilmu Ekonomi, 1978), dan Georg von Békésy (Fisiologi atau
Kedokteran, 1961).
Di tahun 2017, Richard H. Thaler meraih penghargaan nobel dengan menggagas topik psikologi ekonomi. Dengan temuannya tentang “Nudge Theory” mereka meraih penghargaan nobel di bidang ekonomi. Pada tahun 2008 bersama dengan Cass Sunstein, Richard menulis sebuah buku tentang temuannya itu. Buku yang berjudul “Nudge: Improving Decisions About Health, Wealth and Happiness” diterbitkan oleh Yale University Press. Buku ini menjelaskan tentang bagaimana masyarakat dan organisasi (termasuk pemerintah) dapat membantu orang agar dapat membuat keputusan yang lebih baik dalam keseharian.
Secara
sederhana Nudge Theory, menjelaskan
proses kerja seseorang atau kelompok dalam membuat sebuah pilihan (bisa juga
peraturan atau anjuran) yang seharusnya berdasarkan pada bagaimana seseorang
berpikir dan mengambil keputusan. Keputusan yang dipengaruhi oleh insting dan
seringkali tidak rasional atau mungkin boleh dibilang emosional. Aplikasi dalam
kehidupan sehari-hari dari Nudge kira-kira seperti ini, semisal jika sedang
diet akan lebih baik untuk menggunakan piring yang lebih kecil dibandingkan
dengan menghitung berapa kalori yang sedang kita makan. Piring kecil menjadi
bagian dari Nudge yang memberi pengaruh pada proses kita mengambil keputusan.
Di
lingkungan umum, misalnya dibanding menempelkan banyak tanda larangan membuang
sampah sembarangan, akan lebih baik bila kita tidak menaruh banyak tempat
sampah di lokasi yang mudah terlihat. Ada strategi yang mendorong pola perikalu
yang digerakkan dari proses Nudge tersebut.
Sekiranya,
psikologi memiliki peluang besar dalam memberikan ruang yang lebih baik. Dengan
alasan itu pula, meski belum ada penghargaan nobel di bidang psikologi, peluang
para peneliti psikologi masih terbuka lebar untuk mendapatkan penghargaan
bergengsi itu. Barangkali saja kamu – bisa mendapatkannya!