Panduan Singkat Perihal Siapa yang Berhak Kita Percaya
INDOPOSITIVE.org—Apa
yang membuat kita percaya pada seseorang? Siapa saja yang dapat kita percaya? Berbagai
pertanyaan tentang percaya, telah mendorong para peneliti psikologi sosial
untuk mencoba mencari tahu jawabannya. Belakangan, penelitian tentang
kepercayaan menjadi sesuatu yang mulai dikembangkan serta diperbincangkan di
berbagai bidang.
Tapi sebelumnya, kita perlu memahami apa makna dari percaya
itu sendiri. Beberapa budaya memiliki pengertian yang berbeda-beda tentang percaya.
Marianna Pogosyan, salah seorang peneliti psikologi lintas budaya pernah menjelaskan
percaya dari sudut pandang budaya. Dimulai dari kata “trust” yang berawal dari
akar kata droust dalam bahasa
Indo-Eropa, yang bermakna “kukuh” dan “langgeng”. Dalam bahasa Inggris Kuno kata
itu merujuk pada kata “keyakinan” dan “ketergantungan.” Percaya juga menjadi
satu modal utama dalam membangun sebuah hubungan yang kuat.
Paul
Thagard, dalam bukunya Treatise on Mind
and Society, juga memberikan penjelasan tentang arti dari percaya. Bahwa
percaya merupakan proses kerja otak yang mengikat representasi diri, orang
lain, situasi, dan emosi ke dalam pola khusus dari penembakan saraf yang
disebut semantic pointer. Emosi
seperti kepercayaan dan cinta adalah pola saraf yang menggabungkan representasi
situasi tentang emosi, penilaian relevansi situasi dengan tujuan, persepsi
perubahan fisiologis, dan (kadang-kadang) representasi diri yang memiliki
emosi.
Dalam
sebuah penelitian, percaya kemudian dibedakan dalam dua bentuk. Daniel J.
McAllister mempublikasikan penelitiannya yang berjudul Affect- and Cognition-Based Trust as Foundations for Interpersonal
Cooperation in Organizations. Dua bentuk percaya tersebut yaitu, afektif
dan kognitif.
Kepercayaan
kognitif didasarkan pada pengetahuan dan bukti kita tentang orang-orang yang
kita pilih untuk percaya. Sebaliknya, kepercayaan afektif lahir dari ikatan
emosional kita dengan orang lain, termasuk keamanan dan kepercayaan yang kita
tempatkan pada orang lain berdasarkan perasaan yang dihasilkan oleh interaksi
kita. Kadang-kadang, bentuk perbedaan kepercayaan kognitif dan afektif telah tergambarkan
sebagai kepercayaan dengan menggunakan kepala Anda (kognitif) dan kepercayaan
dengan hati Anda (afektif). Seringkali ketidakmampuan kita memilih atau melihat
bentuk percaya tersebut, membawa kita pada keputusan yang keliru. Hal ini berlaku
dalam berbagai situasi, entah dalam pemerintahan, organisasi, atau pertemanan.
Secara
mendasar, hubungan selalu diawali dengan percaya. Sayangnya, kita seringkali
tak mampu melihat orang-orang yang dapat dipercaya atau kita terlanjur keliru
dengan kekacauan afektif dan kognitif yang tak seimbang. Beruntung, sejumlah
peneliti telah mengkaji beberapa karakter khusus yang memiliki peluang untuk
dipercaya. Sebelumnya, patut dipahami bila terdapat perbedaan antara percaya dan menjadi orang terpercaya.
Percaya
pada seseorang sama halnya membiarkan diri sendiri untuk rentan terhadap
kemungkinan orang lain untuk mengetahui berbagai hal dalam diri kita, sedangkan
menjadi orang terpercaya, mengacu pada kemungkinan orang lain untuk menaruh harapan
dan bertanggung jawab atas apa yang mereka harapkan pada kita. Orang yang
dipercaya untuk bercerita lepas misalnya sahabat atau psikolog, yang secara
tidak langsung kita menaruh harapan atas kepercayaan pada mereka.
Nah,
menurut penelitian, pada siapa kita mesti percaya? Ternyata, terdapat
kepribadian tertentu yang dapat kita percaya. Salah satunya, mereka yang memiliki
kemampuan untuk mudah merasa bersalah. Para peneliti menemukan bahwa mereka
yang memiliki rasa bersalah dengan tingkat lebih tinggi, memiliki rasa tanggung
jawab yang kuat. Hal tersebut menjadi modal utama untuk menjadi orang yang dapat
dipercayai. Hanya saja, orang-orang yang seperti itu tak senang untuk melakukan
prososial, atau menolong setiap saat. Tapi dia akan bertindak prososial di saat
orang-orang benar-benar membutuhkannya. Mengapa? Hal tersebut diakibatkan atas
kepekaan yang mereka miliki. Secara khusus mereka tak membiarkan dirinya terlibat
bila pada akhirnya harapan orang lain pupus di tangan mereka.
Penelitian Terbaru
Penelitian terbaru tentang kepercayaan
memperlihat efek rasa bersalah tersebut. Emma Levine dari Universitas Chicago
bersama rekannya mencoba membuktikan pengaruh rasa bersalah pada kepercayaan
kita, Penelitian yang berjudul Who is
trustworthy? Predicting trustworthy intentions and behavior, dipublikasikan
pada bulan Agustus 2018 di Journal of
Personality and Social Psychology. Penelitian ini menggunakan game trust beserta survei, Emma Levini
menguji partisipan penelitian dalam beberapa studi.
Apa
itu game trust? Jadi selama permainan, partisipan diberikan sejumlah uang yang
dapat disimpan atau dititipkan para orang lain (seseorang yang dapat
dipercayai). Jika dia memilih untuk memberi uang pada orang yang dipercayai,
uang itu akan dilipatgandakan; di sisi lain, orang yang dipercayai ini memiliki
kemungkinan untuk tidak memberikan uangnya kembali pada orang yang telah
mempercayai dirinya. Skenario game tersebut sesederhana itu, peneliti akan
melihat seberapa percaya dia pada orang tersebut. Orang pertama akan berperan
sebagai orang yang percaya, dan orang kedua akan berperan sebagai orang yang
dapat dipercayai. Sederhananya, orang pertama bisa memberi uang $ 1 pada orang
kedua, sehingga sesuai aturan, uang itu akan berlipat ganda sehingga menjadi $
2, orang kedua ini punya peluang untuk mengembalikan atau memilih menyimpannya,
inilah peran sebagai orang yang dipercayai. Skenario tersebut secara berulang
disesuaikan berdasarkan kebutuhan tiap studi.
Selain
dengan game tersebut, penelitian ini menggunakan beberapa alat ukur untuk
menilai kepribadian, rasa bersalah, tanggung jawab, kepercayaan, dan sejumlah variabel
terkait lainnya.
Secara
ringkas, pada studi pertama yang melibatkan 401 orang dewasa, mereka diminta
mengisi sejumlah pertanyaan dan mengikuti game trust. Hasil studi pertama,
memperlihatkan bahwa terdapat lebih banyak partisipan yang cenderung merasa
bersalah memiliki kecenderungan yang lebih dapat dipercaya dan lebih bertindak
dengan cara yang dapat dipercaya selama game.
Dalam
dua penelitian berikutnya (studi 2 dan 3), masing-masing pada 139 dan 399 orang
dewasa, rasa bersalah partisipan (dibandingkan dengan karakteristik kepribadian
lainnya) dalam memprediksi perilaku yang dapat dipercaya yang berbasis kebaikan
dan berbasis integritas dalam dua permainan kepercayaan.
Studi
keempat (pada 292 orang dewasa) membantu mengesampingkan mekanisme lain yang
berpotensi menjelaskan hubungan antara kepercayaan dan kecenderungan rasa
bersalah — mekanisme seperti antisipasi kebahagiaan/kebanggaan, atau
mengantisipasi rasa bersalah (ketika bertindak dengan cara yang tidak dapat
dipercaya). Hanya rasa tanggung jawab seseorang yang dapat menjelaskan hubungan
antara kepercayaan dan rasa bersalah.
Studi
5 (pada 402 orang dewasa) menyimpulkan bahwa pengaruh rasa bersalah pada
kepercayaan dapat dimoderasi oleh tingkat kerentanan orang yang dipercayai.
Dengan kata lain, dalam game trust, peserta yang cenderung merasa bersalah
tidak selalu berbaik hati sepanjang waktu, tetapi hanya ketika mereka
diharapkan secara sosial (mis. Ketika orang yang menaruh kepercayaan telah
memberikan banyak uang kepada mereka dan dengan demikian membuat diri mereka
lebih rentan merasa bersalah).
Dalam
penyelidikan terakhir (pada 552 orang dewasa), Levine bersama rekannya,
mengamati bahwa kode perilaku yang membuat tanggung jawab meningkat dan rendah menjadi
pengaruh tanggung jawab antar pribadi (dan kepercayaan) pada peserta yang
cenderung merasa bersalah.
Dalam
beberapa penelitian sebelumnya, ditemukan bahwa beberapa kepribadian seperti
kejujuran, rendah hati, menolong siapa saja, dermawan, dan sebagainya menjadi hal
pendukung atas kepercayaan. Begitu pun dengan kepribadian agreeableness, mudah untuk bersepakat (mereka yang ramah, simpatik,
dan koperatif) juga dikaitakn dengan orang-orang yang dapat dipercaya.
Namun
dalam penelitian Emma Levine, dapat dilihat bahwa dibanding dengan kepribadian
lainnya, rasa bersalah menjadi prediktor yang lebih baik untuk melihat orang
yang dapat dipercaya. Mereka menyelamatkan diri sendiri dengan menyelamatkan
orang lain terlebih dahulu. Sesuatu hal mendasar yang tak dimiliki karakter
lainnya. Semoga dengan panduan singkat ini, teman-teman dapat mengamati
orang-orang di sekitar kita, siapa yang dapat dipercaya atau tidak?