Belajar Makna Hidup dari Film Ready Player One
INDOPOSITIVE.org—Bermain
game menjadi sesuatu
yang menyenangkan dalam
keseharian kita. Sejak usia dini hingga kelak
dewasa,
rasanya kita
tak akan bosan untuk bermain. Namun, pernahkah anda membayangkan hidup dalam
dunia game? Memanjat gunung Everest, mengunjungi casino di stasiun ruang
angkasa, menembak musuh dengan senapan mesin, sampai bertemu dan membentuk
komunitas antara satu sama lain.
Sebuah
Film yang berjudul Ready Player One
menggambarkan kehidupan di Amerika Serikat di tahun 2045. Diangkat dari novel
karya Ernest Cline, yang
menceritakan seorang jagoan anak yatim piatu, Wade
tinggal di kompleks perumahan kumuh yang karut-marut bernama The Stacks. Tempat
bangunan pencakar langit tersusun dari rumah-rumah kontainer yang
bertumpuk-tumpuk yang disangga dengan menggunakan rangka. Wade kemudian
mengenakan sarung tangan dan mengenakan helem realitas virtual (VR)
untuk menyebrang ke OASIS, sebuah game bermain peran online.
Tampak
banyak orang menghabiskan sebagian besar waktu mereka kedalam permainan ini.
Kondisi Amerika pada saat itu begitu buruk, orang-orang tak lagi saling
menjalankan aktivitas sebagaimana biasanya. Sehingga memilih masuk ke dunia
fantasi digital tempat anda bisa hidup. Kegiatan menjelajahi dunia virtual
tampaknya lebih asyik dibanding dunia nyata.
OASIS
yang merupakan game yang dirancang oleh seorang genius yang rapuh, Jame
Halliday beserta rekannya. Ia kemudian meninggal dunia, namun meninggalkan
“Easter egg” di OASIS. Siapapun yang bisa menyelesaikan tiga tantangan di dalam
game berhak menguasai seluruh perusahaannya yang bernilai trilliun dollar.
Nolan
Sorrento merupakan pemilik perusahaan IOI yang juga mempekerjakan ratusan orang
hanya untuk memecahkan teka teki Halliday. Berbagai cara pun telah ditempuh,
mulai dari merancang alat canggih, sampai membunuh siapapun (dunia nyata) yang
akan mencoba memenangkan permainan tersebut. Termasuk orang tua Art3mis salah
satu tokoh yang ada pada game OASIS yang dibunuh oleh IOI. Art3mis merupakan
kekasih Wide yang berkenalan di dunia game yang sebelumnya tak pernah ditemui
di dunia nyata.
Wade
kemudian memecahkan satu persatu kunci dari teka teki tersebut berdasarkan
kepiawainnya pada pengalaman di depan layar sejak kecil yang sebenarnya
persiapan yang bagus dimasa depan. IOI pun melakukan berbagai macam cara, mulai
dari menghancurkan tempat tinggal hingga orang-orang terdekat Wide. Wide pun
dipertemukan oleh kerabat VR di dunia nyata, mencari lokasi aman demi
menyelesaikan permainan tersebut.
Kedua
orang tua Wide meninggal sejak keci, ia pun tinggal bersama bibinya yang telah
mengasuhnya, namun ia tidak menemukan harmonis sebuah keluarga dimana pamannya sering
bertengkar satu sama lain akibat game tersebut. Ia mendapatkan arti sebuah
kebahagiaan saat melawan Nolan Sorento disesi akhir mendapatkan “Easter Eeg”.
Melawan Nolan bukan hal mudah, ratusan pasukan harus ia lumpuhkan dan
satu-satunya pilihan Wide pada saat itu meyakinkan kepada seluruh warga OASIS
bahwa IOI telah menghancurkan avatar, senjata, kebebasan hingga nyawa mereka.
Lebih dari itu Wide dapat menemukan sesuatu yang jauh lebih besar dari pada
dirinya sendiri. Ia menemukan tujuan, teman dan mendapatkan cinta.
Menonton
film Ready Player One mengingatkan
saya pada satu penelitian penting arti sebuah keluarga. Penelitian oleh
McGregor dan Little Personal Projects,
Happiness, and Meaning: On Doing Well menjelaskan bahwa ada dua hal yang
menunjang kebahagiaan seseorang, pertama kognitif yang kedua adalah afeksi. Bila
secara afeksi orang tersebut merasa bahagia dan secara kognitif ia menilai
hidupnya memuaskan maka bisa dikategorikan ia memiliki kebahagiaan yang tinggi.
Unsur afeksi berkenaan dengan emosi, mood dan perasaan. Sedangkan kognitif
mencakup kehidupan kerjanya atau hubungan dengan individu yang lain (relatoin).
Wade
memenangkan permainan OASIS, dengan begitu iapun pemegang utuh game tersebut.
Bersama dengan kawannya ia pun mengeluarkan kebijakan kepada seluruh warga
untuk tidak menggunakan permaianan di hari Selasa dan Kamis sebab orang-orang
harus menghabiskan waktu di dunia nyata karena seperti ucapan Halliday “dunia
nyata satu-satunya hal yang nyata”. Membangun kebahagiaan di dunia nyata
bersama rekan-rekannya, sebab kita bukan siapa-siapa tanpa keluarga.