3 Hal Ini Jadi Penanda Bila Kamu Optimis atau Pesimis?
INDOPOSITIVE.org—Bagaimana awal tahun
anda? Mungkin setelah menulis resolusi tahun baru, ada beberapa hal yang penting
dilakukan. Tapi, selain mempersiapkan rencana, penting juga untuk membangun
mental yang kuat untuk menjalani hari-hari di tahun 2019 ini. Seberapa sering
anda merasa gagal? Dan bagaimana anda bangkit melawan kegagalan itu? Mungkin
kita bisa belajar untuk mempelajari cara berpikir dan bertindak yang satu ini,
optimis. Topik ini dalam dunia psikologi, terkenal saat Martin P.Seligman
membawa optimis pada titik mula kelahiran psikologi positif. Setelahnya, beberapa
peneliti mulai mengkaji hal tersebut. Salah satunya Gerhard Andersson, yang
merupakan ahli psikologi klinis.
Gerhard Andersson,
peneliti asal
Uppsala
University pernah melakukan metanalisis tentang optimis yang berjudul The Benefits of Optimism: a Meta-Analitic
Review of the Life Orientation Test. Salah
satu temuan dari meta-analisis tersebut adalah optimisme dalam bidang kesehatan
memiliki pengaruh yang besar atau pengaruh yang positif dalam proses
penyembuhan. Individu yang sedang memiliki beban atau keluhan somatik dalam
menghadapi suatu penyakit, optimisme yang dimiliki dipercaya akan berperan
positif dalam proses penyembuhan.
Seligman
dalam beberapa artikel penelitiannya menjelaskan bahwa bagaimana cara individu memandang suatu peristiwa di dalam kehidupannya, berhubungan
erat dengan gaya individu dalam
menjelaskan suatu peristiwa (explanatory style). Dengan gaya
penjelasan, seseorang yang optimis akan dapat menghentikan rasa
ketidakberdayaannya.
Ditinjau
dari perspektifnya, orang yang optimis menjelaskan suatu kejadian atau negatif
diakibatkan oleh faktor-faktor eksternal, bersifat sementara, atau faktor-faktor khusus. Sementara itu, orang pesimis menjelaskan bahwa negatif dikarenakan oleh faktor internal,
bersifat stabil, dan diakibatkan oleh
faktor-faktor global. Seligman pun mengemukakan ada tiga macam gaya
penjelasan (explanatory style),
yaitu permanence, pervasiveness dan
personalization.
Pertama,
Permanence (hal yang menetap)
Gaya ini menggambarkan
bagaimana individu melihat peristiwa yang bersifat sementaran
(temporary) atau menetap (permanence).
Orang-orang yang pesimis melihat
peristiwa yang buruk sebagai sesuatu yang menetap dan mereka cenderung menggunakan kata-kata ”selalu” dan
”tidak pernah.”
Kedua,
Pervasiveness (hal yang mudah
menyebar)
Gaya
penjelasan peristiwa ini berkaitan dengan ruang lingkup dari peristiwa tersebut, yang meliputi universal (menyeluruh)
dan spesifik (khusus). Orang yang
optimis bila dihadapkan pada kejadian yang buruk akan membuat penjelasan
yang spesifik dari kejadian itu, bahwa hal buruk terjadi diakibatkan oleh
sebab-sebab khusus dan tidak akan meluas
kepada hal-hal yang lain.
Ketiga,
Personalization (hal yang yang
berhubungan dengan pribadi)
Personalisasi
merupakan gaya penjelasan masalah yang berkaitan dengan sumber dari penyebab kejadian tersebut,
meliputi internal dan eksternal. Ketika
mengalami hal yang buruk, orang yang pesimis akan menganggap bahwa hal itu terjadi karena faktor dari dalam
dirinya.
Ketiga
hal tersebut menjadi sesuatu yang penting dalam memberikan pengaruh pada cara
melihat seseorang. Bagaimana pun, optimis terdengar mengesankan dan penting.
Akan tetapi, optimis sendiri punya efek buruk terhadap keseharian kita. Salah
satunya mudah menyalahkan hal di luar diri dan menghilangkan kemampuan kita
dalam mengantisipasi berbagai hal buruk yang kemungkinan terjadi. Beberapa
peneliti pesimis pun menjelaskan hal baik tentang itu, pesimis tak selamanya
buruk.