Magic Word: Sebuah Rahasia Agar Permintaan Maaf Lekas Diterima
INDOPOSITIVE.org—“Sorry seems to be the hardest word”
begitulah lirik lagu yang di nyanyikan oleh Elton John. Meminta maaf sepertinya
kata yang paling sulit diucapkan. Namun nyatanya kita malah sering menemukan
situasi ketika permintaan maaf kita ajukan malah tak diterima oleh orang lain. Padahal
permintaan maaf menjadi potensi dalam mengubah hubungan menjadi lebih baik. Menawarkan
permintaan maaf pada orang lain merupakan keterampilan interaktif dalam
berkomunikasi. Keterampilan interaktif inilah kemampuan untuk menangani konflik
dan untuk memulihkan hubungan setelah situasi konflik terjadi.
Tak jarang ada diantara kita yang memiliki keinginan yang sangat kuat untuk meminta maaf dengan harapan agar dimaafkan, namun orang yang ditawarkan permintaan maaf sering tidak puas dengan kata-kata yang diucapkan kemudian mengakibatkan penolakan permintaan maaf. Menawarkan permintaan maaf saja kadang tidak cukup bagi seseorang apalagi hanya sekadar mendengar bahwa orang lain menyesal atas kesalahan yang dilakukan. Lalu, apa yang bisa kita lakukan agar permintaan maaf yang kita tawarkan dapat diterima? Bagaimana dan mengapa permintaan maaf bisa efektif, diterima, dan membuka jalan menuju pengampunan dan bahkan untuk memulihkan hubungan ke keadaan semula?
Menariknya
hal ini di jelaskan dalam jurnal Peace
and Conflict: Journal of Peace Psychology oleh peneliti bernama Johanna
Kirchhoff dan rekannya pada tahun 2012. Dalam penelitian yang berjudul Apologies: Words of Magic? The Role of
Verbal Components, Anger Reduction, and Offence Severit mengemukakan bahwa
meminta maaf merupakan magic word
yang dapat kita gunakan ketika kita ingin memperbaiki suatu hubungan atau
tengah berada dalam konflik tertentu. Dalam penelitiannya Kirchhoff dan
rekannya menguji bagaimana ketika kita melakukan sebuah kesalahan kemudian
menawarkan dua jenis permintaan maaf yang berbeda: pertama yang mencakup lebih
banyak konten dan kedua mencakup konten lebih sedikit.
Penelitian
Kirchhoff dirancang sebagai studi sketsa online dengan skala permintaan maaf.
Peserta akan diberikan tiga pertanyaan demografis: usia, jenis kelamin, dan
latar belakang pendidikan. Setelah itu manipulasi tingkat keparahan (dua
tingkat) dengan deskripsi singkat tentang konflik lingkungan yang lebih atau
kurang parah. Peserta kemudian akan menilai tingkat keparahan pelanggaran berat
pada skenario yang diberikan dan tingkat pelanggaran yang kurang parah.
Berdasarkan pengukuran menggunakan skala pengampunan menunjukkan bahwa
keberhasilan permintaan maaf yang berbeda dan menunjukkan konsistensi internal
yang baik.
Dapat dikatakan bahwa semakin lengkap permintaan maaf, semakin
efektif permintaan maaf yang di tawarkan. Ini hanya karena permintaan maaf
menawarkan lebih banyak informasi yang ingin didengar oleh penerima. Lebih
lanjut, dapat diasumsikan bahwa keefektifan permintaan maaf dapat dijelaskan
oleh fakta bahwa permintaan maaf yang lebih lengkap mengurangi lebih banyak
kemarahan orang lain.