3 Kemungkinan Alasan Pemilih Pemula Memberikan Suaranya
INDOPOSITIVE.org — Menatap
pemilihan presiden 17 April 2019 genderang awal telah dimulai dua bulan yang
lalu.
Ditandai
dengan deklarasi dua pasangan calon. Kampanye telah serentak dilakukan dari kedua tim
sukses menarik suara, mulai
dari Emak-emak hingga kaum millenials. Millenials menjadi sasaran penting lantaran dapat menjadi
lumbung suara. Sebagain besar dari mereka pun terbilang sebagai pemilih
pemula.
Pemilih
pemula merupakan
mereka yang berusia 17-21 tahun dan sudah terdaftar di DPT untuk pertama
kalinya berpartisipasi dalam pemilu. Keberadaan pemilih pemula saat ini
dianggap penting untuk memenangkan pemilu 2019. Bagaimana perilaku memilih (voting behavior) pemilih pemula?
Penting untuk diketahui dari tinjauan psikologis perilaku pemilih (voting behavior) pemilih pemula karena
merupakan pengalaman pertama dalam memilih.
Pendekatan
voting behavior The Michigan Model yang
dikenal sebagai
pendekatan psikologis untuk mengetahui perilaku memilih individu yang diuraikan
secara lengkap oleh Campbell, Miller, Converse dan Stokes di dalam The American
Voters (1960). Ada tiga hal penting yang menjadi fokus para pemilih
pemula dalam
memilih calon presiden atau calon legislatif pada pemilu mendatang, yaitu
keberpihakan (partisanship), pendapat terhadap isu yang berkembang dan citra
kandidat calon presiden.
Pertama:
Keberpihakan
Partisanship
adalah konsep kedekatan psikologis yang berkelanjutan dengan partai politik.
Walaupun tidak termasuk di dalamnya dan menganggap bahwa apa yang dilakukan
sesuai dengan aturan partai politik. Hamdi Muluk di tahun 2012 dalam studinya
menyebutnya dengan istilah ikatan emosional terhadap partai politik di dalamnya
terdapat reaksi psikologis dengan memiliki ideologi atau visi misi yang sama
sehingga akan mendukung untuk pemenangan calon kandidat presiden usungan
partai.
Kedua:
Pendapat terhadap isu
Pendapat
terhadap isu atau orientasi isu,
berbeda dengan kedekatan tetapi lebih kepada keselarasan tujuan yang ideal apa
yang menjadi tawaran-tawaran solusi atau program kerja kedepannya dari calon
kandidat. Seiring berjalannya masa kampanye yang menimbulkan perang gagasan,
adu program, bahkan perang metafora kata di media sosial. Menurut Newman dan
Sheth yang mengembangkan teori voting behavior
di tahun 1985, mengemukakan bahwa isu-isu dan kebijakan dalam
program yang diperjuangkan dan dijanjikan kandidat menjadi faktor penting untuk
menjadi penilaian dalam memilih.
Ketiga:
Citra kandidat
Citra
kandidat tak kalah pentingnya menjadi orientasi pemilih untuk memilih
figur calon presiden yang
didasarkan
atas kepribadian, kepopuleran, rekam jejak dan kepemimpinan selama kiprah
kandidat calon presiden. Dengan adanya penilaian kinerja pemerintahan menjadi
penunjang pengetahuan politik pemilih. Menurut Roth pada studi pemilu
empirisnya (2008) mengemukakan bahwa pilihan politik rasional choice berorientasi pada capaian dan keberhasilan partai
atau kandidat baik hasil dipersepsikan maupun diantisipasi.
Pemilih
pemula rentan dalam memilih hanya mengikuti kemauan keluarga ataupun kerabat.
Untuk menjadi pemilih yang menguntungkan bagi diri sendiri dan kebijakan
pemerintahan yang akan datang pemilih pemula perlu memiliki tiga hal diatas
dalam menentukan pilihan politiknya. Dalam perilaku memilih (voting behavior), konsep
The Michigan Model dengan pendekatan psikologis, dapat membantu dalam menemukan
pilihan politik ke arah lebih baik.