Mengapa Kita Sulit Berhenti Merokok?
INDOPOSITIVE.org — Perilaku merokok menjadi hal
yang belakangan ini mendapat perhatian lebih. Apalagi setelah pemerintah
berencana untuk menaikkan harga rokok. Tentu saja kebijakan itu diharapkan
dapat mengurangi konsumsi rokok di Indonesia. Namun, hal tersebut mendapat dukungan
dan juga kritikan. Kali ini, kami akan menyajikan salah satu temuan tentang
mengapa beberapa orang di antara kita sulit untuk berhenti merokok.
Indonesia meraih peringkat
satu dunia untuk jumlah pria perokok di atas usia 15 tahun. Hal ini berdasarkan
data terbaru dari The Tobacco Atlas 2015. Data tersebut menunjukkan, sebanyak
66 persen pria di Indonesia merokok. Urutan kedua, Rusia, lalu ketiga ditempati
Cina. Mungkin saja, temuan ini dapat menjadi bahan atau sumber informasi bagi
siapa saja yang hendak menghentikan perilaku merokok.
Di sekitar kita, seringkali
kita menemukan orang yang hendak berhenti merokok. Namun dalam usahanya untuk
berhenti, ada masa ketika ia menyerah dan kemudian memutuskan untuk tetap
merokok. Kalimat, “Merokok mati, tidak merokok mati, mending merokok sampai
mati” menjadi ungkapan pamungkas bagi para penikmati rokok. Sebuah penelitian
di Amerika membuktikan bahwa 43 % wanita yang berhenti merokok selama masa
kehamilan, memilih untuk kembali merokok kembali setelah mereka melahirkan.
Mengapa jumlah itu begitu banyak? Atau mengapa ada banyak orang yang berhenti
di tengah jalan, menyerah pada asap rokok?
Itu tidak mengherankan sebab
nikotin adalah adiktif, tapi apa yang terjadi di otak selama munculnya hasrat
untuk merokok? Nikotin
diterima di otak dengan reseptor 'nicotinic'. Kita pun memiliki 'cannabinoid' dan reseptor 'opioid' yang bekerja dengan cara yang
sama. Reseptor ini tidak berevolusi bagi manusia untuk menjadi kecanduan obat,
tetapi mereka ada untuk menyediakan jalur yang lebih cepat untuk bahan kimia
nabati dalam mencapai otak. Seiring waktu, perokok beradaptasi dengan kehadiran
nikotin dan mengembangkan toleransi, yang mengarah pada perilaku adiktif.
Ini
berarti bahwa kecanduan nikotin berkembang dengan lebih mendasar, serupa dengan
kecanduan seks, internet atau bahkan coklat namun dari sisi zat kimia. Malahan
tidak ada 'internetinoid' atau 'chocolatinoid' reseptor di otak,
ketergantungan berkembang melalui jalur tidak langsung terkait dengan
penghargaan dan kesenangan. Tidak semua orang yang merokok
menjadi kecanduan, tetapi sejumlah wanita dalam penelitian ini akan memberitahu
kita, bahwa terdapat kimia 'bawaan' yang membuatnya sangat sulit untuk
berhenti.
Pada penelitian ini, perempuan yang dijadikan
subjek dan bisa saja berbeda dengan laki-laki. Hanya saja, proses yang terjadi
di otak memberikan gambaran bahwa butuh tekad dan kemauan besar bagi seorang
pecandu untuk terlepas dari masalah ini. Semoga anda atau orang yang disayangi dapat terbebas dari kecanduan itu.