Membangun Mental Positif ODHA
Hari Aids Sedunia, 1 Desember. |
Salah
satu penyakit paling mematikan di dunia, yang kemudian menjadi wabah
internasional atau bencana dunia sejak kali pertama kehadirannya adalah
HIV/AIDS. AIDS (Acquired Immune
Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan
retrovirus yang menyerang sistem kekebalan tubuh seseorang. Penyakit yang
disebabkan virus HIV (Human
Immunodeficiency Virus). Pada perkembangan dunia kesehatan, keberadaan
virus HIV masih jadi salah satu pembunuh terbesar.
Obat
antivirus yang kuat telah memungkinkan bagi orang untuk hidup selama
bertahun-tahun dengan HIV. Tetapi penyakit ini masih jadi pembunuh di negara
berpenghasilan rendah dan menengah, di mana infeksi HIV terjadi sebesar 95
persen. Hampir 1 dari setiap 20 orang dewasa di bagian Sahara Afrika mengidap
HIV-positif, menurut WHO. Informasi dari UNAIDS (United Nations Joint Program
on HIV/AIDS) menyatakan bahwa sampai tahun 2010 jumlah penderita HIV mencapai
34 juta orang di dunia.
Sedangkan
di Indonesia, berdasarkan data Ditjen PP & PL Kemenkes RI 17 Oktober 2014,
sejak pertama kali ditemukan tahun 1987 sampai dengan September 2014, HIV-AIDS
tersebar di 381 (76%) dari 498 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia.
Provinsi pertama kali ditemukan adanya kasus HIV-AIDS adalah Provinsi Bali,
sedangkan yang terakhir melaporkan adalah Provinsi Sulawesi Barat pada tahun
2011.
Perkembangan
HIV/AIDS kian berkembang pesat di Indonesia. Ada sekitar 170.000 sampai 210.000 dari 220
juta penduduk Indonesia mengidap HIV/AIDS. Perkiraan prevalensi keseluruhan
adalah 0,1% di seluruh negeri, dengan pengecualian Provinsi Papua, di mana
angka epidemik diperkirakan mencapai 2,4%, dan cara penularan utamanya adalah
melalui hubungan seksual tanpa menggunakan pelindung.
Jumlah kasus kematian akibat AIDS di Indonesia
diperkirakan mencapai 5.500 jiwa. Epidemi tersebut terutama terkonsentrasi di
kalangan pengguna obat terlarang melalui jarum suntik dan pasangan intimnya,
orang yang berkecimpung dalam kegiatan prostitusi dan pelanggan mereka, dan
pria yang melakukan hubungan seksual dengan sesama pria. Sejak 30 Juni 2007,
42% dari kasus AIDS yang dilaporkan ditularkan melalui hubungan heteroseksual
dan 53% melalui penggunaan obat terlarang. Cara penularan yang paling banyak
adalah hubungan seks heteroseksual yaitu sebanyak 51 persen.
Tahun ini, Peringatan Hari Aids Sedunia yang
jatuh pada tanggal 1 Desember setiap tahunnya ini merupakan momentum penting
bagi semua sektor yang bekerja di bidang penanggulangan HIV dan AIDS sebagai
pernyataan komitmen terhadap epidemi HIV dan evaluasi terhadap upaya
penanggulangan yang telah dilakukan. Tema besar HAS tahun 2014 adalah ‘Cegah dan
lindungi diri, keluarga dan masyarakat dari HIV-AIDS dalam rangka perlindungan
HAM’.
Usaha-usaha
yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi epidemik HIV/AIDS ini belum dapat
dikatakan berhasil menahan laju pertumbuhan angka HIV/AIDS ini. Berbagai
kebijakan tidak akan terlaksana dengan baik tanpa ada sinergi bersama dengan
masyarakat. Sebab sesungguhnya, keberadaan HIV/AIDS tidak sepenuhnya berada
pada tangan pemerintah, melainkan dari berbagai pihak yang ada. Pemerintah
kiranya dapat membangun kesadaran kolektif dalam menghindari peningkatan
pertumbuhan HIV/AIDS. Menanamkan keinginan untuk menjaga lingkungan sekitar
agat terbebas dari penyakit mematikan itu.
Psikologis ODHA
Mereka
yang terinfeksi HIV atau mengidap AIDS tersebut biasa disebut dengan Orang
Dengan HIV/AIDS (ODHA). Keberadaan ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) di tengah
lingkungan masyarakat patut mendapatkan perhatian khusus. Pasalnya, suatu studi
telah menyimpulkan bahwa pasien yang menderita suatu penyakit dengan kondisi
akut sebagian besar akan menunjukkan adanya gangguan psikologis di antaranya
depresi.
Seperti
yang dikemukakan Sarafino dalam bukunya yang berjudul Health Psychology: Biopsychosocial
Interaction, bahwa suatu penyakit dan akibat yang
diderita, baik akibat penyakit ataupun intervensi medis tertentu dapat
menimbulkan perasaan negatif seperti kecemasan, depresi, marah, ataupun rasa
tidak berdaya dan perasaan-perasaan negatif tertentu yang dialami terus-menerus
ternyata dapat memperbesar kecenderungan seseorang terhadap suatu penyakit
tertentu.
Kondisi
ini mendesak mereka untuk melakukan perubahan-perubahan sosial secara cepat.
Namun, tidak semua orang mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan
tersebut yang pada gilirannya yang bersangkutan dapat jatuh sakit, atau
mengalami gangguan penyesuaian diri/adjustment disorder. Perubahan-perubahan
psikososial pada sebagian orang dapat merupakan beban atau tekanan mental yang
disebut stresor psikososial. Stresor psikososial adalah setiap keadaan atau
peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang
itu terpaksa mengadakan adaptasi atau penyesuaian diri untuk menanggulanginya.
Dukungan Sosial
Berbagai
penelitian telah membuktikan bahwa dukungan sosial dari teman, keluarga, atau
lingkungan sekitar dapat menciptakan kondisi yang lebih baik bagi ODHA. Selain
itu, dukungan sosial dapat mengurangi stress atau sejumlah perasaan negatif
yang muncul. Ada banyak cara untuk menunjukkan dukungan sosial kita pada ODHA,
seperti pendampingan untuk memberikan dukungan secara emosional dalam menjalani
masa – masa yang harus dihadapi. Kehadiran dukungan sosial dapat diciptakan
dari orang sekitar seperti teman, orang tua, tetangga, dan sejumlah orang yang
peduli akan ODHA.
Pada
dasarnya, kebutuhan utama ODHA adalah dukungan dari orang – orang terdekat
seperti keluarga. Keluarga diharapkan dapat menjadi pihak pertama yang mengerti
dan menerima kondisi ODHA. Bersedia mendampingi pada masa sulit, berobat ke
dokter, memberi berbagai informasi. Sebagai lingkungan terdekat, keluarga
menjadi bagian penting dalam menentukan proses social comparison. Sejumlah informasi tentang lingkugan akan
diperoleh dari keluarga, dengan hal tersebut ODHA akan membangun kesadaran diri
yang lebih baik, bila pihak terdekat memberikan informasi positif. Seperti
proses penerimaan lingkungan sekitar, kondisi kesehatan. Sehingga ODHA merasa dihargai dan hidupnya
dapat lebih dimaknai.
Kondisi
tersebut akan mendorong ODHA untuk berperilaku sehat dan memunculkan perasaan
positif serta kondisi mental mereka akan jauh lebih baik. Kadang kala, kita
cenderung memberikan stigma negatif pada penderita. Padahal para ODHA
sesungguhnya membutuhkan bantuan kita untuk kembali membangun semangat hidup. ODHA
juga manusia yang memiliki sejumlah keinginan, dan berharap akan selalu ada
hari atau kabar yang lebih baik untuk mengurangi beban psikologisnya.
*Selamat
Hari Aids Sedunia.