Cerita dari Nusakambangan

Tiba – tiba saya kangen dengan masa – masa Kuliah Kerja Profesi (KKP) dahulu. KKP merupakan salah satu mata kuliah wajib Departemen saya yang mengharuskan mahasiswa untuk tinggal bersama masyarakat selama beberapa waktu lamanya. Tulisan ini adalah tulisan yang waktu itu disarankan dibuat oleh ketua tim kami agar kami memiliki cerita yang dapat disampaikan kelak. Saat itu, kami menulis malam hari seusai rapat harian, dengan hanya diterangi lampu neon redup 5 Watt dan 2 senter. Senter satu di kepala teman kami, dan yang satunya diletakkan di tengah. Semoga cerita saya pada saat KKP ini menarik untuk disimak.

Kecamatan Kampung Laut merupakan satu - satunya daerah KKP IPB  2012 yang berada benar - benar di daerah pesisir sehingga sungguh memberikan pengalaman yang berbeda dari daerah KKP IPB lainnya. KKP IPB di Kampung Laut menempatkan mahasiswa di dua desa yang masing - masing terdiri dari tiga dan dua dusun. Desa tersebut yaitu Ujungalang dan Klaces sementara kelima dusun tersebut terdiri dari Motean, Paniten, dan Lempong Pucung pada Desa Ujungalang serta Klaces dan Kelapa Kerep pada Desa Klaces. Penempatan mahasiswa KKP pada satuan wilayah dusun ini berbeda dengan penempatan mahasiswa KKP pada kabupaten lain yang berada pada wilayah desa. Hal ini karena wilayah desa dalam Kecamatan Kampung Laut sangat luas serta memiliki daerah yang tidak homogen.

Dusun Motean bersama dengan Dusun Paniten berada pada satu daratan kecil (grumbul) yang terpisah dari satu dusun yang lain pada Desa Ujungalang yaitu Lempong Pucung yang berada pada Pulau Nusakambangan. Meski begitu, dusun ini dapat dikatakan lebih maju dari segi pembangunan sehingga di Dusun Motean ditemui pemukiman penduduk yang lebih padat jika dibandingkan dengan Dusun Lempong Pucung. Dusun Motean jika ditempuh dari dramaga Sleko Cilacap, maka memerlukan waktu sekitar satu setengah jam dengan kapal kayu. Kapal kayu ini yang berukuran besar disebut oleh masyarakat dengan sebutan compreng yaitu ukurannya sekitar tujuh kali tiga meter, sementara yang berukuran kecil disebut dengan fiber yang berpostur lebih ramping dengan ukuran kira – kira lima kali satu setengah meter. 

Sepanjang perjalanan menelusuri Segara Anakan, yaitu laut yang tak ubahnya seperti aliran sungai yang mengelilingi kepulauan Nusakambangan, tak henti-hentinya disuguhkan oleh pemandangan ekosistem bakau yang amat mempesona. Terlihat banyak sekali pohon nipah yang rasa buahnya menyerupai kolang – kaling, namun bentuk pohonnya menyerupai pohon sawit. Daun pohon ini dijelaskan oleh salah satu warga dapat dibuat menjadi atap rumah. Masyarakat setempat menyebut ekosistem mangrove dengan sebutan mangrou sementara bahasa daerah setempat untuk bakau adalah panggal.
           
Kuliah Kerja Profesi yang kami lakukan di Dusun Motean memberikan sejuta pembelajaran, inspirasi, manfaat atau apalah namanya itu, khususnya kepada saya. Dusun ini memiliki keayaan alam yang menakjubkan dan masyarakat yang keras ala daerah pesisir namun sangatlah ramah. Selain itu, pembelajaran dan kesan juga diperoleh dari program - program yang diimplementasikan bersama masyarakat.
          
Program yang kami implementasikan bersama masyarakat terdiri dari lima bidang yaitu lingkungan, pendidikan, kesehatan, pertanian, dan keagamaan. Pada program lingkungan, kami melakukan advokasi mengenai sistem pengelolaan sampah Dusun Motean dan pemberdayaan masyarakat. Hasil akhirnya telah direkomendasikan bersama Bapak Kadus sebuah TPS di dusun dan bersama Bapak Camat sebuah TPA di luar dusun, pembentukan kader kebersihan, serta keterampilan mengolah sampah organik dan anorganik.
            
Program pendidikan terdiri dari pendidikan formal dan informal. Pendidikan formal dilakukan melalui pengajaran di PAUD dan integrasi Muatan Lokal Pendidikan konservasi pada anak kelas 5 SD. Adapun pendidikan informal merupakan les sore hari yang diberikan kepada anak SD. Program kesehatan terdiri dari penyuluhan kader Posyandu, penyuluhan Ayo Melek Gizi, dan pendampingan gizi kurang. Program pertanian terdiri dari percontohan sistem vertikultur, pembagian benih, dan sosialisasi petani. Program keagamaan meliputi menonton bersama film renungan, kultum dan kulsub, serta buka bersama.  

Saya menjadi penanggungjawab untuk program pada bidang kesehatan sesuai dengan bidang studi saya yaitu Gizi Masyarakat. Bagi saya, melakukan program kesehatan bersama masyarakat sungguh menarik dan lebih nyata dalam menerapkan ilmu yang selama ini saya peroleh di kampus. Saya merasakan bagaimana tidak mudah untuk memberikan pendidikan gizi yang tujuannya adalah perubahan perilaku ke arah yang lebih baik, berinteraksi dengan individu yang berbeda dalam penerimaan gizi sehingga perlakuan sama memberikan saya suatu kesalahan, serta menjumpai sejumlah orang yang menjadi motor kesehatan sukarela di daerah.
            
Di Dusun Motean ini saya menemukan keluarga baru. Keluarga yang saling pengertian dari kelompok kami yang berjumlah enam orang, keluarga dari pemilik rumah yang sangat tulus, adik – adik kecil yang setiap hari entah berapa jam bermain dengan kami, bapak kepala sekolah beserta ibu yang meminta untuk dianggap sebagai orang tua sendiri, serta seluruh warga dari ketiga RW yang sangat senang akan kehadiran kami.
           
Ketika malam keluarga kami berangkat untuk melaksanakan shalat tarawih, langit selalu dipenuhi oleh bintang – bintang yang terasa dekat di atas kepala. Rumah – rumah penduduk yang berjejer di kanan kiri jalan banyak yang sangat gelap karena tidak dalam jadwal pengaliran PLTS. Lampu penerang jalan belum terdapat di dusun ini. Bahkan balai desa pun tidak diterangi oleh cahaya. Dengan demikian, pukul setengah sebelas malam dusun ini sudah sangat sepi.
            
Evaluasi malam hari yang rutin kami adakan dilakukan hanya dengan penerangan lampu senter. Ketua kami dengan penuh tanggung jawab dan pengertian mengarahkan setiap evaluasi sementara satu teman kami mencatatnya sebagai notulensi. Saat – saat mengantuk dan teguran dari ketua karena kami tidak fokus menjadi salah satu bagian yang saya ingat.
            
Air tidak dapat diperoleh di dusun ini yang merupakan hasil dari sedimentasi Sagara Anakan. Air diperoleh dari Dusun Lempong Pucung dengan menggunakan perahu fiber tanpa diwadahi oleh dirigen ataupun ditutupi bagian atasnya. Sementara jika hujan, warga menampung air agar dapat digunakan untuk keperluan sehari – hari. Setiap hari kami disuguhkan makanan hasil nelayan masyarakat setempat. Makanan yang baru bagi saya tersebut adalah totok, pelus, kepiting, belut, dan belanak. Hanya udang dan rajungan saja yang pernah saya coba sebelumnya. Totok merupakan kerang dengan cangkang besar yang hidup pada lumpur, pelus adalah ikan yang bentuknya pipih memanjang, sementara belanak merupakan ikan yang melimpah didapatkan di daerah ini. Rasa rajungan sangat gurih walau hanya direbus dengan garam saja.

Di kelompok KKP ini saya benar – benar belajar bekerja sama sama dalam kekeluargaan tanpa melupakan segi profesionalitas. Setiap anggota kelompok selalu berusaha memahami yang lainnya dan menjadi keluarga yang baik dalam tujuh minggu bersama. Saya sangat senang memperoleh inspirasi dari lima kharakter yang berbeda sementara mereka menerima kekurangan saya apa adanya.

Waktu tujuh minggu sungguh tidak terasa bagi kami. Di hari ke-48 kami pulang ke rumah masing – masing. Hari sebelumnya kami berpamitan dengan berkeliling ke setiap RW. Beberapa warga yang selama ini sering kami repotkan memberikan beberapa bekal untuk kami. Kader kebersihan bersiap untuk mengantar kami ke dramaga pada hari keberangkatan.


Perpisahan yang haru bersama keluarga di rumah merupakan awal dari keharuan akan perpisahan kami. Saya dikelilingi oleh anak – anak yang bergelayut di kanan – kiri. Mereka sebelumnya memberikan kenang – kenangan berupa boneka dan kalung hati. Di dramaga, pecahlah tangis mereka. Kugendong salah satu dari mereka dan kuminta agar menghentikan tangisnya. Namun, tetap saja mereka berurai air mata. Seluruh anak kecil yang mengantar kami penuh dengan isak tangis, apalagi disaat perahu mulai melaju menjauh dari dramaga. Dari perahu, saya meminta mereka untuk tersenyum dimulai dengan aba – aba hitungan satu hingga tiga, tapi tidak ada satupun yang tersenyum. Akhirnya semuanya berakhir dengan lambaian dari kami semua.



____

Sonia Rosselini, Penulis adalah Mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat IPB.
Tulisan ini juga pernah dimuat di sini.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel