Equanimity dalam Psikologi: Pengertian, Konsep, dan Cara Mendapatkannya serta Tantangan



Equanimity dalam psikologi adalah keadaan emosi yang stabil dan seimbang. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan kondisi mental dan emosional seseorang yang tidak terpengaruh oleh situasi atau perasaan yang tidak menentu. 

Seseorang dengan equanimity mampu mempertahankan kedamaian dan ketenangan dalam situasi yang stress atau menantang, dan memandang suatu masalah dengan pandangan yang jernih dan objektif. Equanimity dianggap sebagai salah satu kunci untuk mencapai kesejahteraan emosional dan mental.


Konsep Awal

Konsep equanimity dalam psikologi berasal dari tradisi filsafat dan spiritual, dan pertama kali diterapkan dalam psikologi oleh para praktisi dan peneliti dalam bidang meditasi dan mindfulness. Namun, tidak ada satu individu atau sumber yang dapat dikreditkan sebagai "penemu" equanimity dalam psikologi.

Beberapa sumber penting yang membahas equanimity dalam psikologi termasuk:


"The Heart of the Buddha's Teaching" oleh Thich Nhat Hanh

"Anapanasati: Mindfulness of Breathing" oleh Bhikkhu Analayo

"The Mind Illuminated" oleh John Yates

"Mindfulness-Based Stress Reduction (MBSR)" oleh Jon Kabat-Zinn

"The Art and Science of Mindfulness: Integrating Mindfulness into Psychology and the Helping Professions" oleh Shauna L. Shapiro dan Linda E. Carlson.


Ini hanyalah beberapa contoh, dan banyak buku lainnya yang membahas equanimity dalam psikologi dan bagaimana mempraktikkan equanimity dalam kehidupan sehari-hari.


Cara Mendapatkannya


Ada beberapa faktor yang dapat membantu individu merasakan equanimity, di antaranya:

  • Meditasi dan mindfulness: melatih kesadaran dan konsentrasi pada saat ini membantu individu mengatasi dan mengurangi pengaruh negatif dari perasaan dan pikiran, memungkinkan mereka untuk mempertahankan kedamaian dan ketenangan. (Shapiro & Carlson, 2006)


  • Latihan relaksasi: mempraktikkan teknik relaksasi seperti yoga, progressive muscle relaxation, atau deep breathing dapat membantu mengatasi stres dan memperbaiki keseimbangan emosional. (Joshi & Bethea, 2016)


  • Terapi: mempelajari dan bekerja dengan perasaan dan pikiran melalui terapi dapat membantu individu memahami dan mengatasi rasa takut, kemarahan, dan kecemasan, memungkinkan mereka untuk mencapai kedamaian emosional. (Germer, Siegel, & Fulton, 2005)


  • Praktik kesejahteraan: melakukan aktivitas yang menyenangkan dan membantu membangun kedamaian, seperti berolahraga, berkebun, atau bekerja sama dengan orang lain. (Baumeister & Leary, 1995)


  • Keterkaitan sosial: membangun hubungan yang baik dengan orang lain dan merasa terkait dengan lingkungan dapat membantu mengatasi perasaan kesepian dan meningkatkan kedamaian emosional. (Cacioppo & Patrick, 2008)


Tantangan

Ada beberapa tantangan yang dapat menghalangi seseorang dalam berada pada equanimity, di antaranya:

  1. Stres: tingginya tingkat stres dalam hidup sehari-hari dapat mempengaruhi kapasitas seseorang untuk mempertahankan kedamaian dan ketenangan. (Siegel, 2007)
  2. Trauma masa lalu: pengalaman traumatic masa lalu dapat mempengaruhi kondisi mental dan emosional seseorang, membuat mereka sulit untuk mencapai dan mempertahankan kedamaian. (van der Kolk, 2014)
  3. Gangguan mental: gangguan mental seperti depresi, kecemasan, atau PTSD dapat mempengaruhi kapasitas seseorang untuk mengatasi perasaan dan mempertahankan equanimity. (American Psychiatric Association, 2013)
  4. Ketergantungan pada substansi: penggunaan substansi seperti alkohol atau obat-obatan dapat mempengaruhi kapasitas seseorang untuk mengatasi stres dan mempertahankan equanimity. (National Institute on Drug Abuse, 2018)
  5. Lingkungan: faktor lingkungan seperti konflik dalam hubungan atau pekerjaan yang mempengaruhi dapat mempengaruhi kapasitas seseorang untuk mempertahankan equanimity. (Lazarus & Folkman, 1984)


Referensi:

American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (DSM-5®). American Psychiatric Pub.

Lazarus, R. S., & Folkman, S. (1984). Stress, appraisal, and coping. Springer Publishing Company.

National Institute on Drug Abuse. (2018). Drugs, Brains, and Behavior: The Science of Addiction.

Siegel, D. J. (2007). The mindful brain: Reflection and attunement in the cultivation of well-being. W. W. Norton & Company.

van der Kolk, B. A. (2014). The body keeps the score: Brain, mind, and body in the healing of trauma. Penguin.

Baumeister, R. F., & Leary, M. R. (1995). The need to belong: Desire for interpersonal attachments as a fundamental human motivation. Psychological Bulletin, 117(3), 497-529.

Cacioppo, J. T., & Patrick, W. (2008). Loneliness: Human nature and the need for social connection. WW Norton & Company.

Germer, C. K., Siegel, R. D., & Fulton, P. R. (Eds.). (2005). Mindfulness and psychotherapy. Guilford Press.

Joshi, M., & Bethea, E. (2016). Relaxation techniques for stress management. American Family Physician, 93(7), 581-586.

Shapiro, S. L., & Carlson, L. E. (Eds.). (2006). The art and science of mindfulness: Integrating mindfulness into psychology and the helping professions. American Psychological Association.


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel