Beberapa Penyebab Mengapa Skala Psikologi Menjadi Multidimensi



Ditulis oleh Wahyu Widhiarso, Fakultas Psikologi UGM

*

Masalah banyaknya aitem yang gugur dalam uji coba masih menjadi masalah yang menarik karena masih sering terjadi. Salah satu penyebab banyaknya butir yang gugur ini --- selain karena faktor item wording nya yang kurang pas --- adalah karena skala yang diukur bersifat multidimensi. 

Dari beberapa kasus mengenai banyaknya butir yang gugur pada penelitian mahasiswa, saya menemukan bahwa skala mereka cenderung multidimensi. Hasil analisis faktor pada data tersebut menghasilkan faktor yang majemuk. 

Dengan mendapatkan jumlah faktor yang majemuk, ada dua kemungkinan penyebabnya. “…because the scale is measuring multiple constructs, or because the construct is heterogeneous, containing several components” (Spector, 1997).

Apa yang menyebabkan pengukuran cenderung menjadi multidimensi. Berikut ini contohcontoh penyebabnya. 

a. Adanya pelibatan aspek-aspek dalam penyusunan alat ukur. Kalau kita lihat di berbagai buku mengenai penyusunan skala (e.g. Spector, 1997) proses penyusunan skala tidak selalu harus menjabarkan teori menjadi aspek/faktor terlebih dahulu, sebelum menulis aitem. Penulisan aitem bisa tanpa melalui penjabaran menjadi aspek. Jadi, teori dijabarkan menjadi indikator operasional, baru kemudian menulis aitem. 

Dari beberapa pengalaman saya, aspek-aspek dalam alat ukur berpotensi akan membangun dimensi ukur yang berbeda. Korelasi antar aspek sangat rendah, akibatnya pengukuran menjadi bersifat multidimensi. 

b. Jumlah item di dalam instrumen. Drolet dan Morisson (2001) menunjukkan bahwa multidimensionalitas skala psikologi salah satunya dipengaruhi oleh jumlah aitem. Jumlah aitem yang terlalu banyak dapat menambah potensi penambahan varian eror dalam aitem sehingga memunculkan dimensi baru. 

c. Teknik penulisan butir Spector (1997) menemukan bahwa teknik penulisan butir yang memiliki arah yang terbalik antara arah positif (favorable) dan negatif (unfavorable) dapat membentuk dimensi ukur baru. 

d. Satuan pengukuran yang berbeda Dua butir mengukur agresi fisik, misalnya butir 1 “Saya akan memukul…” dan butir 2 “Saya akan memukul hingga saya puas”. Keduanya bisa jadi memili presisi yang berbeda karena insitasnya berbeda. Dalam teori psikometri kedua butir ini sebagai butir yang congeneric. Antar butir yang bersifat konjenerik ini seringkali kemudian menjadi dimensi yang berbeda (Graham, 2006)


Lebih Lanjut dapat dibaca melalui:

Widhiarso, W. (2008). Koefisien Reliabilitas untuk Pengukuran Kepribadian Multidimensi. Jurnal Psikobuana. Vol 1. 39-48

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel