Self-Compassion: Pengertian, Komponen dan Faktor yang Memengaruhi
Pengertian Self-Compassion
Self-compassion berasal dari kata compassion yang diturunkan dari bahasa Latin patiri dan bahasa Yunani patein yang berarti menderita, menjalani, atau mengalami. Self-compassion merupakan konsep baru yang diadaptasi dari filosofi Budha yang memiliki definisi secara umum adalah kasih sayang diri. Compassion meliputi keinginan untuk membebaskan penderitaan, kesadaran terhadap penyebab dari penderitaan, dan perilaku yang menunjukkan kasih sayang.
Kristin Neff sebagai salah seorang peneliti di bidang ini, mendefinisikan self-compassion sebagai sikap memiliki perhatian dan kebaikan terhadap diri sendiri saat menghadapi berbagai kesulitan dalam hidup ataupun terhadap kekurangan dalam dirinya serta memiliki pengertian bahwa penderitaan, kegagalan dan kekurangan merupakan bagian dari kehidupan setiap orang.
Neff (2003) mengemukakan self–compassion sebagai alternatif konsep sebagai langkah untuk menuju diri yang sehat tanpa melibatkan evaluasi diri. Gagasan tentang self-compassion memberikan model pemikiran alternatif tentang bagaimana melihat diri sendiri agar meningkatkan resiliensi pada remaja.
Menjadi self-compassionate bukan berarti seseorang yang harus menjadi selfish atau self-centered. Self-compassion berbeda dengan self-pity, ketika seseorang merasa self-pity ia akan merasa berada jauh dari orang lain dan lebih fokus melihat bahwa masalah yang dialami adalah yang paling berat dibandingkan orang lain. Self-compassion adalah menghibur diri dan peduli ketika diri sendiri mengalami penderitaan, kegagalan, dan ketidaksempurnaan.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa self-compassion adalah sikap kasih sayang atau kebaikan terhadap diri sendiri saat menghadapi masalah dalam hidup serta menghargai segala bentuk penderitaan, kegagalan dan kekurangan diri sebagai bagian dari hidup setiap manusia.
Perbedaan Self Compassion dan Self Esteem
Neff (2003) membedakan self-compassion dengan self-esteem (harga diri) yang membutuhkan rasa berada di atas orang lain sehingga kita akan memiliki kecenderungan untuk berkompetisi untuk bisa merasa “cukup baik”. Wiliam James mengungkapkan bahwa self-esteem adalah bagaimana seseorang menilai seberapa mampu dirinya dalam beberapa aspek kehidupan yang penting. Self-esteem tidak hanya berkaitan dengan evaluasi diri namun juga perbandingan dengan orang lain. Hal ini menimbulkan dampak negatif yaitu munculnya narsisme, mengkritik diri, dan membandingkan diri dengan orang lain.
Komponen Self Compassion
Kristin Neff, Psikolog Universitas Texas di Austin mengembangkan self-compassion scale yang hampir selalu digunakan dalam penelitian tentang self-compassion. Neff (2003) menjelaskan bahwa self-compassion terdiri dari enam komponen yaitu:
a. Self-kindess
Kemampuan seseorang untuk memahami dan menerima diri apa adanya serta memberikan kelembutan, tidak menyakiti atau menghakimi diri sendiri. Self-kindess membuat seseorang menjadi hangat terhadap diri sendiri ketika menghadapi rasa sakit dan kekurangan pribadi, memahami diri sendiri dan tidak menyakiti atau mengabaikan diri dengan mengkritik dan menghakimi diri sendiri ketika menghadapi masalah.
b. Self-judgement
Merupakan aspek kebalikan dari self-kindess, yaitu menghakimi dan mengkritik diri sendiri. Self-judgement adalah ketika seseorang menolak perasaan, pemikiran, dorongan, tindakan, dan nilai diri sehingga menyebabkan individu merespon secara berlebihan dengan apa yang terjadi. Individu sering kali tidak menyadari bahwa dirinya sedang melakukan self-judgement.
c. Common humanity
Common humanity adalah kesadaran bahwa individu memandang kesulitan, kegagalan, dan tantangan merupakan bagian dari hidup manusia dan merupakan sesuatu yang dialami oleh semua orang, bukan hanya dialami diri sendiri. Komponen mendasar kedua dari self-compassion adalah pengakuan terhadap pengalaman manusia bersama. Common humanity mengaitkan kelemahan yang individu miliki dengan keadaan manusia pada umumnya, sehingga kekurangan tersebut dilihat secara menyeluruh bukan hanya pandangan subjektif yang melihat kekurangan hanyalah milik diri individu. Begitupula dengan masa-masa sulit, perjuangan, dan kegagalan dalam hidup berada dalam pengalaman manusia pada keseluruhan, sehingga menimbulkan kesadaran bahwa bukan hanya diri kita sendiri yang mengalami kesakitan dan kegagalan di dalam hidup. Penting dalam hal ini untuk memahami bahwa setiap manusia mengalami kesulitan dan masalah dalam hidupnya.
d. Isolation
Merupakan kebalikan dari aspek common humanity, dimana ketika individu dalam keadaan yang sulit cenderung merasa dirinya yang paling menderita di dunia. Muncul perasaan bahwa individu mengalami segala bentuk kesulitan sendirian dan bertanggung jawab sendiri atas segala bentuk kesulitan yang dialami sehingga akan mengisolasi diri dari orang lain.
e. Mindfulness
Mindfulness adalah melihat secara jelas, menerima, dan menghadapi kenyataan tanpa menghakimi terhadap apa yang terjadi di dalam suatu situasi. Mindfulness mengacu pada tindakan untuk melihat pengalaman yang dialami dengan perspektif yang objektif. Mindfulness diperlukan agar individu tidak terlalu terindenfikasi dengan pikiran atau perasaan negatif. Hidayati (2013) menjelaskan bahwa konsep utama mindfulness adalah melihat sesuatu seperti apa adanya, tidak ditambah maupun dikurangi, sehingga respon-respon yang dihasilkan dapat lebih efektif. Dengan mindfulness ini individu dapat sepenuhnya mengetahui dan mengerti apa yang sebenarnya dirasakan.
f. Over identification
Over identification adalah kebalikan dari mindfulness yakni reaksi ekstrim atau reaksi berlebihan individu ketika menghadapi suatu permasalahan. Over identification diartikan sebagai terlalu fokus pada keterbatasan diri sehingga pada akhirnya menimbulkan kecemasan dan depresi.
Faktor yang memengaruhi Self-Compassion
Banyak hal yang dapat berpengaruh terhadap self-compassion. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi self-compassion antara lain:
a. Jenis Kelamin
Menurut penelitian, wanita jauh lebih penuh pemikiran dibandingkan laki-laki sehingga perempuan menderita depresi dan kecemasan dua kali lipat dibandingkan pria. Meskipun beberapa perbedaan gender dipengaruhi oleh peran tempat asal dan budaya. Penelitian menunjukkan bahwa perempuan cenderung memiliki self-compassion sedikit lebih rendah dari pada pria, terutama karena perempuan memikirkan mengenai kejadian negatif di masa lalu. Oleh karena itu, perempuan menderita depresi dan kecemasan dua kali lebih sering daripada pria.
b. Budaya
Hasil penelitian di Thailand, Taiwan, dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa perbedaan latar budaya mengakibatkan adanya perbedaan derajat self-compassion. Menurut penelitian berbeda, orang di Asia yang memiliki budaya collectivistic dikatakan memiliki self-concept interdependent yang menekankan pada hubungan dengan orang lain, peduli kepada orang lain, dan keselarasan dengan orang lain (social conformity) dalam bertingkah laku, sedangkan individu dengan budaya Barat yang individualistic memiliki self-concept independent yang menekankan pada kemandirian, kebutuhan pribadi, dan keunikan individu dalam bertingkah laku. Karena self-compassion menekankan pada kesadaran akan common humanity dan keterkaitan dengan orang lain, dapat diasumsikan bahwa self-compassion lebih sesuai pada budaya yang menekankan interdependent daripada independent.
Meskipun negara Asia memiliki budaya collectivist dan bergantung dengan orang lain, namun masyarakat dengan budaya Asia lebih mengkritik diri sendiri dibandingkan masyarakat dengan budaya barat sehingga derajat self-compassion tidak lebih tinggi dari budaya barat.
c. Usia
Pengaruh faktor usia dikaitkan dengan teori tentang tahap perkembangan Erikson menjelaskan bahwa individu akan mencapai tingkat self-compassion yang tinggi apabila telah mencapai tahap integrity karena lebih bisa menerima dirinya secara lebih positif.
d. Kepribadian
Kepribadian turut berpengaruh terhadap adanya self-compassion dalam diri individu seperti tipe kepribadian extraversion, agreeableness dan conscientiounes. Extraversion memiliki tingkat motivasi yang tinggi dalam bergaul, menjalin hubungan dengan sesama dan juga dominan dalam lingkungannya. Pada kepribadian extraversion individu mudah termotivasi oleh tantangan dan sesuatu yang baru sehingga akan terbuka dengan dunia luar dan lebih bisa menerima diri sendiri. Agreeableness berorientasi pada sifat sosial sehingga hal itu dapat membantu mereka untuk bersikap baik kepada diri sendiri dan melihat pengalaman yang negatif sebagai pengalaman yang dialami semua manusia. Concientiousness menggambarkan perbedaan keteraturan dan disiplin diri individu. Concientiousness mendeskripsikan kontrol terhadap lingkungan sosial, berpikir sebelum bertindak, sehingga individu dapat mengontrol diri dalam menyikapi masalah.
e. Peran Orang tua
Seseorang yang memiliki derajat self-compassion yang rendah kemungkinan besar memiliki ibu yang kritis, berasal dari keluarga disfungsional, dan menampilkan kegelisahan daripada individu yang memiliki derajat self-compassion yang tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang tumbuh dengan orangtua yang selalu mengkritik ketika masa kecilnya akan menjadi lebih mengkritik dirinya sendiri ketika dewasa. Model dari orangtua juga dapat memengaruhi self-compassion yang dimiliki individu. Perilaku orangtua yang sering mengkritik diri sendiri saat menghadapi kegagalan atau kesulitan akan menjadi contoh bagi individu untuk melakukan hal tersebut saat mengalami kegagalan yang menunjukkan derajat self-compassion yang rendah.
Referensi
Neff, K.D. 2003a. "The development and validation of a scale to measure self-compassion". Self and Identity journal 2 (3): 223–250
----------------2003b. "Self-compassion: An Alternative Conceptualization of a Healthy Attitude Toward Oneself". Self and Identity journal 2: 85–101
----------------2009. The Role of Self-compassion In Development: A Healthier Way to Relate Oneself". Human Develompment 52: 211-214
---------------2010. Self-compassion, Self-Esteem, and Well-Being. Social and Personality Psychology Compass 1-12
Neff, K., Kirkpatrick, K. L., & Rude, S. S. (2007). Self-compassion and adaptive psychological functioning.Journal of Research in Personality, 41, 139-154.
Neff,K.D & Lamb, L.M. 2009. Self-compassion. The Encyclopedia of Positive Psychology:864-867
Neff, K & McGehee, P. 2009. Self-Identity, 225-240. Self-Compassion and Psychological Resilience Among Adolescents and Young Adlts. Psychological Press
Neff, K.D. & Vonk, R. 2009. Self-Compassion Versus Global Self-Esteem: Two Different Ways of Relating to Oneself. Journal of Personality. Vol. 77, No. 1:23-50.