Melihat Sisi Gelap Facebook Bernama Narsisme
INDOPOSITIVE.org—Bermain
facebook memang menyenangkan. Membantu kita terhubung dengan teman lama,
memberi pengetahuan baru, dan banyak kegunaan lain. Tapi, apakah berselancar di
facebook selalu berarti sebaik itu?
Jean M. Twnege dan W. Keith Campbell dalam buku mereka, The
Narcissism Epidemic: Living in the Age of Entitlement yang terbit tahun 2009 mengutip
satu studi yang meneliti 37.000 mahasiswa, dan menemukan ciri-ciri kepribadian
narsistik meningkat seperti tren obesitas dari tahun 1980-an hingga saat ini.
Bill Davidow, salah satu kontributor The
Atlantic menyebut fenomena dalam
buku Twnege dan Campbell berhubungan dengan media sosial dalam internet. Yang
memberi para narsis sebuah alat untuk terus membesarkan jangkauan mereka – alat
bernama Facebook, Twitter, Pinterest, Foursquare, dan terkadang Google Plus.
Peneliti
lain, alih-alih menyebut facebook sebagai surga. Malah menyebut beberapa
aktivitas di dalam facebook sebagai pemicu perilaku narsis.
Christoper
Carpenter, seorang asisten profesor komunikasi dari Western Illinois University, pada tahun 2012 menerbitkan riset berjudul Narcissism on Facebook: Self-Promotional and Anti-social Behavior dalam jurnal Personality and
Individual Differences.
Riset
ini dibuka dengan sebuah pernyataan dari Carpenter, “Jika Facebook adalah tempat di mana orang pergi untuk memulihkan ego
yang hancur dan mencari dukungan sosial, amat penting untuk mencari kemungkinan
komunikasi negatif yang dapat ditemukan di Facebook dan jenis orang yang
mungkin terlibat di dalamnya.”
Dalam
risetnya, Carpenter menggunakan NPI (Narcissistic
Personality Inventory) untuk mengukur beberapa perilaku di facebook yang
dianggap mencerminkan perilaku narsis.
Aktivitas
mempromosikan diri seperti pembaruan status dan foto profil, serta pembaruan
profil. Juga reaksi anti-sosial di media sosial yang dianggap berhubungan
dengan perilaku narsis, seperti mencari dukungan sosial, marah ketika orang
lain tidak mengometari statusnya, dan aktif memberi balasan komentar yang negatif.
Carpenter
mengirim tes ini ke tiap orang yang dikenalnya. Sekira 75% dari respondennya
adalah mahasiswa. Analisis dalam riset ini berfokus pada dua komponen utama
dalam NPI. Pertama, GE
yang mengukur eksibisionisme mewakili kesombongan, superioritas, harga diri,
dan kecenderungan pamer. Sementara komponen kedua, EE yang mengukur
eksplotasi mewakili keinginan untuk dihormati serta memanipulasi dan
memanfaatkan orang lain.
Dugaan
Carpenter, dimensi eksibisionis akan berhubungan dengan perilaku mempromosikan
diri di facebook, dan dimensi eksploitasi berhubungan dengan perilaku
anti-sosial.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa eksibisi memiliki
hubungan dengan promosi diri eksploitasi berhubungan dengan perilaku
anti-sosial di Facebook. Meskipun aspek harga diri dalam dimensi
eksibisionis ditemukan tidak terkait dengan perilaku promosi diri tapi justru
berhubungan dengan beberapa perilaku anti-sosial.
Dalam sebuah wawancara, Carpenter menyebut bahwa hasil risetnya masih membutuhkan penelitian
lanjutan agar aspek-aspek sosial menguntungkan dan berbahaya facebook dapat
dipahami. Demi meningkatkan keuntungan dan membatasi bahaya.