Perundungan (Bullying): Pengertian, Komponen, dan Jenis-Jenisnya




Salah satu kasus yang masih menjadi masalah di dalam dunia pendidikan adalah kasus bullying. Dalam bahasa Indonesia, perundungan menjadi padanan kata untuk bullying. Berdasarkan data riset dari Programme for International Students Assessment (PISA) di tahun 2018, Indonesia berada di urutan kelima tertinggi dari 78 negara sebagai negara yang paling banyak murid mengalami perundungan (bullying).  

Sebesar 41,1% murid mengaku pernah mengalami perundungan (bullying). Di Indonesia, angka murid korban bully jauh di atas rata-rata negara anggota OECD yang hanya sebesar 22,7%. OECD merupakan organisasi untuk kerja sama dan pembangunan ekonomi yang beranggotakan 36 negara Eropa dan Amerika Utara ditambah Jepang dan Korea Selatan. 

Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), jumlah kasus pendidikan di Indonesia per tanggal 30 Mei 2018 adalah 161 kasus, dengan rincian; anak korban tawuran sebanyak 23 kasus atau 14,3 persen, anak pelaku tawuran sebanyak 31 kasus atau 19,3 persen, anak korban kekerasan dan bullying sebanyak 36 kasus atau 22,4 persen, anak pelaku kekerasan dan bullying sebanyak 41 kasus atau 25,5 persen, dan anak korban kebijakan (pungli, dikeluarkan dari sekolah, tidak boleh ikut ujian, dan putus sekolah) sebanyak 30 kasus atau 18,7 persen.


Pengertian Bullying


Bullying adalah tindakan penggunaan kekuasaan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok orang baik secara verbal, fisik, maupun psikologis sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tak berdaya. Kata bullying berasal dari Bahasa Inggris, yaitu dari kata bull yang berarti banteng yang senang merunduk kesana kemari. Dalam Bahasa Indonesia, secara etimologi kata bully berarti penggertak, orang yang mengganggu orang lemah.

Pelaku bullying yang biasa disebut bully bisa seseorang, bisa juga sekelompok orang, dan ia atau mereka mempersepsikan dirinya memiliki power (kekuasaan) untuk melakukan apa saja terhadap korbannya. Korban juga mempersepsikan dirinya sebagai pihak yang lemah, tidak berdaya dan selalu merasa terancan oleh bully. 

Nah, untuk memahami secara langsung, kita dapat memahami tiga komponen utama yang ada pada bullying. Pertama, Power imbalance atau kekuatan yang tidak seimbang. Kedua, Repetitive actions atau melakukan sesuatu yang berulang. Ketiga, Intentional actions atau tindakan yang disengaja. 



3 Komponen Penting Bullying


Kekuatan yang tidak seimbang (power imbalance)

Ketika ada ketidakseimbangan kekuatan, sulit bagi target untuk mempertahankan dirinya terhadap serangan pelaku. Perbedaan kekuatan ini bisa secara fisik atau psikologis. Misalnya, dalam kasus-kasus ketidakseimbangan fisik, pelaku bullying mungkin lebih tua, lebih besar, atau lebih kuat. Atau, mungkin ada geng pengganggu yang menargetkan korban.


Sementara itu, ketidakseimbangan psikologis lebih sulit untuk dibedakan, tetapi contohnya termasuk memiliki status sosial yang lebih tinggi, cerewet, atau lebih banyak pengaruh di sekolah. Akibat dari ketidakseimbangan kekuatan membuat target intimidasi terasa lemah, tertindas, terancam, dan rentan diserang.

Sesuatu yang berulang (repetitive actions)

Biasanya, bullying bukanlah tindakan kejam atau perilaku kasar. Sebaliknya, itu biasanya berkelanjutan dan terus menerus diulang. Pengganggu sering menargetkan korban mereka beberapa kali. 

Tindakan yang disengaja (intentional actions)


Aspek lain yang membedakan pelaku bullying dari perilaku jahat atau kasar lainnya adalah  pelaku bullying bermaksud untuk melukai target. Pengganggu melecehkan orang lain dengan sengaja. 


Jenis-Jenis Bullying


Bullying juga terjadi dalam beberapa bentuk tindakan. Menurut Coloroso (2007), bullying dibagi menjadi empat jenis, yaitu:

1. Bullying Fisik

Penindasan fisik merupakan jenis bullying yang paling tampak dan paling dapat diidentifikasi diantara bentuk-bentuk penindasan lainnya, namun kejadian penindasan fisik terhitung kurang dari sepertiga insiden penindasan yang dilaporkan oleh siswa. Jenis penindasan secara fisik di antaranya adalah memukul, mencekik, menyikut, meninju, menendang, menggigit, memiting, mencakar, serta meludahi anak yang ditindas hingga ke posisi yang menyakitkan, serta merusak dan menghancurkan pakaian serta barangbarang milik anak yang tertindas. Semakin kuat dan semakin dewasa sang penindas, semakin berbahaya jenis serangan ini, bahkan walaupun tidak dimaksudkan untuk mencederai secara serius.

2. Bullying Verbal 

Kekerasan verbal adalah bentuk penindasan yang paling umum digunakan, baik oleh anak perempuan maupun anak laki-laki. Kekerasan verbal mudah dilakukan dan dapat dibisikkan dihadapan orang dewasa serta teman sebaya, tanpa terdeteksi. 

Penindasan verbal dapat diteriakkan di taman bermain bercampur dengan hingar binger yang terdengar oleh pengawas, diabaikan karena hanya dianggap sebagai dialog yang bodoh dan tidak simpatik di antara teman sebaya. Penindasan verbal dapat berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritik kejam, penghinaan, dan pernyataan-pernyataan bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual. Selain itu, penindasan verbal dapat berupa perampasan uang jajan atau barang-barang, telepon yang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-surat kaleng yang berisi ancaman kekerasan, tuduhan-tuduhan yang tidak benar, kasak-kusuk yang keji, serta gosip.

3. Bullying Relasional 

Jenis ini paling sulit dideteksi dari luar. Penindasan relasionaladalah pelemahan harga diri si korban penindasan secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan, pengecualian, atau penghindaran. Penghindaran, suatu tindakan penyingkiran, adalah alat penindasan yang terkuat. 

Anak yang digunjingkan mungkin akan tidak mendengar gosip itu, namun tetap akan mengalami efeknya. Penindasan relasional dapat digunakan untuk mengasingkan atau menolak seorang teman atau secara sengaja ditujukan untuk merusak persahabatan. Perilaku ini dapat mencakup sikap-sikap tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan mata, helaan napas, bahu yang bergidik, cibiran, tawa mengejek, dan bahasa tubuh yang kasar.

4. Cyber bullying 

Ini adalah bentuk bullying yang terbaru karena semakin berkembangnya teknologi, internet dan media sosial. Pada intinya adalah korban terus menerus mendapatkan pesan negative dari pelaku bullying baik dari sms, pesan di internet dan media sosial lainnya. Bentuknya seperti, mengirim pesan yang menyakitkan atau menggunakan gambar, meninggalkan pesan voicemail yang kejam, menelepon terus menerus tanpa henti namun tidak mengatakan apa-apa (silent calls), membuat website yang memalukan bagi si korban, si korban dihindarkan atau dijauhi dari chat room dan lainnya, dan “Happy slapping” – yaitu video yang berisi dimana si korban dipermalukan.




Referensi:

Coloroso, B. (2007). The Bully, The Bullied, and The Bystander. New York: HarperCollins 

Programme for International Students Assessment (PISA) 2018


Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel