4 Model Pemaafan (Forgiveness) dalam Psikologi Positif
Dalam novel Moby Dick, Kapten Ahab terobsesi untuk membalas
dendam pada paus putih, Moby Dick. Obsesinya
membawa dia dan seluruh kru yang ada di kapal mengalami musibah berujung
kematian. Kecuali Ishmael, yang menjadi narator dalam novel itu.
Rasa dendam itu seringkali menguasai kita dan untuk
melawannya, butuh proses panjang. Apakah kita mampu memaafkan? Kita semua tentu
pernah mengalami hal buruk dengan seseorang atau bahkan kelompok. Kesan dari
peristiwa itu kemudian berubah menjadi emosi negatif yang dapat merusak atau
mengganggu kondisi psikologis kita.
Bila pertanyaan di atas,tentang mampu atau tidak untuk
memaafkan, ini bukanlah pertanyaan sederhana bagi sebagian orang. Beberapa
orang sulit memaafkan, beberapa lagi merasa mudah menerima. Namun ini bisa
berdasarkan kasus atau kepribadian seseorang.
Kajian tentang memaafkan (forgiveness) telah menjadi
salah satu bahasan menarik dalam psikologi positif. Menarik melihat seseorang
menjaga dendam atau menyimpan hasrat untuk lekas membalaskan dendamnya. Namun,
sebuah penelitian menunjukkan jika membalas dendam kerap kali tidak selalu
berakhir baik, pelaku kadang tidak merasa lebih baik setelah membalaskan
dendamnya. Bahkan situasi dapat menjadi lebih buruk, seperti halnya kisah Kapten Ahab.
Yang terjadi dengan Kapten Ahab adalah upaya untuk balas dendam setelah paus
putih itu menggigit kaki dan membawanya pergi. Rasa sakit dan hasrat balas
dendam membuatnya bergerak untuk mencari dan berniat membunuh paus tersebut. Tapi sayangnya, usaha itu malah berbuah hal yang begitu menyedihkan.
Pengertian Forgiveness
Dalam psikologi positif, memaafkan disebut sebagai sesuatu
yang bersifat pribadi, merupakan proses internal yang secara sukarela melepas
perasaan dan pikiran akan kebencian, kemarahan serta keinginan balas dendam
terhadap seseorang yang menganiaya kita, bahkan termasuk diri sendiri.
Pemaafan dapat dimulai dengan cara yang berbeda. Semua itu
bisa jadi merupakan hasil dari proses kognitif, perilaku pelaku, perilaku korban,
keputusan yang disengaja, pengalaman atau ekspresi emosional, pengalaman spritual,
atau berbagai kombinasi dari semua itu.
4 Model Pendekatan atas Forgiveness
Dalam psikologi positif, ada beberapa definisi khusus
terkait dengan pemaafan yang menekankan berbagai aspek dan mewakili berbagai
model serta pendekatan atas pemaafan.
1.Decision-based Forgiveness
DiBlasio (1998) menekankan pengambilan keputusan yang
disengaja dan pemaafan yang didasarkan pada kekuatan kehendak:
Decision-based Forgiveness didefinisikan sebagai
pelepasan kognitif dari kebencian dan rasa sakit serta kebutuhan akan balas
dendam. Namun, tidak selalu berakhir dengan rasa sakit dan sakit emosional.
Pemaafan di sini dipandang sebagai tindakan atas kehendak, pilihan untuk
melepaskan. Orang-orang dapat memisahkan pikiran mereka tentang kebencian dan rasa
sakit dari perasaan terluka.
Model DiBalsio ini adalah tentang melepaskan pikiran dari
kebencian dan rasa sakit tetapi tidak memperhitungkan efek perasaan terluka
yang sering bertahan setelah pilihan ini dijalani.
2. Cognitive Forgiveness
Pemaafan didasarkan pada perspektif yang melihat pelanggaran
sebagai pelanggaran struktur kognitif, seperti keyakinan misalnya (Gordon et
al., 2005). Pendekatan kognitif untuk pengampunan menggunakan terapi kognitif
standar dan intervensi terapi psikodinamik untuk membantu orang mengubah cara berpikir
mereka.
Salah satu contohnya adalah model kognitif Thompson, Snyder,
Hoffman, dan Rasmussen et al. (2005). Mereka telah mengusulkan definisi
pengampunan sebagai:
“Membingkai pelanggaran yang dirasakan sedemikian rupa
sehingga respons seseorang terhadap pelanggar, pelanggaran, dan sekuel dari
pelanggaran tersebut diubah dari negatif ke netral atau positif. Sumber
pelanggaran, oleh karena itu objek pengampunan, dapat berupa diri sendiri,
orang lain, atau situasi yang dipandang seseorang di luar kendali siapa pun
seperti penyakit, nasib, atau bencana alam."
3. Emotional Forgiveness
Worthington (2006) mendefinisikan pemaafan sebagai sesuatu
yang terjadi hanya ketika pemaafan secara emosional terjadi karena dorongan
emosional yang diperlukan.
Ketika itu terjadi, orang itu akan menggantikan emosi
negatif yang terkait dengan tidak mengampuni seperti kemarahan, dendam, dan
dendam dengan emosi positif seperti empati, kasih sayang, simpati, dan cinta
altruistik.
Mereka berpendapat bahwa perubahan dalam pengampunan
emosional, ketika dimulai dan bergerak menuju penyelesaian, akan tercermin
paling akurat oleh perubahan emosi, bukan oleh perubahan dalam pikiran,
motivasi, atau perilaku, meskipun itu akan sering terjadi juga.
4. Forgiveness as a Process
Enright dan Fitzgibbons (2015) percaya bahwa ketiga aspek pemaafan
perlu diubah, yaitu kognitif, afektif, dan perilaku, jika seseorang ingin
memaafkan sepenuhnya.
Mereka berpendapat bahwa seseorang harus memiliki bentuk
kesiapan emosional untuk memaafkan sebelum mereka cenderung menerima memaafkan.
Proses pengampunan dapat mengambil banyak bentuk dan melibatkan beberapa hal
berikut: menumbuhkan penerimaan dan empati, pengambilan perspektif, dan
penemuan manfaat.
Sebagai contoh, seseorang dapat memutuskan untuk menulis
kembali kisah pelanggaran dalam jurnal dengan menggunakan satu atau lebih dari
pendekatan ini dan dengan demikian mengurangi kemarahan dan memungkinkan
penyembuhan emosional terjadi (McCullough, Root, & Cohen, 2006).
Forgiveness dalam Kajian Psikologi Positif
Dalam kajian psikologi positif, para peneliti menganggap
jika pemaafan merupakan konstruksi psikologis yang kompleks. Para peneliti
terus mempelajari dan melihat ruang yang baru serta mempertimbangkan berbagai
aspek dalam merumuskan temuan dan klaim baru yang mereka paparkan.
Selain itu,
pemaafan dimasukkan dalam kekuatan karakter (character strength) dan nilai
kebajikan (virtue) yang dapat mendorong seseorang untuk lebih merasa bahagia.
Psikologi positif telah membawa fokus yang konsisten pada
manfaat pemaafan dan menumbuhkan kepribadian yang lebih pemaaf. Beberapa
menganggap pengampunan sebagai contoh untuk psikologi klinis positif
(Worthington, Griffin, Lavelock, 2016).