Mengenal Penyakit Psikologis Joker yang Membuatnya Terus Tertawa Tak Terkendali

PBA Joker

IndoPositive.org --- Apa yang kira-kira akan kau lakukan jika dirimu seketika tertawa tanpa sebab? Atau di saat yang berbeda, kau merasa ingin menangis begitu saja? Hal-hal yang seketika terjadi dan sulit ditebak kadang kala menjadi petaka bagi kita. Namun sayangnya, ada beberapa orang yang harus menerima kondisi demikian. Diserang penyakit psikologis, membuat seseorang tak punya pilihan selain menjalaninya. Pada proses menjalani itu, akan terbentang dua pilihan: berusaha sembuh atau berlarut-larut dalam masalah. 

Dari film Joker, melalui sosok Arthur Fleck yang kemudian menjadi Joker, kita bisa melihat atau mempelajari satu gangguan mental yang disebut Pseudobulbar. Pseudobulbar affect (PBA) ditandai dengan tertawa atau menangis dengan kondisi yang sulit dikendalikan. Kondisi ini bahkan kerap tidak sesuai dengan konteks sosial yang terjadi. Seperti inilah yang terjadi pada sosok Joker. 

Dampaknya sangat besar, yang mengakibatkan rasa malu bagi pasien, keluarga, maupun orang yang merawatnya, hingga terjadi  pembatasan interaksi sosial dan kualitas hidup yang dialami penderita akan lebih rendah. Ini berkontribusi pada beban penyakit tambahan pada pasien yang sudah terkena gangguan neurologis yang serius.Seseorang yang mengidap PBA juga memiliki prevalensi gejala kecemasan yang lebih tinggi dan fungsi sosial yang lebih buruk.

Gangguan ini terjadi diakibatkan oleh berbagai gangguan otak yang dialami. Gangguan itu bisa dari stroke, penyakit Parkinson, cedera otak traumatis, Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS), Multiple Sclerosis (MS). PBA kemudian disebabkan oleh kerusakan pada korteks prefrontal yaitu area otak yang membantu mengendalikan suasana emosi.

Pengobatan pseudobulbar affect tentu saja bertujuan untuk meredakan gejala dan mengurangi frekuenci munculnya kondisi yang meledak-ledak. Sejumlah pengobatan dengan obat-obatan, antara lain antidepresan, dextromethorphan, atau quinidine. Dalam menjalani aktivitas sehari-hari dengan mandiri, seringkali disarankan menjalani terapi okupasi. Obat-obatan masih menjadi langkah yang kerap digunakan dalam mengatasi masalah ini. Penderita PBA benar-benar harus beradaptasi dengan kondisi dan situasi yang terjadi di sekitarnya. 

Sekiranya setelah kita menyaksikan film Joker, kita bisa belajar untuk memahami orang sekitar. Masalah kesehatan mental yang mereka alami, kerap tak bisa kita telusuri mendalam. Sementara, gangguan yang dialami dapat berkembang dan berbahaya. Kesadaran ini dapat membuat kita bisa lebih menghargai orang lain, dibanding terjerumus pada self-diagnosis yangbelakangan diberitakan beberapa media. Tentu saja, mendiagnosa diri sendiri memiliki kelainan mental bukanlah tindakan yang tepat, kerap kali kita dipengaruhi pendapat subjektif yang sekadar hanya membenarkan keinginan-keinginan kita. Ada baiknya bila konsultasi di psikolog atau pakarnya. Sehingga mendapat jawaban yang lebih tepat. 


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel