Joker dan Jalan Panjang Menuju Kegilaan

Film Joker


"Mereka tidak benar-benar peduli dengan orang sepertimu Arthur. Dan mereka juga tidak pernah peduli dengan orang sepertiku"

"Lalu bagaimana aku mendapatkan obat sekarang?" Kata Arthur. "Dengan siapa aku akan berbicara?"

Itu adalah hari terakhir Arthur bertemu Psikiaternya. Dana sosial untuk menjamin kualitas hidup masyarakat kelas bawah, sepertinya memang tidak cocok untuk distopia macam Gotham.

Arthur sendiri selalu curiga kalau psikiater publik yang dia datangi tidak pernah benar-benar berempati terhadap masalahnya. Tapi, sebagai pengidap gangguan mental, dia tetap butuh teman bicara yang bersedia mendengarkannya. Dan tentu saja butuh resep untuk menebus obat-obat keras yang terlalu mahal untuk dibeli secara ilegal.

Tanpa pendengar dan obat penenang, kita yang telah menonton Joker tentu sudah tahu bagaimana transformasi karakter Arthur selanjutnya.

***

Bisa bilang kalau ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) adalah warga kelas dua di banyak tempat. Mereka tidak punya hak politik, dipersekusi oleh negara dan masyarakat yang tak berterima, bahkan sering jadi bulan-bulanan dalam jokes murahan.

Namun ada masa ketika  kegilaan justru dipandang sebagai pencapaian tertinggi hidup manusia. Michael Focault adalah akademisi Prancis yang mendedah perkembangan konsep kegilaan dalam tiga fase sejarah; Renaisans, Pencerahan, dan Modern. 

Dari telaah ke berbagai literatur lintas zaman, Foucault menemukan bagaimana Renaisans menggambarkan kegilaan lewat seni sebagai simbol kebijaksanaan. Tanda batas pengetahuan manusia, dan pembeda antara mereka yang jujur dan berpura-pura.

Pandangan itu bergeser di abad pencerahan, sekira abad 17. Kegilaan dianggap sebagai penyimpangan, dan setiap penyimpangan adalah kegilaan. Di masa inilah masyarakat mulai mengasingkan ODGJ. Mereka dipisahkan sepenuhnya, bersama para pelacur , gelandangan, dan masyarakat buangan sejenisnya. Titik penyingkiran paling ekstrem tentu saja adalah praktik pasung atau dibakar hidup-hidup. 

Di akhir abad 18, ketika abad modern dimulai, ODGJ mulai dikurung secara khusus di bawah pengawasan ahli. Lembaga baru ini didirikan dengan dua tujuan, yaitu menyembuhkan kegilaan dan melindungi masyarakat dari akibat kegilaan. 

Meskipun tujuan pengurungan ODGJ di era modern terdengar lebih manusia manusiawi. Foucault menemukan banyak upaya penyembuhan dan perlakuan terhadap ODGJ di tempat kurungan, sama kejinya dengan penyingkaran yang terjadi di abad sebelumnya. 

Itulah asal mula ‘Asylum’ yang kita kenal. Sebuah kurungan yang menurut Focault, memang diciptakan untuk menyingkirkan lawan,  mengendalikan angka pengangguran, dan mengatur standar upah di Eropa. Seluruh temuan Foucault itu dilaporkan dalam satu buku Folie et Déraison: Histoire de la folie à l'âge classique (Kegilaan dan Peradaban: Sejarah Kegilaan Zaman Pencerahan).

***

Kita bisa berspekulasi soal alasan Joker tayang berdekatan dengan hari kesehatan jiwa dunia. Dilansir dari laman Mental Health First Aid, Amerika Serikat adalah negara yang hampir setengah dari orang dewasanya (46,4 persen) berpotensi mengalami gangguan mental selama hidup mereka. Selain itu, ada lima persen populasi orang dewasa (18 tahun ke atas) mengalami gangguan mental dalam setahun, jumlah ini setara dengan 43,8 juta orang. Dari populasi lima persen ini, 14,4 persen memiliki satu gangguan, 5,8 persen memiliki dua kelainan dan 6 persen memiliki tiga atau lebih. Setengah dari semua gangguan mental dimulai pada usia 14 dan tiga perempat pada usia 24. 

Statistik kesehatan mental Amerika sesungguhnya tidak mengherankan. Sebagai salah satu negara dengan tingkat kepadatan dan ketimpangan yang tinggi, negara ini memenuhi syarat sebagai lingkungan yang dapat merusak mental. Joker dirilis, mungkin saja untuk menarik perhatian publik ke isu kesehatan mental yang seringkali luput dibicarakan oleh pegiat gerakan sosial dari berbagai platform. Karena itu plotnya digerakkan oleh pertentangan kelas, dan tokohnya diciptakan dari kalangan bawah. 

***

PM adalah perempuan pertama yang jadi ketua badan legislasi di negerinya.

PM juga pernah jadi menteri. Dan cukup humoris untuk ukuran seorang menteri. Pernah di tahun 2016 dalam satu acara penyaluran bantuan beras untuk orang miskin, dia bergurau ke media "Jangan banyak-banyak makan lah, diet sedikit tidak apa-apa,"

Pernyataan PM meskipun tidak spesifik ditujukan ke siapa, tapi bisa ditangkap dengan baik maksudnya oleh para wartawan. Ketika berita tentang PM terbit, judul yang media gunakan adalah "Menteri P minta orang miskin diet & tak banyak makan"

Judul berita yang memancing pembaca untuk berkomentar tentu saja, meskipun isinya tidak selucu itu.

***
Ketika menonton Joker beberapa hari lalu, hal pertama yang saya ingat adalah PM.

Saya membayangkan PM jadi pejabat publik di Gotham:

Gotham sedang berduka selama beberapa hari karena kematian pasutri Wayne dan Murray Franklin. Penjarahan masih berlanjut meski Arthur yang jadi biang kekacauan telah dijebloskan ke RSJ Arkam.

Di tengah kekalutan itu, PM berpidato dalam siaran publik di TV dan radio. Isi pidatonya khas pejabat publik, penuh apologi dan retoris. Tapi PM adalah tipikal pejabat yang humoris, di akhir pidato dia menitip pesan untuk Arthur dan para pengikutnya.

"Jangan sering-sering ke psikiaterlah, gila sedikit gak papa"

Lalu di belakang PM ada yang nyeletuk, "Orang-orang stres di kota ini terlalu banyak dan membebani pemerintah." Usut punya usut, yang nyeletuk adalah kordinator Polhukam kota Gotham.

Arthur yang sedang duduk di ruang rekreasi RSJ Arkham menganggukkan kepala dan tertawa keras. Sekarang dia paham alasan dana sosial untuk psikiater publik dihentikan.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel