Viral KKN Desa Penari: Mengapa Kita Kerap Penasaran dengan Cerita atau Film Horor?


Desa Penari, apa yang teman-teman bayangkan dengan dua kata tersebut? 

Beberapa waktu lalu kita membaca sebuah utasan dari akun anonim mengenai KKN Desa Penari dan akhirnya viral di berbagai media sosial. Cerita horor itu bahkan menjadi pembicaraan orang-orang di sekitar kita. Di twitter, tagar #KKNDesaPenari bahkan bertengger selama beberapa hari. Hal ini tak lain karena ada banyak sekali orang yang penasaran dengan cerita horor. Ini bukan kali pertama, setiap kali sebuah cerita horor diangkat atau dikemas sedemikian rupa, kita kerap menaruh minat untuk mengetahui hal tersebut. 


Pertanyaan menarik dari kasus ini adalah mengapa kita kerap penasaran dengan cerita horor atau film horor? Dalam sebuah wawancara di tahun 2013, Dr. Jeffrey Goldstein yang merupakan profesor psikologi sosial di Universitas Utrecht menjelaskan bahwa orang-orang yang memilih pergi menonton film horor di bioskop, digerakkan oleh keinginan untuk memberi kejutan pada diri sendiri. Ada beberapa efek tertentu yang diharapkan muncul dan sebuah usaha untuk memberi pengaruh pada emosi kita. 

Dalam sebuah kajian di tahun 2004 yang dipublikasikan melalui Journal of Media Psychology, Dr. Glenn Walters menjelaskan tiga faktor utama yang membuat film horor memberi pengaruh pada kita adalah, pertama, keteganan (suasana tegang, misteri, teror, kejutan dan kengerian). Kedua, adanya relevansi (yang mungkin saja berhubungan dengan kondisi pribadi, makna budaya, ketakutan akan kematian, dan berbagai hal lainnya yang dapat memberi hubungan). Terakhir, lantaran film horor tidak realistis. Beberapa temuan juga menguatkan penemuan dari Glenn Walters. 


Bila kembali di Desa Penari, kita bisa menemukan tiga faktor utama yang dijelaskan sebelumnya.Tentu saja kita akan tegang mendengar cerita misteri dari anak-anak KKN di sebuah desa yang mengerikan. Lalu, relevansi kita dengan cerita terbuka lebar. Masalah KKN begitu dengan mahasiswa ataupun mereka yang pernah menjalani. Tentu saja, adegan atau peristiwa dapat memberi efek pada proses relevansi yang ada, meski tak sepenuhnya serupa. Dan faktor ketiga, hal yang tak realistis jelas tergambar dan menjadi kekuatan cerita horor Desa Penari ini menjadi viral. Tapi sebenarnya, ada pula situasi di mana cerita horor atau film tidak disenangi atau bahkan dihindari.  

Melalui jurnal penelitian yang berjudul Individual differences in sensitivity to disgust: A Scale sampling seven domains of disgust elicitors. Peneliti mencoba melihat rasa jijik dengan menggunakan tiga video dokumenter yang memperlihatkan sebuah kisah nyata yang mengerikan. Video pertama memperlihatkan sapi-sapi yang meregang, terbunuh, dan disembelih; Video kedua menayangkan seekor monyet yang masih hidup lalu kepalanya dipukul dengan palu, tengkoraknya terbuka, dan otaknya dijadikan makanan; video ketiga memperlihatkan kulit wajah seorang anak yang dikelupas untuk persiapan operasi.

Sembilan puluh persen partisipan penelitian mematikan video sebelum selesai. Bahkan mayoritas partisipan yang menonton rekaman itu sampai selesai merasa tayangan tersebut mengganggu. Namun banyak dari partisipan tak akan berpikir untuk membeli tiket untuk pemutaran perdana film horor yang menayangkan lebih banyak darah, dan darah yang ada di film dokumenter sebagian besar di antara mereka merasa jijik. Clark Mccauley menjelaskan dalam makalahnya yang berjudul When screen violence is not attractive. Dia mengajukan pertanyaan logis, mengapa partisipan tidak tertarik dengan gambaran horor yang kejam dan berdarah-darah itu? Hal tersebut disebabkan adanya jarak psikologis yang membuat penonton meyakini jika hal itu tidak benar-benar terjadi. Keyakinan ini pun memberi pengaruh pada bagaimana kita menerima atau menyaksikan cerita atau film horor yang ada. 


Bahkan dalam jurnal yang berjudul Autobiographical memories about the experience of seeing frightening movies in childhood menjelaskan bahwa penonton yang begitu percaya jika film horor itu benar-benar nyata, mampu mendapatkan efek negatif dibandingkan mereka yang tidak percaya. Bagaimana pun, cerita horor atau film horor selalu akan ada. Namun, respon kita akan selalu menjadi penentu apakah cerita itu berhasil atau tidak memberi efek pada kita.  


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel