Bagaimana Kebijaksanaan Muncul dari Kemalangan?


Saya kembali mempelajari tentang kebijaksanaan, setelah beberapa tahun sebelumnya topik ini saya jadikan tema dalam skripsi di Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar. Saya masih ingin menjawab beberapa pertanyaan yang sebenarnya terbuka untuk dikaji. Tapi, kemalasan atau dalih dengan penuh alasan bisa menjadi penghambat yang luar biasa. Namun, sekiranya di ruang ini, saya berencana untuk mulai menulis topik ini secara singkat dan dapat menjadi tempat saya untuk kembali belajar.

Lihat juga: Pengertian kebijaksanaan (wisdom) dalam perspektif psikologi

Untuk rangkaian tulisan tentang kebijaksanaan, saya beberapa kali menulis topik ini. Namun pada percobaan ini, rangkaian tulisan ini dapat berlanjut yang nantinya dipadukan menjadi sebentuk buku pengantar Psikologi Kebijaksanaan.

***

Kali ini, saya akan mencoba membaca dan memahami proses dari terbentuknya kebijaksanaan. Tentu saja, ada banyak hal yang menjadi faktor dalam hadirnya kebijaksanaan. Namun, mari kita melihat kemungkinan pertama ini, bahwa kebijaksanaan lahir dari kemalangan seorang manusia. Benarkah? 

Bagaimana kebijaksanaan dapat muncul dari kemalangan? Para peneliti di bidang sosial hingga sejumlah filsuf telah mendefinisikan kebijaksanaan dalam beberapa definisi. Saat ini, perkembangan akan kajian kebijaksanaan dalam psikologi pun berkembang dan mulai mengarah pada langkah untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Beberapa peneliti berasumsi bahwa dengan kebijaksanaan, seseorang dapat merasa lebih bahagia. Berawal dari asumsi tersebut, kemalangan dapat termasuk dalam berbagai situasi yang dinilai seseorang sebagai tantangan dalam hidup seperti trauma, tekanan sehari-hari dan berbagai hal tak terduga. Kebijaksanaan dianggap mampu terbentuk dari berbagai kemalangan kemalangan yang menimpanya. 

Dalam proses tersebut, kebijaksanaan menjadi sebuah nilai yang penting dan berkaitan dengan regulasi emosi. Proses tersebut yang kemudian dapat memberikan ruang perkembangan pada kebijaksanaan untuk berkembang lebih baik.

Lihat juga: 5 tahapan dalam proses regulasi emosi

Adapun tahapan dari proses kebijaksanaan yang berasal dari kemalangan adalah sebagai berikut: (1) Memahami atau mengenali kemalangan, (2) Menerapkan beberapa rencana untuk mengatasi kemalangan tersebut, dan (3) Melakukan evaluasi terhadap rencana yang telah dilakukan sebelumnya. Hubungan antara kebijaksanaan dan kemalangan berbeda dalam tiap tahapan.

Proses model kebijaksanaan yang berorientasi dari kemalangan menjelaskan bahwa pengalaman akan kemalangan seseorang mesti memberikan tantangan tersendiri namun tidak melebihi batas kemampuan coping dari seseorang. Dari perspektif ini, kita dapat memahami kebijaksanaan dari model kebijaksanaan sosial-konstruktivis yang dijelaskan Igor Grossmann, sekaligus mengembangkan kerangka dari skill-theory yang dijabarkan Michael F. Mascolo dan  Kurt W. Fischer. Pada dasarnya, kebijaksanaan akan bergantung pada kualitas atas konteks keterampilan yang dimiliki terhadap sesuatu hal yang tengah dihadapi.

Bahkan, kebijaksanaan sering dianggap sebagai seperangkat keterampilan yang berkontribusi untuk memahami dan mencapai atau mempertahankan kehidupan yang baik. Jika demikian, maka orang akan berharap bahwa belajar dari kesulitan akan melibatkan pembelajaran keterampilan pada suatu konteks khusus yang, ketika mulai diaplikasikan, akan terjadi proses transfer menuju sebuah konteks yang tampaknya relevan. Seiring waktu, aplikasi keterampilan berbasis transfer seperti itu untuk berbagai konteks yang luas dapat berpotensi memantapkannya menjadi pencapaian tingkat sifat dalam kebijaksanaan.

Secera sederhana, seseorang dapat meraih kebijaksanaan dengan menerapkan hal-hal yang dilakukan saat mengalami kemalangan sebelumnya atau dengan kata lain, belajar dari pengalaman sebelumnya. Hal itu mendukung penjelasan skill theory bahwa kebijaksanaan dapat lahir dari keterampilan yang berhasil berkembang dalam mengatasi masalah. Selain itu,  setiap masalah tidak selamanya serupa dengan masalah yang akan dihadapi selanjutnya. Namun ada kemungkinan pengalaman sebelumnya dapat diaplikasikan dengan bentuk lain pada hal-hal yang akan terjadi selanjutnya. Kemalangan yang menantang dapat memberikan ruang refleksi dan berpikir pada seseorang, namun ketika masalah atau kemalangan terlampau kecil, itu hanya akan berlalu begitu saja. Namun, ketika kemalangan terlampau sulit, itu juga dapat menghambat perkembangan kebijaksanaan seseorang.

Lihat juga: 7 hal yang mampu membentuk resiliensi

Asumsi di atas masih menjadi ruang lapang untuk penelitian kebijaksanaan. Namun, bila kita belajar dari berbagai pengalaman pribadi, kita bisa merumuskan jawaban masing-masing. Dan barangkali, sejenak bisa mencoba untuk belajar menjadi seorang filsuf.

Referensi:

Grossmann, I. (2018). Wisdom and how to cultivate it: Review of emerging evidence for a constructivist model of wise thinking. European Psychologist. doi: 10.1027/1016-9040/a000302 

Mascolo, M.F. & Fischer, K.W. 2015. Dynamic Development of Thinking, Feeling, and Acting. Handbook of Child Psychology and Developmental Science (vol.1,pp. 113–161). New York, NY: Wiley. 

Ferrari, M., Grossmann, I., Grimm, S. & Staffel J. 2019. A Process Model of Wisdom from Adversity. Pre-print



Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel