Kapan Waktu yang Tepat Mengakhiri Sebuah Hubungan?


Kapan waktu yang tepat untuk mengakhiri sebuah hubungan? Banyak di antara kita yang terus bertanya-tanya perihal masalah ini. Akibat kita tak benar-benar paham dengan kondisi, kita kerap tak mengambil keputusan yang tepat. Dalam hubungan dikenal sebuah istilah "sunk cost fallacy" bahwa pikiran yang selalu menyatakan: saya sudah menghabiskan banyak waktu dan usaha dalam hubungan ini, saya tak ingin menyerah sekarang. Namun perlu bagi kita untuk memahami tanda-tanda sebuah hubungan akan hancur dibanding terlalu mudah percaya jika semua baik-baik saja, padahal itu hanyalah pembelaan dari diri sendiri. 

Sulit sekali untuk menjawab kapan waktu yang tepat untuk mengakhiri sebuah hubungan. Namun, Dr. John M. Gottman, salah seorang psikolog Amerika, telah menghabiskan waktu yang cukup panjang untuk meneliti topik ini. Penelitiannya telah memperlihatkan tanda-tanda yang cukup konsisten dalam menjawab pertanyaan di atas. 


Saat dia menganalisis data penelitiannya, Gottman akhirnya menemukan bahwa peluang perceraian sekitar 83 persen saat muncul empat perilaku dalam sebuah pasangan. Bahkan bagi Gottman, cukup untuk menilai pasangan setelah berbicara selama tiga menit. Mendapatkan peluang 83 persen tersebut telah diuji dan dikonfirmasi berulang kali. Temuan ini menjadi hal yang penting dalam perkembangan penelitian di topik hubungan.

Gottman menyebut empat perilaku ini "the four horsemen of marriage apocalypse". Dan meskipun Gottman secara khusus mengumpulkan data pada pasangan yang telah menikah, empat hal ini pun dapat ditemukan pada pasangan yang belum menikah. 

First Horseman: Criticism

Kritik berbeda dengan keluhan. Kritik dalam hubungan lebih mengarah pada diri pribadi daripada tentang tindakan atau perilaku yang bermasalah.

Berikut ini contoh sebuah keluhan:

"Saya berharap kamu bisa membantu saya cuci piring. Ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan, saya harus tetap terjaga dan membersihkan. Ini akan membutuhkan waktu yang lebih singkat andaikan kita berdua melakukan tugas bersama-sama, atau sesekali saja kamu ikut membantu."

Sedangkan contoh kritik:

"Kamu kurang ajar. Kamu itu egois. Kamu tidak pernah berpikir tentang bagaimana perasaanku atau semua pekerjaan yang kulakukan untukmu."

Perbedaan dari kedua hal di atas adalah yang pertama berfokus tentang perilaku tertentu dan yang kedua fokus tentang kepribadian pasangan.

Ketika kritik hadir dalam suatu hubungan, itu tidak berarti bahwa kritik itu akan berakhir. Sekali-sekali, ketika kita marah, kita bisa menggunakan kritik. Tetapi ketika itu meresap dan ketika itu adalah satu-satunya cara Anda dapat mengemukakan masalah satu sama lain, itu dapat menjadi sebuah masalah besar.

Jika Anda terus-menerus mengkritik pasangan Anda atau merasa bahwa pasangan Anda terus-menerus mengkritik Anda, ini jadi pertanda bahwa hubungan anda tak lama lagi akan berakhir. 


Second Horseman: Contempt

Dalam situasi yang penuh amarah atau saat ada masalah, kita kerap menghina pasangan, menggunakan sarkasme atau mengejek mereka. Tujuan dari perilaku ini adalah untuk menjatuhkan lawan bicara, atau untuk membuat mereka merasa tidak berharga. 

Jika anda pernah diperlakukan secara hina, anda tentu tahu betapa menyakitkannya hal tersebut. Dalam lingkup sebuah pasangan, penghinaan memperlihatkan jika anda atau dia tak lagi menghormati satu sama lain. Ini akan jadi tanda besar. Pasangan yang telah berhenti untuk saling menghormati hanya akan terus menerus memperlihatkan dominasi pada pasangan. Hal ini akan membunuh cinta yang ada dan menumbuhkan kebencian satu sama lain. 

Third Horseman: Defensiveness

Menjadi defensif berarti berusaha menghindari tanggung jawab atas tindakan Anda. Kita bisa bersikap defensif dengan mengalihkan kesalahan ke situasi eksternal, tetapi lebih sering kita defensif dengan mengalihkan kesalahan ke pasangan yang meminta pertanggungjawaban.

Berikut ini contoh reaksi defensif:

"Saya rasa kau tak mengurusi anak-anak kita dengan baik!"

"Ya, itu karena kau terus menerus marah hanya karena masalah hidang di meja makan dan urusan rumah. Aku tak punya waktu banyak untuk anak-anak."

Menjadi defensif dapat muncul melalui penghinaan. Pasangan kedua tidak mendengarkan kekhawatiran pasangan pertama dan hanya mencoba untuk membelokkan kesalahan kembali pada pasangan pertama. Orang-orang defensi tidak ingin bertanggung jawab karena kurang memperhatikan kebutuhan pasangannya.

Secara umum, manusia tidak suka diberi tahu bahwa mereka melakukan sesuatu yang salah atau menyakiti orang lain. Kita memiliki kecenderungan untuk ingin berpikir baik tentang diri kita sendiri, dan percakapan seperti ini mengancam harga diri kita.

Namun, berada dalam suatu hubungan berarti menavigasi perasaan, kebutuhan, keinginan, nilai-nilai, dan ambisi dua orang; itu berarti menyadari bahwa kita mungkin melakukan hal-hal yang dapat menyakiti orang lain, bahkan ketika kita tidak bermaksud demikian.

Terus-menerus bersikap defensif dalam suatu hubungan adalah pertanda buruk. Ini berarti bahwa pasangan defensif tidak mau melihat perilaku mereka sendiri dan menyesuaikannya untuk menghentikan apa pun yang merugikan pasangan lain. Ini berarti bahwa pasangan defensif memperlakukan orang lain hanya sebagai objek untuk memenuhi kebutuhan mereka,

Jika pasangan Anda terus-menerus menggunakan pembelaan diri atau Anda bereaksi secara defensif terhadap upaya mereka untuk mendiskusikan berbagai hal dengan Anda, mungkin inilah saatnya Anda memperhatikan hubungan Anda dengan seksama. Mungkin ini saatnya mengakhiri sebuah hubungan.

Fourth Horseman: Stonewalling

Ketika usaha untuk terus menghalangi atau membatasi muncul dalam sebuah hubungan, komunikasi kerap akan terganggu. Stonewalling (halangan) dapat muncul dalam berbagai bentuk: mematikan percakapan, tidak peduli, menarik diri, dan tak bertanggungjawab lagi. 

Ini adalah perasaan ketika Anda lebih suka melakukan hal lain daripada melakukan percakapan dengan pasangan. Anda hanya berbicara ketika benar-benar diperlukan. 

Ketika suatu hubungan telah mencapai tahap stonewalling, sangat sulit (walaupun bukan tidak mungkin) untuk pulih. Tetapi itu harus menjadi pertanda yang sangat kuat bahwa mungkin inilah saatnya untuk mengakhiri sebuah hubungan. 


Pada akhirnya, Anda adalah orang terbaik untuk menilai dan memutuskan hubungan dan situasi Anda sendiri. Tetapi ketika satu atau lebih dari empat tanda ini hadir dalam suatu hubungan, sudah saatnya anda berpikir lebih jernih dan bijak.  


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel