Mengenali Cyber-slacking dan Tiga Penyebab Utamanya


Pernahkah teman-teman melakukan cyber-slacking?

Berkembangnya teknologi dengan cepat sangat mempengaruhi perilaku manusia. Kemajuan dan kebaharuan teknologi menjanjikan kita berbagai layanan informasi yang sangat mudah dijangkau. Revolusi aplikasi media sosial sangat cepat dan makin banyak. Semakin banyaknya aplikasi yang ditawarkan dalam telepon genggam kita dan juga semakin bingung untuk memilih aplikasi yang akan kita gunakan. Sejatinya kita harus pandai memilih atau menggunakan aplikasi media sosial, sesuai dengan kebutuhan kita. Namun kita menggunakan aplikasi atau mendownload dengan melihat dari banyaknya pengguna fitur aplikasi. Tidak terbantahkan lagi dari laman Kementrian Komunikasi dan Informatika bahwa pengguna smartphone Indonesia juga bertumbuh dengan pesat memperkirakan pada 2018 jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia lebih dari 100 juta orang. Indonesia telah menjadi negara dengan penggguna aktif smartphone terbesar keempat di jagat ini setelah Tiongkok, India dan Amerika. Pengguna smartphone di dominasi oleh usia produktif yang disebut generasi millennial dengan rentang usia (15-35 tahun). Dengan rentang usia 15-35 tahun kita ketahui bahwa usia dalam tahapan pendidikan formal. 

Kita lihat dalam dunia kampus, hampir semua mahasiswa menggunakan smartphone. Bahkan ada pula yang menggunakan smartphone lebih dari satu yang berbeda fungsi, ada yang fungsinya untuk keperluan update di media sosial dan juga hanya untuk menggunakan menyimpan data seperti dokumentasi serta kontak keluarga, sahabat dan juga menjadi asrama kontak perempuan atau laki-laki. Biasanya seperti itu, tapi coba tanyakan ke temanmu dokumen jurnal atau e-book ada tidak di smartphonenya. Biasa, untuk keperluan belajar di dalam kelas atau mengerjakan tugas. Supaya tidak nyinyir saat ditanya oleh dosen, beruntung kalau jurnal dan ¬e-book disimpan dalam laptop atau notebook.

Kita perhatikan di dalam kelas saat kegiatan perkuliahan, dari awal masuk sampai perkuliahan berakhir kita akan melihat pemandangan yang unik. Teman kelas kita membuka sejenak smartphonenya saat dosen menjelaskan panjang lebar dengan ngos-ngosan hingga tenggorokan kering, untung kalau dosennya membawa minuman sendiri. 

Saya pernah dimarahi satu kelas, karena satu orang di dalam kelas menggunakan smartphonenya saat dosen menjelaskan, tanpa basa-basi dosennya berbicara dengan nada tinggi dan langsung keluar. Kebetulan saya sebagai kordinator kelas mata kuliah bersangkutan, dramatis dan menegangkan. Salah satu jalan keluar saat itu sebagai kordinator kelas mewakili teman satu kelas untuk meminta maaf dengan syarat tidak terulangi lagi jika terulang kembali satu kelas nilainya error. Saat mendapatkan kejadian serupa dalam kelas ada juga dosen yang menawarkan yang di dapat menggunakan smartpone untuk keluar kelas atau dosennya yang akan keluar dan tidak akan pernah masuk lagi. Tergantung kebijakan masing-masing dosen.

Nah, perilaku mahasiswa seperti ini disebut dengan cyber-slacking. Cyber-slacking merupakan penggunana internet dan teknologi yang tidak ada kaitannya terhadap proses belajar berlangsung di dalam kelas. Contohnya, membuka sosial media, membuka aplikasi online shop, stalking mantan, stalking yang lain. Cyber-slacking merupakan suatu gangguan di dalam kelas.

Dalam penelitian Gerow, Galluch & Tatcher pada tahun 2010 dengan topik, to slack or no to slack: internet usage in the classroom yang dilakukan di salah satu perguruan tinggi di Amerika Serikat dengan jumlah partisipan 654 mahasiswa, dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga aspek yang berkontribusi mempengaruhi mahasiswa untuk melakukan perilaku cyber-slacking. 

Pertama norma sosial, pengaruh eksternal bagi seseorang untuk melakukan sesuatu yang dapat diterima. Dalam pembahasan norma sosial, mungkin mahasiswa menganggap bahwa aturan penggunaan smartphone di dalam kelas masih diberikan toleransi dengan alasan menggunakannya untuk kepentingan belajar. Ketika melihat ada salah satu teman menggunakan smartphone kemudian tidak mendapatkan teguran yang lain juga akan ikut. 

Kedua penyerapan kognitif, keterlibatan menggunakan dalam menggunakan teknologi dan internet dengan rasa keingin tahuan yang tinggi, ingin lebih santai, fokus yang mendalam dan temporal dissociation. Penyerapan kognitif dapat mempengaruhi niat untuk melakukan ¬cyber-slacking karena telah terbiasa menggunakan internet dan besarnya perhatian terhadap penggunaan media sosial. 

Ketiga multitasking, merupakan keyakinan untuk melakukan tugas secara bersamaan di dalam kelas. Seperti halnya membuka fitur untuk kepentingan belajar tapi secara bersamaan juga membuka fitur aplikasi media sosial lain yang tidak berhubungan dengan pelajaran.

Tentunya kita harus lebih bijak lagi dalam menggunakan teknologi dan internet. Menggunakan sesuai dengan kebutuhan dan keperluan pada saat itu. Kita harus memikirkan bahwa kita lah yang harus mengatur teknologi dan internet, jangan menjadi sebaliknya teknologi dan internet yang akan mengatur perilaku sehari-hari kita. 

Seharusnya teknologi hadir untuk mebantu memudahkan kita untuk menjangkau informasi yang kita butuhkan, informasi yang belum kita ketahui untuk meningkatkan prestasi dan untuk keperluan media sosial sewajarnya. Bukan malah hadirnya teknologi dan internet dapat menjadikan kita lebih buruk dalam dunia pendidikan, menurunkan prestasi. Semua akan lebih mudah diakses dan menjadikan kehidupan kita lebih maju ketika menggunakan teknologi dan internet dengan baik dan bijak.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel