Lebih Bahagia Mana, Pacaran Sebelum Menikah atau Pacaran Setelah Menikah?



INDOPOSITIVE.org Apakah anda merencanakan menikah dalam waktu dekat ini? Ataukah anda mendapatkan tuntutan dari orang tua untuk segera menikah? Ada pula orang tua yang dengan sengaja memilih calon untuk anaknya. Bila seperti itu, mungkin kita akan mendengar anak itu mengatakan “Ini bukan lagi zamannya Siti Nurbaya” Adapula yang beruntung, dengan bebasa bisa memilih pasangan dari jalan pacaran. Menjalani sebuah pernikahan bukanlah hal yang mudah. Seringkali konflik datang silih berganti. Sangat penting bagi sebuah keluarga untuk menjaga kepuasan pernikahan mereka.

Ada yang percaya bahwa pacaran dan tidak pacaran akan berpengaruh pada pernikahan. Pacaran dianggap sebagai bentuk membangun kedekatan emosional serta mengawali proses pendewasaan diri. Namun di sisi lain, ada pula yang mengatakan bahwa perjalanan hidup setelah menikah sebelumnya kurang menyenangkan bagi mereka yang berpacaran. Kira-kira, apakah dua hal tersebut berpengaruh dalam kepuasan menikah?

Berdasarkan beberapa riset, seseorang yang menikah tanpa berpacaran akan berfokus pada bagaimana menerima untuk menyesuaikan diri setelah menikah. Penyesuain menjadi proses yang  sangat berharga bagi setiap pasangan untuk mengetahui pasangannya melanjutkan perjalanan bahtera rumah tangga. Dengan rasa ingin tahu, cinta diharapkan tumbuh ketika banyak mempelajari masing-masing pasangannya. Dalam studi penelitian Jane E. Myers bersama rekannya, yang dipublikasikan dengan judul Marriage Satisfaction and Wellness in India and the United States: A Preliminary Comparison of Arranged Marriages and Marriages of Choice menunjukkan bahwa laki-laki dan wanita yang dijodohkan tanpa pacaran sebelumnya memiliki kepuasan pernikahan lebih tinggi. Sama halnya studi yang dilakukan Iis Ardhianita dan Budi Handayani dalam jurnal yang berjudul Kepuasaan Pernikahan Ditinjau Dari Pacaran Dan Tidak Berpacaran. Hasilnya menunjukkan bahwa seseorang yang menikah tanpa berpacaran lebih tinggi kepuasan pernikahannya dibandingkan seseorang yang menikah sebelumnya berpacaran.

Bagaimana dengan seseorang yang sebelumnya punya pacar tetapi saat ingin menikah ia dijodohkan dengan orang lain? Rasanya mungkin perih, bukan hanya untuk orang yang ditinggalkan, keduanya pasti mengalami masalah psikologis tertentu. Dari penelitian Xiaohe dan Whyte dengan judul penelitian Love Matches And Arranged Marriages: A Chinese Replication dengan sampel 586 wanita yang sudah menikah di Republik Rakyat China,  menemukan bahwa wanita yang menikah dengan pilihannya sendiri saat ingin menikah lebih tinggi kepuasan pernikahannya dibanding hubungan pernikahan perjodohan.

Mendapatkan hubungan yang langgeng tentulah diharapkan semua pasangan, tentu setiap orang punya cara sendiri untuk memberikan kepuasaan pada pasangannya. Kepuasan merupakan satu hal yang dihasilkan dari penyesuaian harapan dengan realitas. Kepuasan pernikahan akan menentukan keberlangsungan hidup harmonis mahligai rumah tangga. Hanya saja, bukan menjadi patokan utama bahwa seseorang menikah sebelum pacaran atau pacaran sebelum menikah yang menjadi kunci dari kepuasan pernikahan. Menikah menjadi sebuah jenjang baru dalam kehidupan, menjalaninya butuh kedewasaan serta saling memahami dengan pasangan. Bukan hanya perkara telah atau belum pacaran sama sekali. Menikah menjadi seni ketidakpastian yang membawa kita pada kepastian mencintai ketidakpastian itu. Pesan Socrates, “Dengan segala cara, menikahlah. Jika mendapatkan istri yang baik, anda akan menjadi bahagia. Jika mendapat istri yang buruk, anda akan menjadi seorang filsuf” Bagaimana dengan suami yang buruk? Maka, perempuan itu akan jadi sosok kuat dan lebih arif dari seorang filsuf. Berbahagialah sebelum dan setelah menikah!


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel