Melawan Kekerasan Seksual Pada Anak

INDOPOSITIVE.org  Kian hari di berbagai media, ada banyak kasus kekerasan seksual pada anak. Mari kita lihat beberapa kasus seperti yang terjadi di Tanjung Priok, MDL (11), korban percabulan yang dilakukan oleh pamannya, Turo alias Bowo (35), mengalami trauma. MDL yang masih duduk di Kelas 5 SD ini dicabuli oleh Bowo sebanyak tiga kali. Lalu, seorang bocah berusia tiga tahun dengan inisial DF menjadi korban pencabulan di Rusun Pinus Elok, Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur. Korban mengalami tindak pencabulan oleh pelaku berinisial ER (35), yang juga warga rusun tersebut. Ada lagi, Jakarta Utara, Bocah 12 Tahun Dicabuli Pamannya Sendiri Sejak Kelas II SD. Bukan hanya di lingkungan rumah, tapi bahkan ancaman itu bisa datang dari sekolah. Seperti yang terjadi di Surabaya, seorang guru ekstrakurikuler musik di sebuah SMP negeri di Surabaya menjalani pemeriksaan di Mapolrestabes Surabaya terkait kasus dugaan pelecehan seksual terhadap empat siswa. Pelecehan oleh guru berstatus honorer itu terjadi di sebuah rumah kontrakan di Jalan Siwalankerto Timur. Rentang kejadian keji di atas terjadi di tahun 2015 dan 2016.

ilustrasi


Efek kekerasan seksual terhadap anak antara lain depresi, gangguan stres pascatrauma, kegelisahan, kecenderungan untuk menjadi korban lebih lanjut pada masa dewasa, dan dan cedera fisik untuk anak di antara masalah lainnya. Pelecehan seksual oleh anggota keluarga adalah bentuk inses, dan dapat menghasilkan dampak yang lebih serius dan trauma psikologis jangka panjang, terutama dalam kasus inses orang tua. Umumnya, korban pelecahan seksual tidak mampu bercerita atau dipenuhi rasa takut dan cemas. Bayangkan saja jika seorang anak usia enam atau delapan tahun yang dicabuli dan mereka tidak tahu sama sekali akan kondisi itu. Mereka tidak memahami apa yang dimaksud dengan pelecahan seksual dan celakanya orang tua tidak hadir dalam memecahkan masalah ini.

Sebelumnya, kami telah menulis lima penelitian yang wajib diketahui orang tua. Artikel tersebut kami harap bisa menjadi pengingat untuk kita semua. Bahwa peran keluarga menjadi faktor penting terhadap perkembangan anak. Selain menjadi tanggung jawab pemerintah, keluarga sekiranya mampu memberi peran besar dalam terciptanya kondisi yang mendukung. Pun jika pemerintah telah memberi hukuman yang berat jikalau keluarga kehilangan peran, aturan itu tak akan cukup membantu.

Komnas Perempuan sejak 2012 telah menekankan status darurat kekerasan seksual mengacu pada meningkatnya pelaporan kasus kekerasan seksual. Mayoritas korban yang disasar adalah perempuan belia. Menurut Wakil Ketua Komnas Perempuan Budi Wahyuni dari kasus yang dilaporkan, 40 persen berhenti di kepolisian dan 10 persen lanjut ke pengadilan. Sementara itu, selebihnya, dengan berbagai pertimbangan, korban tak melanjutkan kasus. Di beberapa daerah, kasus-kasus pemerkosaan diselesaikan dengan pernikahan. Sebagai penutup, kasus kekerasan seksual pada anak kiranya dapat menjadi perhatian kita semua, khususnya para keluarga yang telah memiliki anak, saudara, dan juga orang terdekat di sekitar kita. 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel