Pendidikan dan Penyandang Disabilitas

INDOPOSITIVE.org - Setiap tanggal 3 Desember diperingati sebagai Hari Disabilitas Sedunia. Para penyandang disabilitas adalah bagian dari masyarakat dunia. Melalui konvensi PBB tentang hak penyandang disabilitas - Convention On The Rights of Persons with Disability (CRPD), yang kemudian diratifikasi oleh pemerintah RI dengan undang-undang nomor 19 tahun 2011. Dunia bergerak untuk memberikan sebuah perubahan positif pada penyandang disabilitas. Mereka tentu berhak mendapatkan hak untuk turut berpartisipasi aktif dalam kegiatan di masyarakat. Sama seperti halnya mereka yang tidak menyandang disabilitas.

Penyandang disabilitas yang dalam percakapan sehari-hari disebut sebagai orang cacat, sering dianggap sebagai warga masyarakat yang tidak produktif, tidak mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sehingga hak-haknya pun diabaikan. Di Indonesia, berdasarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, jelaslah bahwa kesetaraan dan non-diskriminasi merupakan salah satu syarat dari terbukanya berbagai akses bagi orang dengan disabilitas. Undang-undang tersebut mengandung berbagai hak terkait penyandang disabilitas, yakni dalam bidang-bidang pendidikan, ketenagakerjaan, kesetaraan dalam pembangunan dan dalam menikmati hasil pembangunan, aksesibilitas, rehabilitasi dan kesejahteraan sosial, serta pengembangan bakat dan kehidupan sosial secara setara.

simbol disabilitas


Bahkan, secara khusus dalam konteks anak, Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah mengatur hal-hal terkait anak dengan disabilitas yang meliputi: Perlindungan khusus; hak atas pendidikan (baik pendidikan biasa maupun pendidikan luar biasa; kesejahteraan sosial; dan hak untuk memperoleh perlakuan yang sama dengan anak lainnya untuk mencapai integrasi sosial sepenuh mungkin dan pengembangan individu. Mengenai diskriminasi terhadap anak (secara umum) yang mengakibatkan anak mengalami kerugian fisik ataupun mental sehingga terganggu fungsi sosialnya, Pasal 77 undang-undang ini memberi ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Namun, Pada tahap pelaksanaan, tidak terdapat harmonisasi antara aturan hukum dan implementasi di tingkatan masyarakat dan pemangku kebijakan.

Dukungan Sosial
Peringatan Hari Disabilitas Sedunia bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang isu-isu kecacatan, hak-hak  fundamental para penyandang disabilitas dan integrasi para penyandang disabilitas di dalamsetiap aspek kehidupan utama seperti  aspek sosial, politik, ekonomi dan status budaya masyarakat mereka. Peringatan ini memberikan ruang untuk  memperluas kesempatan dalam menginisiasi tindakan untuk mencapai tujuankesetaraan hak  asasi manusia dan kontribusi dalam masyarakat dari penyandang disabilitas.

Berdasarkan dari Data Kementrian Sosial pada tahun 2013, bahwa penyandang cacat di Indonesia masih banyak yakni mencapai 2,8 juta dari jumlah penduduk di Indonesia. Diperkirakan di Indonesia mencapai 163.000 orang, namun yang telah tertangani sekitar 20.000 hingga 30.000 orang. Terlepas dari besar atau kecilnya angka tersebut, mengingat yang melekat pada angka tersebut adalah jiwa, maka berapa pun jumlah data yang dipaparkan. Seluruhnya akan menjadi angka yang membutuhkan perhatian dan kepedulian berbagai pihak.  Serta pada data tersebut tentu melekat hak-hak kemanusiaan yang menuntut untuk dihormati, dipenuhi dan dilindungi.

Seorang ahli psikologi, Alfred Adler  menyatakan bahwa individu yang dilahirkan dalam keadaan cacat fisik yang berat beresiko lebih besar untuk mengalami stres dan hambatan penyesuaian. Kelompok ini harus mengkompensasi kekurangan-kekurangannya, dan berakibat pada rendahnya rasa percaya diri, lemahnya keberanian dan lebih sensitif (mudah tersinggung) terhadap sikap orang lain.

Dalam keadaan semacam ini, justru para penyandang disabilitas sangat membutuhkan penerimaan dan dukungan sosial agar memiliki harapan untuk hidup bahagia, sehat dan sejahtera baik fisik maupun psikologis. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan, penghargaan dan pemberian kesempatan merupakan hal yang sangat berharga. Istilah difabilitas pun diperkenalkan yang merupakan akronim dari bahasa Inggris different ability yang berarti orang yang memiliki kemampuan berbeda, istilah ini dirasa lebih ramah dibanding istilah penyandang cacat. Seperti halnya mereka yang tidak menyandang disabilitas, salah satu hak yang perlu diperjuangkan bagi kaum disabilitas adalah hak pendidikan.

Hak Pendidikan
Pendidikan untuk semua adalah visi UNESCO untuk tahun 2015. Pendidikan harus mudah dijangkau terlepas status setiap anak. Pendidikan merupakan pilar utama dalam pembangunan manusia. Namun, dalam isu penyandang disabilitas (di Indonesia), visi ini sangat sulit dicapai. Indonesia memiliki Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tenang Sistim Pendidikan Nasional.

Undang-undang tersebut menyatakan kewajiban penyelenggaraan pendidikan khusus bagi dan setara bagi penyandang disabilitas. Di dalam Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2010 ditambahkan bahwa setiap tingkatan pendidikan harus menerima peserta didik tanpa diskriminasi, termasuk diskriminasi berdasarkan kondisi fisik dan mental. Namun, hingga kini, 90% dari 1,5 juta anak dengan disabilitas justru tidak dapat menikmati pendidikan.

Menjangkau pendidikan bukanlah masalah sederhana bagi para difabel. Secara hukum dan peraturan, pemenuhan hak pendidikan bagi setiap warga negara termasuk difabel telah dijamin oleh Undang-Undang. Dalam UUD 1945 pasal 28 C (1) dinyatakan bahwa “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”. Pada pasal 1 (1) “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”.

Secara formal, akses pendidikan non-diskriminatif bagi penyandang disabilitas sudah dijamin oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusi. Kebijakan ini memungkinkan penyandang disabilitas untuk mengakses pendidikan bersama dengan siswa umum, sesuai dengan kemampuan penyandang disabilitas.

Semangat yang dimilik dalam pendidikan inklusi adalah semangat keadilan dan perlawan terhadap diskriminasi, dengan semboyannya “Pendidikan untuk Semua”, diharapkan anak penyandang disabilitas tidak mengalami penolakan ketika mendaftar di sekolah umum. Pendidikan inklusi merupakan alternatif bagi anak penyandang disabilitas. Dengan pelaksanaan pendidikan inklusif di Indonesia, anak penyandang disabilitas memiliki pilihan untuk bersekolah di sekolah inklusi.

Kehadiran sekolah inklusi dan peraturan perundang-undangan yang melindungi hak-hak penyandang disabilitas, merupakan langkah progresif untuk menghilangkan stigma terhadap penyandang disabilitas. Tantangan selanjutnya adalah kesiapan sekolah inklusi untuk memfasilitasi siswa penyandang disabilitas. Sejumlah aturan dan metode telah disiapkan untuk penyandang disabilitas, selanjutnya kita semua berharap aturan tersebut dapat dijalankan dan memberikan manfaat besar dan tidak sekadar dilanggar. Semoga sejumlah pihak terkait, khususnya pemangku kebijakan dapat memberikan perhatian khusus bagi penyandang disabilitas untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Semoga tak ada lagi diskriminasi di masa depan dan selamat Hari Disabilitas Sedunia.


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel